Sekitar
16 tahun yang lalu, seorang gadis duduk malu-malu di depan seorang
dosen filsafat dan bertanya "Bagaimana caranya menerbitkan buku?" gadis
itu bertanya demikian karena dia tahu dosen ini sudah pernah menerbitkan
bukunya. Diskusi yang tidak ada lima menit itu hanya di jawab singkat
"tulislah yang ilmiah" dosen itu bahkan tidak membaca tulisan yang
disodorkan mahasiwa tersebut. Jawaban yang singkat
itu tidak pernah hilang dari ingatan si gadis muda yang berambisi
menjadi penulis. Namun, kata-kata sederhana itu tidak mudah untuk
dijalani oleh si gadis muda ini. Dia terus menulis, tetapi bukan sesuatu
yang ilmiah, dia menulis berdasarkan daya khayalnya semata, kemudian
gadis ini menerbitkan satu buku fiksi, dan dia telah menemukan
jawabannya. Sebuah "fiksi ilmiah" dalam menulis karyanya si gadis
melakukan pengamatan, membaca lebih dalam, melakukan wawancara dan
mengumpulkan data yang diperlukan. Setelah buku "ilmiah" pertamanya
terbit, ia berniat untuk pulang kampung dan menemui dosennya, tetapi
sebelum rencananya terlaksana, terdengar kabar bahwa dosen tersebut
meninggal dunia. Rencana gagal, tak ada yang bisa dilakukannya. Namun,
di tengah penulisan buku keduanya, "serial fiksi ilmiah remaja"nya, si
gadis menyelipkan penulisan untuk mengenang ucapan dari dosennya untuk
dirinya....dan inilah sebuah "filsafat" sederhana untuk mengabadikan
percakapan singkat tersebut...
Sebuah buku berjudul : LAKU LELAKU NGELAKONI LELAKON. Sebuah karya untuk mengenang sang dosen. Apresiasi banget buatmu mbak...
#Inspirasi dari Sahabat: Kisah Mbak Fitri Jayanti
#Inspirasi dari Sahabat: Kisah Mbak Fitri Jayanti