Obrolanku bersama mami tentang pernikahan membuat kantukku terhalang hadirnya. Perasaanku jadi tak enak. Ada gelisah. Ada kekhawatiran. Ada rasa ragu. Apalagi setelah teringat dengan usia yang hampir memasuki 22 tahun, aku semakin gundah. Untungnya mami-papi nggak mengharuskanku menikah diumur tertentu, setidaknya ini membuatku cukup lega. Melihat teman di kiri-kanan udah menikah ternyata tidak membuatku iri untuk menyusul segera. Ah, saat ini aku justru ingin punya waktu lebih lama dan berkualiti time bersama mami-papi, Moza, Nilam dan Salsa. Tentang pernikahan, aku serahkan itu kepada-Nya. Semoga Ia mendatangkannya dengan penuh keajaiban dan saat itu aku tidak tahu harus berkata apa kecuali menerimanya dengan suka cita. aamiin.
Menjadi dewasa tak mudah rupanya. Sudah banyak hal yang menanti diputuskan di depan sana. Tak hanya pernikahan sebenarnya, karir pun begitu kiranya. Percayakah dirimu, bahwa sebenarnya saat ini aku sedang serba tidak tahu. Tidak tahu akan ke mana setelah ini. Tidak tahu akan menikah diusia berapa. Bahkan, aku tidak tahu akan berkarir sebagai apa. Yah, inilah aku; rumit, sulit. Di satu waktu, aku bisa menjadi perancang masa depan dengan garapan yang jelas dan real.Tapi, di satu sisi, aku sering kali meragu dan kembali mempertanyakan, 'benarkah itu benar-benar inginku?'.
Mami sudah tertidur sejak akhir pembahasan tentang rencana S2-ku. Begini katanya, "Kata Abi, Ela tu nggak perlu ngejar-ngejar S2 setelah wisuda. Lebih baik langsung memulai karir aja. Contohnya Bu Mita, setelah S1 langsung kerja di PT tempat abi kerja ini sedangkan temannya ngejar S2 dan sekarang jabatannya jauh di bawah Bu Mita."
Aku menanggapinya seperti ini, "Ada benarnya yang Papi bilang, Mi. Kemarin El pun kembali mempertanyakan apa tujuan El S2. Kalau memang El pengen jadi dosen, peneliti, ilmuan ya S2 adalah pilihan yang tepat. Tapi, kalau mau jadi pengusaha, guru atau penulis, ya rasanya S2 itu kurang tepat."
El malah nggak pengen kerja Mi setelah wisuda. Maksudnya, kerja secara teratur dan terukur seperti guru atau pegawai. El pengen menghabiskan waktu untuk lebih banyak menulis dan berpetualang. El pengen wujudkan mimpi El jadi Travel Writer. Memang, akan terlihat seperti orang yang nganggur karena kerjanya suka-suka. Tapi, yang penting kan El menikmati itu dan rezeki tetap mengalir. Aku melanjutkan kalimatku sendiri di dalam hati. Aku mempersilahkan mami berlabuh di alam mimpi. Sementara aku, masih merenungi maunya hati dan mengeja inginnya diri. Menjadi orang dewasa, serumit inikah?
Menjadi dewasa tak mudah rupanya. Sudah banyak hal yang menanti diputuskan di depan sana. Tak hanya pernikahan sebenarnya, karir pun begitu kiranya. Percayakah dirimu, bahwa sebenarnya saat ini aku sedang serba tidak tahu. Tidak tahu akan ke mana setelah ini. Tidak tahu akan menikah diusia berapa. Bahkan, aku tidak tahu akan berkarir sebagai apa. Yah, inilah aku; rumit, sulit. Di satu waktu, aku bisa menjadi perancang masa depan dengan garapan yang jelas dan real.Tapi, di satu sisi, aku sering kali meragu dan kembali mempertanyakan, 'benarkah itu benar-benar inginku?'.
Mami sudah tertidur sejak akhir pembahasan tentang rencana S2-ku. Begini katanya, "Kata Abi, Ela tu nggak perlu ngejar-ngejar S2 setelah wisuda. Lebih baik langsung memulai karir aja. Contohnya Bu Mita, setelah S1 langsung kerja di PT tempat abi kerja ini sedangkan temannya ngejar S2 dan sekarang jabatannya jauh di bawah Bu Mita."
Aku menanggapinya seperti ini, "Ada benarnya yang Papi bilang, Mi. Kemarin El pun kembali mempertanyakan apa tujuan El S2. Kalau memang El pengen jadi dosen, peneliti, ilmuan ya S2 adalah pilihan yang tepat. Tapi, kalau mau jadi pengusaha, guru atau penulis, ya rasanya S2 itu kurang tepat."
El malah nggak pengen kerja Mi setelah wisuda. Maksudnya, kerja secara teratur dan terukur seperti guru atau pegawai. El pengen menghabiskan waktu untuk lebih banyak menulis dan berpetualang. El pengen wujudkan mimpi El jadi Travel Writer. Memang, akan terlihat seperti orang yang nganggur karena kerjanya suka-suka. Tapi, yang penting kan El menikmati itu dan rezeki tetap mengalir. Aku melanjutkan kalimatku sendiri di dalam hati. Aku mempersilahkan mami berlabuh di alam mimpi. Sementara aku, masih merenungi maunya hati dan mengeja inginnya diri. Menjadi orang dewasa, serumit inikah?