Aku merasa seperti pertama kali datang ke sini. Pagi yang
seperti ini. Hening yang seperti ini. Aroma yang seperti ini.
“Rin, kita berdua gini rasanya kayak….”
“Kemarin waktu El belum datang, aku cuma berdua sama Reni.
Kak galih kan datangnya besoknya. Sama-sama sendiri kami.”
Lah, Rini udah motong omonganku aja nih. “Oh gituuu. Ngerasa
nggak Rin, kita sekarang ini kayak seolah-olah beda visi-misi dengan anak
kuliahan lainnya. Kita lebih cepat kembali ke sini karena ada sesuatu yang
mesti kita perjuangkan. Tapi jadinya kita malah kayak kembali ke saat awal
masuk kemarin.”
“Hiksss, iya bener-bener. Aku kalau di rumah pun nggak
bisa-bisa ngerjain skripsi El, makanya balik aja ke sini biar cepat kelar.”
“Daftarlah ujian cepat Rin. Nggak usah lagi bayar SPP. Nanggung
kali pun. Terserahlah ujiannya pas udah masuk bulan Agustrus atau gimana, yang
jelas daftarnya sejak sekarang.”
“Lagian aku juga nggak ada uang lagi El untuk bayar SPP.
Hemmm…setelah ini aku memang harus cepat-cepat pulang ke Medan El. Setiap jumpa
sama saudara, selalu aja diminta ke Medan aja setelah selesai. Da..daa… El,
sebentar lagi kita akan berpisah. Yah, nggak jumpa lagi deh sama teman-teman
Pekanbaru.”
“Rini jahat. Ayaaakkkk!”
“Huhuuhu, tapi aku pengen kali jalan-jalan keliling Riau
inii. Gimana ya?”
“Ya setelah ujian SKRIPSI nanti ka nada waktu tu beberapa
bulan menjelang wisuda, ya udah manfaatin aja buat jalan-jalan. Tapi, Rini
harus bantu aku supaya cepet kelar juga ya!”
Aku melanjutkan mengetik cerita semalam. Banyak sekali
cerita yang terhutang rupanya. Hiksss. Sesekali, aku mengelus si ganteng ketika
aku sedang blank dan idenya mandeg. Hemm..kalau di rumah, tentu nggak bisa
kayak gini. Pagi-pagi harus nolong mami dan kalau udah kecapean biasanya cuma
nonton film di laptop dan lama-lama ketiduran deh. Gituuu teruus. Makanya,
kalau mau maju ya memang harus hijrah.