Rabu, 30 Desember 2015

Hinga kau kembali ingat dan bertanya



“Cin, Ciiinn… yuk makan! Udah jam setengah 5.”
Aku membuka mata dan mendapai Lia duduk di samping kananku. Setelah mencuci muka, aku segera menyantap makanan sepiring berdua dengan Lia. Lia berniat membayar hutang puasanya hari ini sedangkan aku hanya ingin bareng ‘sarapan’ dengannya.
“Berapa lagi hutang puasamu Cin?” tanyaku.
“Dengan hari ini, berarti tinggal 3 lagi Cin. Aku kan hutangnya 9 hari kemarin.”
“Weewww..banyak juga yaa!”
“Makanya mau dituntasin sebelum berganti tahun nih Cin! Hutangmu udah lunas semuanya ya?” tanya Lia.
“Udah sejak kemarin Ciiiinn,” jawabku. Tapi, mendadak aku menyadari sesuatu yang terlupa. “Eh, aku kan nggak ada hutang puasa kemarin Cin! Ah, baru ingat aku Cin! Kemarin kan 2 bulan lebih aku nggak normal. Hehe.”
“Ohh…iya yaa. Enaklah nggak ada hutangmu.”
“Alhamdulillah. Tahun keberuntungan mungkin Cin. Hehee.”
aku jadi teringat lagi dengan Rini dan bernostalgia tentang kenangan bersama Rini dengan menceritakannya kepada Lia.

Aku hampir ke ujung

Awalnya pun dugaku sama seperti mereka. Jika tidak datang cahaya dari arahmu. Setelah semua lebih terang, aku tersadar bahwa aku salah pilih warna cahaya. Aku ingin pulang padamu. Bersama cahaya apapun yang kau pilih. Terangi gelapku.

hampir hujung. Desember 2015

Inspirasi: Diskusi tentang Tuhan



Dan… benar saja, ternyata hujan pun mulai turun, setelah kami melewati pasar Kuok. Aku terus melaju, membawa Lia menerabas rinai hujan. Segala sesuatunya sudah aman, tidak khawatir lagi akan air hujan karena kami sudah bermantel.
“Cin, mari kita berdiskusi tentang Tuhan!” ajakku.
“Allah?”
“Iya Ciin.”
“Mari!”

Mulailah kami berdiskusi tentang segala hal yang berhubungan dengan priritas hidup, relativitas penilaian manusia, relativitas benar-salah versi manusia, hingga bagaimana caranya meraih syurga.
“Menurutku Cin, kita hanya bersaing dengan diri kita sendiri. Kita hanya harus menjadi versi yang terbaik dari diri kita. Karena, rasanya tidak adil kalau standarnya adalah standar umum. Masak kita yang sehat dan masih muda kayak gini ibadahnya disamakan dengan mereka yang nggak punya kaki dan terbatas? Ya kan? Hemmm.. yang jelas, Syurga itu banyak pintu masuknya dan Syurga itu ada banyak tingkatannya,” jelas Lia.
Aku manggut-manggut dan tersenyum. Mataku berbinar, segalanya terasa jauh lebih cerah sekarang. Terimakasih wahai sahabat. Menjadi sahabatmu adalah kemewahan bagi hidupku. Alhamdulillah.