Rabu, 17 Juni 2015

Mei Terlalu Dini

Kenapa sebegitu bungkamnya?
Engkau padaku
Mestikah sesunyi ini?
Sepi padaku
Salah yang mana perlu dipersalah?
Benci padaku
Perlukah ku ingatkan kembali yang dulu?
Kenangan padaku
Atau hanya perlu ku balas bungkam?
Bukankah katamu pemisah hanyalah Desember?
Lalu kenapa Mei kau kirimkan batas?
Ini terlalu dini.

Juni terlalu Dini, 2015

Jelang Ramadhan bersama Danau Khayangan

“Astaghfirullah!” Pekikku ketika melihat ke luar jendela kamar, sudah mulai terang. Aku terduduk di pinggir kasur mendapati  Rini pun masih pulas.
“Rin! Cepat bangun! Udah pagi.”
Kami berdua sama tunggang langgangnya. Sekarang, pukul 5.25wib pun sudah terang begini ternyata. Hiksss. HPku bergetar-getar terus selama detik tungguku kepada Rini.
“Halooo Mi… El baru bangun nih,” kataku seketika.
“Halooo.Assalamualaikum,” mami bernada seperti suara yang tempo hari ku buat-buat.
“Waalaikumsalam, Mi.”
“Nilam jangan lupa dijemput jam 7 nanti ya. Kalau kelamaan, marah dia ntar.”
“Motor El kehabisan minyak loh, Mi dan harus didorong ke depan. Jam 7 belum buka penjual minyaknya.”
“Biasanya omongan orang yang baru bangun tidur itu ya gini. Ngigau nggak jangan-jangan?”
Aku terperanga. Aku yang nggak nyambung? Atau mami yang memang sedang ngawur?
“Maksudnya Mi?”
“Nggak apa-apa kok. Hehe. Ada kegiatan hari ini?”
“Mi, El ini belum sholat loh. Nanti dulu yaaa..”
“Owalah.iyalah iyaaa,” tutup mami.
Aku segera mengejar kebut Subuh bersama Rini dan setelahnya aku tidak langsung bergegas untuk mengeluarkan motor. Ini masih pagi. Kembali ku tegaskan. Aku akan sekaligus bersiap-siap untuk beraktivitas sambil menjemput Nilam, makanya menurutku jam 8 adalah waktu yang ideal.

TIPS: Menghitamkan Rok Hitam

“Rin, lihat bekas lipatan ini. Menurut Rini terlihat nggak sih garis putihnya?”
Rini mengamati rok hitam  semi jeans yang baru ku beli kemarin. “Kelihatan El.”
Ternyata, pandangan Rini sama sepertiku. Segera ku cari ide. Aha!
“Rin, tahu nggak aku mau ngilangin garis putih ini pakai apa?”
“Apaa?”
“Pakai tinta spidol permanent. Hehe.”
“Good idea!”
Aku langsung beraksi. Mencoret sana-sini rok hitam yang sedikit bergaris putih itu. Memang, inilah resiko kalau beli sesuatu yang nggak sempurna jadi.
“Aku nggak tahu harus percaya ke tukang jahit yang mana lagi di sini Rin. Makanya, ku buka jahitan bawah rok ini dan ku jahit ulang. Wong aku aja bisa kok! Ngapain harus makan hati dulu ke tukang jahit? Huhuu.”
“Iya… Yang kencang-an ngomongnya tukang jahit sini.”
“Bandit (baca: Rini) pun kalah kan?”
“Iyaa.”
“Rin, dari bekas lipatan rok ini aku belajar sesuatu?” kataku sambil terus mengoleskan tinta spidol ke rok.
“Apa itu, Bung?”
Segala sesuatu yang terlalu lama, akhirnya bekasnya pun akan lama hilangnya.
“Cihuuyyy, ngeri dank!”