Pagi yang biasa memergikanku sendiri, kini tak lagi
Aku pergi bersama adik tertua, Nilam
Ia membersamai dalam siap-kemas hari
Setidaknya aku tak sendiri menikmati sepi
Mami, Papi, Dek Moza, Dek Salsa, Meh Ganteng
Membersamai penantian pergi kami di taman depan
Salah tingkat di menit-menit bungsu
Berharap waktu menunggu yang akan berlaku
Aku masih rindu berpangku rindu pada ibu
Belum ingin beranjak
Apapun bagai rela ditukarkan asal di sini
Tapi tak kan mungkin, cita memanggil pergi
Aku dan Nilam dilepas dengan senyum tanpa air mata
Kami yang demikianlah
Nilam tersengguk-sengguk
Aku membujuk
Bahwa pergi kita untuk kembali
Bahwa sedih kita untuk bahagia
Bahwa jauh kita untuk bakti
Esok kita kan memulai hari sendiri-sendiri lagi
Lalu berpulang lagi
Aku pergi bersama adik tertua, Nilam
Ia membersamai dalam siap-kemas hari
Setidaknya aku tak sendiri menikmati sepi
Mami, Papi, Dek Moza, Dek Salsa, Meh Ganteng
Membersamai penantian pergi kami di taman depan
Salah tingkat di menit-menit bungsu
Berharap waktu menunggu yang akan berlaku
Aku masih rindu berpangku rindu pada ibu
Belum ingin beranjak
Apapun bagai rela ditukarkan asal di sini
Tapi tak kan mungkin, cita memanggil pergi
Aku dan Nilam dilepas dengan senyum tanpa air mata
Kami yang demikianlah
Nilam tersengguk-sengguk
Aku membujuk
Bahwa pergi kita untuk kembali
Bahwa sedih kita untuk bahagia
Bahwa jauh kita untuk bakti
Esok kita kan memulai hari sendiri-sendiri lagi
Lalu berpulang lagi
#Sebuah Pulang, Februari Sulung 2015