Jumat, 08 Mei 2015

Nurlaili Qodriyah (Mahasiswi Pendidikan Kimia UR 2012)

Pertama kali elly tahu mbak waktu penganugrahan MAWAPRES 2014. Awalnya elly hanya sekedar tahu kalau mbak orangnya kalem dan pasti banyak sekali prestasi yg udah diraih karena bisa menjadi salah satu pemenang. Lambat laun elly semakin tau kalau mbak itu orangnya baik, penuh semangat, pantang menyerah, berambisi, selalu ingin orang lain juga maju, nggak bisa puas dengan 1 Pekerjaan, rendah hati dan yang luar biasa itu mbak selalu mengabadikan perjalanan mbak di blog. Tapi akhir2 ini elly khlangan sosokmu mbak. Maaf kalau elly mengecewakan mbak tapi jangan lepaskan elly mbak. Elly butuh dukungan mbak. Jangan abaikan elly ketika elly tidak berprestasi mbak. Abaikan komen yg terakhir ya mbak. Curhat dikit tu. Semangat berkarya mbak. Oya tambahan pertamanya kalem tp ternyata nggak bsa diem kalau udah nimbrung. (Thursday, May 16th 2015)

Sambutanku :
Pertama kali mengenal dek elis adalah ketika hari penganugerahan MAWAPRES 2014 --seperti yang diceritakannya di atas. Dia menjadi salah satu supporter FKIP saat itu. Aku terharu aja dengan semangatnya, kala  itu aku bertekad; nih adek harus bisa menjadi bintang juga! Ia adalah mahasiswa pendidikan Kimia yang punya banyak minat dan cita-cita. Mbak nggak pernah meninggalkanmu dek, mungkin waktu aja yang sedang membatasi kita. Tetap semangat ya dan datanglah kepada mbak kapan pun adek mau. Silahkan berteman dengan dek Eli di FB: https://www.facebook.com/ecbram

Karena Hati

Buka telinga yang tidak mendengar
Tapi hati yang tak hendak menyimak.

Bukan mata yang tidak menatap
Tapi hati yang tak hendak melihat.

Bukan bibir yang tidak berbicara
Tapi hati yang tak hendak menyapa.

Bukan tangan yang tidak menyentuh
Tapi hati yang tak hendak memeluk.

Bukan senyum yang tidak merekah
Tapi hati yang tak hendak meramah.

Sakti pertikaian, Mei 2015

Inspirasi: Teknologi Memperluas Silaturahmi

"Rin, menurut Rini nih. Mempersilahkan orang lain mengenali kita dan memudahkan diri kita dikenal orang lain, apakah itu artinya kita murahan?”
“Enggg… dikenalnya lewat mana maksudnya El?”
“Yaaa…lewat mana aja kek, lewat medsos atau karya-karya kita.”
“Hemmm.. nggak lah kayakna. Murahan itu kan mau dan gampang diajak gini-gitu.. emm…nggak ngerti juga lah El. Bingung aku. Beda tipis nggak sih sebenarnya?”
“Apa nya Rini nii? Keterangan Rini dengan kesimpulan Rini itu nggak ada korelasinya loh. Kok tiba-tiba dibilang beda tipis aja? Macam mana nyaa? Haha.”
Tapi, nggak ada jawaban selanjutnya dari Rini. Dia terlalu fokus dengan revision SKRIPSInya. Aku mulai menerawang kepada beberapa pernyataan; 1. Semakin banyak orang yang mengenal kita, bukankah semakin baik? 2. Di zaman modern seperti ini, menciptakan sejarah diri itu sangat mudah. Kalau orang-orang dulu rela memahat karya dan tulisannya di batu atau kayu demi namanya dikenang orang lain. Maka, kenapa kita nggak memanfaatkan kemudahan saat ini untuk meciptakan sejarah kita? 3. Bukankah segalanya jadi lebih mudah ketika orang lain bisa mengenal kita tanpa kita perlu menjelaskan siapa dan bagaimana diri kita?



Ah, segala sesuatunya hanya Allah yang paling tahu.

Sedekah Membawa Ruah Berkah


Pagi ini (sudah seperti biasanya) aku ingin menulis. Postingan tentang cerita kemarin belum kelar karena aku lembur sampai jam 01.00wib dini hari untuk menyelesaikan hadiah ulang tahun untuk kak Jas. Ah, tapi ternyata paket modemku habis pula. Punya Rini pun habis. Kok berbarengan gini yak? Ini sudah semacam candu bagiku. Mulailah aku uring-uringan nggak jelas dan akhirnya mengalihkannya dengan membaca buku *widih, keren ya jenis stressnya? Hehe. Sejujurnya, aku sangat ingin tahu apa respon kak Jas atas ucapan yang ku posting di blogku semalam. Aku penasaran banget! Masih marah nggak jelaskah? Atau menyesali marahnya yang nggak jelas kepadaku? Atau no komen aja? Aku udah siap atas semua kemungkinan itu. Kalau memang begini akhir ceritanya, aku ikhlas. Toh, sejak awal aku pun nggak pernah berharap dihadiri seperti ini olehnya. Aku ikhlas ya Allah…

Suntuk baca buku, aku mulai mematching-matchingkan dressku dengan rompi, hhehe *ini salah satu hobi juga, sempet berniat bikin boutique muslimah kayak kak Oki ntar, aamiin ya Allah. Bosan dengan bebajuan, akhirnya aku luluran. Dan setelahnya, aku putuskan untuk ber-aerobic ria. Mungkin ini adalah aerobic pertamaku selama tahun 2015. Kebiasaan aerobicku setiap pagi –setelah  tertular dari Titin sejak KKN–  terampas oleh masa-masa PPL yang menyita waktu pagiku untuk persiapan mengajar. Saat itu, aku mulai menyadari bahwa aku ini berjiwa bebas. Menyiapkan bahan ajar ternyata membuatku bosan. Belum lagi ketika mendapati respon-reaksi dari murid-murid yang tidak sesuai prediksi. Orang pasti akan berkata: Namanya juga murid, ya memang begitu sifatnya. Sungguh perkataan itu berat sekali bagiku! Dari hal itu, aku menyimpulkan sesuatu lagi: Kayaknya menjadi guru di sekolah bukan passionku deh! Lebih asyik jadi dosen aja! heheh