Selasa, 28 Juli 2015

Mutiara Hitam

"Kau adalah mutiara hitam!"
Aku benar jadi mutiara hitam sekarang
Karena dugamu
Karena doamu
Mutiara hitam dalam kelam comberan
Hitam dilumpur hitam
Cahaya pun tak temukan celah memberi cerah
Tapi, kau justru berkata
"Aku indah karena aku hitam"
Hitam ntah yang macam apa
Ntahlah
Menurutmu adalah menurutku yang rumit

Mutiara hitam dari Okta, Juli-2015

Asal Jadi, Asal Siap, Asal Bisa Wisuda

Aku merasa seperti pertama kali datang ke sini. Pagi yang seperti ini. Hening yang seperti ini. Aroma yang seperti ini.
“Rin, kita berdua gini rasanya kayak….”
“Kemarin waktu El belum datang, aku cuma berdua sama Reni. Kak galih kan datangnya besoknya. Sama-sama sendiri kami.”
Lah, Rini udah motong omonganku aja nih. “Oh gituuu. Ngerasa nggak Rin, kita sekarang ini kayak seolah-olah beda visi-misi dengan anak kuliahan lainnya. Kita lebih cepat kembali ke sini karena ada sesuatu yang mesti kita perjuangkan. Tapi jadinya kita malah kayak kembali ke saat awal masuk kemarin.”
“Hiksss, iya bener-bener. Aku kalau di rumah pun nggak bisa-bisa ngerjain skripsi El, makanya balik aja ke sini biar cepat kelar.”
“Daftarlah ujian cepat Rin. Nggak usah lagi bayar SPP. Nanggung kali pun. Terserahlah ujiannya pas udah masuk bulan Agustrus atau gimana, yang jelas daftarnya sejak sekarang.”
“Lagian aku juga nggak ada uang lagi El untuk bayar SPP. Hemmm…setelah ini aku memang harus cepat-cepat pulang ke Medan El. Setiap jumpa sama saudara, selalu aja diminta ke Medan aja setelah selesai. Da..daa… El, sebentar lagi kita akan berpisah. Yah, nggak jumpa lagi deh sama teman-teman Pekanbaru.”
“Rini jahat. Ayaaakkkk!”
“Huhuuhu, tapi aku pengen kali jalan-jalan keliling Riau inii. Gimana ya?”
“Ya setelah ujian SKRIPSI nanti ka nada waktu tu beberapa bulan menjelang wisuda, ya udah manfaatin aja buat jalan-jalan. Tapi, Rini harus bantu aku supaya cepet kelar juga ya!”
Aku melanjutkan mengetik cerita semalam. Banyak sekali cerita yang terhutang rupanya. Hiksss. Sesekali, aku mengelus si ganteng ketika aku sedang blank dan idenya mandeg. Hemm..kalau di rumah, tentu nggak bisa kayak gini. Pagi-pagi harus nolong mami dan kalau udah kecapean biasanya cuma nonton film di laptop dan lama-lama ketiduran deh. Gituuu teruus. Makanya, kalau mau maju ya memang harus hijrah.

Impian: Tour Guide

Pada suatu siang di bulan Januari 2015…
“Kak, Elis udah tahu gimana caranya Elis bisa keliling dunia dan dibayar.”
“Gimana memangnya Lis?”
“Elis jadi Tour Guide Kak. Jadi Tour Guide itu keren Kak, kita dituntut untuk cerdas dan berwawasan luas. Kerjaan kita ya cuma jalan-jalan aja sambil ngarahin orang-orang dan pulangnya digaji pula. Kereen kan Kak?” ungkapku antusias.
“Nggak usah lagi Liiis.”
“Kenapa Kak?” aku heran. Biasanya kak Yiil selalu mendukung apa pun mimpiku. Tapi, kali ini kok tumben dia nggak menyetujui?
“Sebaik-baiknya tempat perempuan sholeha itu ya di rumah. Bukan bersama orang lain dalam perjalanan panjang. Kalau ternyata peserta tournya cowok-cowok gimana? Kalau malam-malam mereka minta ditunjukin ke suatu tempat dan mereka punya niat buruk gimana? Elis bakal susah nolaknya, karena memang itu tugas tour guide untuk ngarahin jalan peserta tournya kan? Nggak usahlah lagi Lis. Cari yang aman dan nggak membahayakan kita.”
Aku terdiam… Benar juga apa yang dikatakan kak Yiil. Tapi…

BERSAMBUNG…