Jumat, 24 Juli 2015

Maaf, Aku Menolak


Setelah membangunkanku, papi sholat Tahajud. Aku pun ikut Tahajud karena papi pasti belum sahur juga. Setelah sholat, barulah aku sahur bersamanya.
“Pi? Papi belum sahur kan?” tanyaku setelah Tajahud.
“Lebaran hari ini.”
“Kenapa nggak puasa?”
“Yaa, istirahat ya. Sabtu kan mau berangkat, nyiapi tenga duluu.”
Aku kembali menimbang-nimbang, apakah aku yakin akan berpuasa sendirian? Besok kan hari Jumat. Kalau ternyata hari Sabtu aku nggak bisa puasa gimana? Sementara, puasa sunnah di hari Jumat kan harus ada temen harinya (kamis-jumat atau jumat-sabtu).
“Ah, kalau Papi nggak puasa El nggak puasa juga lah,” kataku sambil melepas mukena dan rebahan lagi. Kalau seandainya papi puasa kan minimal aku ada kawannya. Sendiri memang kadang sepi, pemirsaa.
Pada pukul 5 aku terbangun lagi. Kali ini karena perutku sangat melilit tak tertahankan. Aku segera berlari ke WC dan ternyata aku terkena diare parah. Benar-benar sakit rasanya. Ketika berjalan untuk wudhu, tubuhku jadi terasa gemetaran karena lemas.
“Saalll, cepeett,” teriakku supaya Salsa cepat ke luar. Aku tergeletak di dekan motor untuk menunggu Salsa selesai berwudhu.
Begitu Salsa ke luar, aku segera berwudhu dan menyusul masbuk 1 rakaat. Di rakaat ke dua, tubuhku semakin melemah dan aku sholat dengan duduk saja.
“Lemes kali loh Elaa Mii.”
“Kemarin Ummi juga gitu. Biasa aja kaleee,” kata mami.
“Ihh, ini benar-benar lemes kali El dibuatnya Mi. Perut El sakit kali rasanya.”
Aku tertidur di sudut ruang keluarga, di tempat Alfi tertidur semalam; ada kasur kecilnya. Sengaja aku menyudut, karena siapa tahu rumah mau disapu. Aku tidur dengan posisi meringkuk, karena kalau diluruskan kakinya atau telentang, maka perutku pasti mulai kerucukan lagi. Ketika sendawa, ada aroma durian ke luar dari mulutku. Tapi, kata mami itu bukan aroma durian, tapi aroma men*ret dari dalam perut. *hiii, jorkiii.
Aku jadi teringat bagaimana Salsa mengeluhkan Alfi waktu itu ketika Alfi bersendawa, “Mulutmu itu bauk telur busuk loh Fiii!” katanya. Wajar saja waktu itu Salsa sampai muntah-muntah juga. Ya, mungkin kalau sekarang aku bersendawa di dekat Salsa pun dia akan muntah. Kerucukan di perutku ini pun pasti sama persis seperti apa yang dirasakan oleh Salsa di hari lebaran kedua kemarin, “Mbak, kok rasanya di dalam perutku kayak ada kentutnya.” Yah, yang dimaksud Salsa pasti suara kerucukan itu. Hemmm.. Mbak, merasakannya sekarang  Sall…