Ini komposisi pagi
Gumamku ketika mata menyipit memandang nuansa pagi di luar jendela
kamar. Beranjak untuk melaksanakan sholat subuh yang diimami oleh adik sendiri
adalah nikmat tersendiri. Ia telah begitu kaya dengan hafalan-hafalan suratnya
sementara aku masih membarukan ayat-ayat usang. Rasanya begitu iri akan
ketaatannya. Kata Nilam, ia ingin memberikan mahkota terindah dan termahal
kepada mami papi. *aku semakin malu. Apakah yang selama ini ku raih akan
berubah menjadi hadiah bagi mereka kelak? Atau jangan-jangan, untuk menolongku
diriku sendiri pun bahkan tidak cukup?
***
“Nilam mau sarapan apa?”
“Terserah Mbak aja.”
Setelah kamar pecah kena bom nuklir ini ku rapikan, aku
bersiap-siap untuk membeli sarapan dan mengantarkan KTI ke Masjid Arfaunnas.
Jilbab hitamku ntah kemana, akhirnya aku menggunakan jilbab seadanya. Jilbab
coklat, baju berbunga coklat dan rok
berbelang coklat ini jadi penampilan yang cukup acak-adut. Ah, tapi aku mah
cuek aja. Biar semua orang tahu dan bisa melihatku dari yang versi paling jelek
dan urakan, sampai versi yang paling rapi dan cantik, ehehe. *emangnya ada yang
memperhatikan el? huaahhh.
“Ini KTInya harus dirangkap 3 dulu, Kak.”
Segera ku putar motor dari parkiran, eh aku ngelihat bang
Rokhim dan kak Nurul sedang duduk berdua di bawa pohon matoa. sihiiiiyyy.
“Ciyeeeeee,” kataku.