Inikah puisi yang kau tagih?
Yang diam-diam kau amati dariku?
Yang rupanya tak ketemu?
ha ha haa...
Tentu saja tak wujud, sebab aku belum adakan
Sebenarnya sedikit ragu mengucapimu, Dek
Puisiku ini bagai kembang tak jadi
Terlihat elok dipandang mata
Padahal belum sempurna mekarnya
Sedangkan puisimu sudah seperti secawan anggur
Yang siap diteguk bilamana pun
Atau dihidangkan pada dahaga lainnya
Tapi...
Anggap saja yang biasa ini adalah luar biasa yaa
Sebab hanya ini yang aku bisa, Dek.
Pada umurmu yang baru ini, membarulah dalam abdimu pada-Nya
Sebab umur tak tunggu ulur
Sebab mati tak tunggu nanti
Pada harimu yang baru ini, membarulah dalam gigih juangmu
Hadiahi ayah bunda kabar bahagia
Hadiahi dirimu dengan laku tak biasa
Jangan pernah berubah kepadaku sekalipun harimu akan jadi ungu...
Yang diam-diam kau amati dariku?
Yang rupanya tak ketemu?
ha ha haa...
Tentu saja tak wujud, sebab aku belum adakan
Sebenarnya sedikit ragu mengucapimu, Dek
Puisiku ini bagai kembang tak jadi
Terlihat elok dipandang mata
Padahal belum sempurna mekarnya
Sedangkan puisimu sudah seperti secawan anggur
Yang siap diteguk bilamana pun
Atau dihidangkan pada dahaga lainnya
Tapi...
Anggap saja yang biasa ini adalah luar biasa yaa
Pada umurmu yang baru ini, membarulah dalam abdimu pada-Nya
Sebab umur tak tunggu ulur
Sebab mati tak tunggu nanti
Pada harimu yang baru ini, membarulah dalam gigih juangmu
Hadiahi ayah bunda kabar bahagia
Hadiahi dirimu dengan laku tak biasa
Jangan pernah berubah kepadaku sekalipun harimu akan jadi ungu...
Untuk dek Okta Hari Mulya,
26 Oktober 2015