Malam semakin pekat. Segala cerita hari menjadi lebih lekat. Hening telah menawarkan lelap yang dekat. Tapi, masih ada yang kekeh menangkis penat, memaksa sempat. Adalah Elunar yang membatu di depan coretan hikmat. Ia sedang fokus menuliskan hatinya yang pernah tersesat. Tak Sesaat.
Dear
Diary...
Hari
ini adalah hari itu. Aku bahagia bisa bertemu lagi dengannya setelah setahun tanpa temu. Tak terduga sebelumnya, ada 1 kenangan yang kembali tercuat di sela-sela canda. Tentang
betapa keras kepalanya aku dan tentang betapa gigihnya ia melunakkanku.
Tadi, aku
begitu mahir berpura. Seolah segalanya biasa saja. Meski sebenarnya rasa yang
berbeda itu tetap ada. Dan nyata. Jangan tanya kenapa, karena aku adalah wanita; betah berlama-lama dalam menikmati rahasia rasanya. Bahkan, ia bisa mengubahnya menjadi semangat yang tak terdeteksi asalnya, tak terprediksi nilainya. Itulah aku.
Kepadamu
yang disaksikan malam, aku selalu jujur menuliskan segala. Kali ini pun aku
akan jujur; Kecerobohanku di masa lalu untuk berinvestasi pada
bisnis bodoh itu memang benar kesalahanku. Tapi, aku tak menduga akhirnya ia ikut campur untuk meluruskan keputusan cacatku itu. Tebak apa yang
mendadak berdesir di hatiku sana? 'Aku akan bertahan dalam kesalahan ini karenanya'.
Dear
diary...
Kamu faham apa maksudnya? Aku bahagia karena kesalahanku itu. Bahkan aku ingin
berlama-lama salah. Tahu kenapa? Karena dengan bersalah, ia akan terus membenarkanku.
Bukan bisnis bodoh itu lagi fokusku, tapi bagaimana memperlamanya mengkhawatirkanku. Kalau aku boleh lebih jujur, aku ingin lebih lama
di saat-saat seperti ini.
Hahhaa... Memang Konyol sekali rasanya.
Melalui
torehan ini aku hanya ingin berjujur tentang hatiku. Yap, tentunya engkau saksinya.
Aku memilihmu karena bisumu. Jika kau pun bisa bicara sepertiku, aku tak akan mempercayaimu. Teruslah menjadi tempatku yang paling rahasia, izinkanlah tulisan ini tetap milik kita. Walaupun milik kita adalah
milik-Nya yang memiliki kita.
Tentang
dia?
Biarlah
Dia yang memeluknya.