“Kakak
penulis, kan? Nah, dari tulisan-tulisan yang udah Okta baca selama ini, Okta
akui Kakak udah bisa menyajikan pesan yang ingin Kakak sampaikan. Tapi Kak, tulisan
Kakak sama sekali nggak MENJUAL. Kakak nggak bisa membaca pembaca untuk ikut
merasakan posisi Kakak loh! Okta merasa, Kakak nggak punya power di sini. Tapi,
kalau di dalam KTI, Kakak punya power itu. Kakak bisa membuat juri tertarik dari
ide dan judul Kakak. Padahal Kak, Okta tahu jalan ceritanya bagus banget, tapi
Kakak nggak berhasil menyentuh hati Okta. Nah, sekarang, Okta tanya sama Kakak,
apa tujuan Kakak menulis?”
“Menginspirasi
orang lain. Tapi Dek, di blog ini, Kakak memang nggak menujukan tulisan ini
untuk terlalu nyastra. Kakak memang
bertujuan untuk menceritakan secara gamblang, apa adanya dan pesannya langsung
sampai kepada pembaca. Ibaratnya kalau menjemur baju, Kakak bentangkan baju itu
dijemuran, itulah yang sedang Kakak lakukan dengan tulisan Kakak sekarang. Nah,
kalau Kakak memang berniat mempermainkan perasaan pembaca, Kakak akan menjemur
kain Kakak tadi dengan cara yang aneh, yang nggak biasa dilakukan orang
sehingga orang akan bertanya; Nih Elis kok gini ya jemurnya? Maksudnya apa ya?
Nah, menurut Kakak itu adalah 1 hal yang sama tapi tujuannya berbeda. Seperti
itulah yang terjadi di tulisan-tulisan Kakak. Ini memang diary online, Dek,”
belaku. Okta tak ku izinkan menginterupsi kalimatku.
“Kak,
sebenarnya bukan itu Kak poinnya. Bukan tentang cara menjemur kainnya harus
gini atau gitu. Kakak hanya perlu mempoles cerita Kakak itu dan mengemasnya
lebih menarik lagi. Konfliknya dimainkan lagi , beeehhh! Pasti bakal kece
banget tuh! Kak, sempatkanlah dalam seminggu untuk mengedit semua
tulisan-tulisan Kakak itu. Okta yakin, semuanya akan jadi lebih keren lagi. Kak,
MENULISLAH SECARA SEMPURNA! Kalau Kakak berhasil memainkan perasaan pembaca dan
akhirnya ia tersentuh dan terinspirasi oleh Kakak. Pasti Kakak akan semakin
merasa senang dan puas Kak! eh, itu saran dari Okta aja loh! Nggak sopan pula
Okta menasehati Kakak. Padahal siapalah Okta? Ehhe. Jangan marah ya, Kak.”
“Mana pula
Kakak marah? Justru Kakak berterimakasihlah karena udah diingatkan oleh Okta.”