Aku masih harus menyelesaikan postinganku yang belum kelar semalam. Dan, aku tahu Nilam suntuk. Daripada dia ngelihatin aku sedang nulis yang alaynya nggak ketulungan gini, mending ku suruh dia baca buku aja.
"Bukunya nggak ada yang bagus kok. Itu-itu aja," katanya.
"Ada yang bagus tuh, baru kemarin dibeli di Gramedia kok. Carilah di situ," pintaku.
Kemudian, Nilam mengorek-ngorek tumpukan kertas, buku, pipet, aqua dan ntah apa lagi itu. hehe
"Nilam ingat Nurdin M Top?" tanyaku.
"Ingat. Teman Abi kan?"
"Nurdin M Top, loh! Masa lupa?" tanyaku memastikan. Padahal waktu kasus itu marak dulu, Nilam masih TK dan udah ngerti gituan. Sekarang udah gede ditanya malah lupa. hhaa
"Iya om Nurdin kan? Teman papi yang sering ke rumah itu kan?" jawab Nilam dengan sok yakin. Sontak saja aku dan Rini terkekeh.
"Ya Allah, Laaaam. Itu teroris loh! Kok teman Abi pula?" kataku sambil tertawa disusul tawa Nilam.
Lalu, aku mengetik kembali dengan lincah.
Karena teringat tadi malam belum minum susu, aku segera menyeduhnya. *ayo tulang, cepat donk nambah tinggi lagi. heehe aaminn.
Kali ini, aku yang menawarkan diri untuk membeli sarapan. Seperti biasa, tempar biasanya, menu biasanya, hanya saja ada tambahan porsi untuk Nilam. Setelah sarapan, Rini nyuci baju, Nilam nonton, aku yang ketiduran hiksss. Setelah Rini nyuci, Nilam nyuci, giliran aku yang nonton huaaahhh. Setelah Nilam mandi, Rini pergi, giliran aku yang nonton hueekkkk (tapi sambil nulis kok)
"Bukunya nggak ada yang bagus kok. Itu-itu aja," katanya.
"Ada yang bagus tuh, baru kemarin dibeli di Gramedia kok. Carilah di situ," pintaku.
Kemudian, Nilam mengorek-ngorek tumpukan kertas, buku, pipet, aqua dan ntah apa lagi itu. hehe
"Nilam ingat Nurdin M Top?" tanyaku.
"Ingat. Teman Abi kan?"
"Nurdin M Top, loh! Masa lupa?" tanyaku memastikan. Padahal waktu kasus itu marak dulu, Nilam masih TK dan udah ngerti gituan. Sekarang udah gede ditanya malah lupa. hhaa
"Iya om Nurdin kan? Teman papi yang sering ke rumah itu kan?" jawab Nilam dengan sok yakin. Sontak saja aku dan Rini terkekeh.
"Ya Allah, Laaaam. Itu teroris loh! Kok teman Abi pula?" kataku sambil tertawa disusul tawa Nilam.
Lalu, aku mengetik kembali dengan lincah.
Karena teringat tadi malam belum minum susu, aku segera menyeduhnya. *ayo tulang, cepat donk nambah tinggi lagi. heehe aaminn.
Kali ini, aku yang menawarkan diri untuk membeli sarapan. Seperti biasa, tempar biasanya, menu biasanya, hanya saja ada tambahan porsi untuk Nilam. Setelah sarapan, Rini nyuci baju, Nilam nonton, aku yang ketiduran hiksss. Setelah Rini nyuci, Nilam nyuci, giliran aku yang nonton huaaahhh. Setelah Nilam mandi, Rini pergi, giliran aku yang nonton hueekkkk (tapi sambil nulis kok)
Lagi
asyik-asyiknya nonton Life of Pi, si Rincuy tiba-tiba datang dan ngambil
laptopnya. Mana laptopku dipinjem bang Ucup dan belum dipulangin sejak tadi
pagi. Hooaaamm, akhirnya aku ngelanjutin baca buku Te-We-nya Gol A Gong sambil tiduran.
Nah, pemirsa masih ingat kan apa kelanjutannya kalau aku baca sambil tiduran?
Haha. Nilam maskeran dan ntah gimana ceritanya dia dan aku udah sama-sama
tertidur. Kipas angin menambah lelap di siang bolong ini semakin dalam.
Huaahhh… Kalau nggak ada laptop, emang udah bingung banget ntah mau ngapain.
Mau Andro-an sedangkan si kawan itu udah 4 hari di lemari. Dia Cuma nyala
sehari setelah dibalikin Novi, selanjutnya hanya tidur di dalam lemari di
antara tumpukan kosmetik *Andro-nya cewek banget sih ciinnn, hehe. Kadang,
sehari tanpa gangguan gadget dan hubungan dengan dunia luar itu sangat
menenangkan sekalihhh pemirsa…
Nilam
membangunkanku untuk sholat Ashar. Hoaaamm, lama amat yak aku tertidur rupanya?
Nah, masih ingat kan pemirsa tentang rumus: 0% atau 100%? Aku kalau sama sekali
nggak tidur siang nggak masalah dan nggak ngaruh apa-apa, tapi kalau disengaja
tidur siang ya nggak pernah sejarahnya cuma sebentar doank. Itungannya sih sama
aja. Eh, rugi bahkan! Karena selama tidur, artinya aku nggak produktif kan?
Hiksss. Tapi, tidur kali ini harus disyukuri karena berarti aku punya waktu
luang hari ini.
Sampai jam
16.30wib, laptop belum juga dikembalikan, Nilam gagal melanjutkan film tadi dan
langsung aja ku anterin ke pondoknya. Sebelumnya, dia ku belikan Caladine oles
buat lenting-lenting yang banyak banget di badannya. Kayaknya dia alergi gitu,
kasihan banget. Tadi aja ada yang pecah dan keluar nanah, waktu itu juga pernah
bisulan dia. Masalahnya, kalau udah pecah tu biasanya nular ke kulit bagian lain.
Semoga dah, Caladine-nya manjur soalnya sejak kecil kami memang dipakein itu
sama mamihhh.
“Mbak, apa
Umi kondangannya ke situ?” tanya Nilam ketika kami melewati tempat baralek di
pangkal jalan Manya Sakti. Awalnya, aku sedikit nggak nyambung. Tapi, akhirnya
aku yang tertawa terbahak-bahak.
“Haha! Iya
bener-bener Lam.”
Ternyata soal
sms Mami tadi yang katanya mau nyuci piring dulu dan siap-siap kondangan ke
trans.
Giliran aku
nunggu Rini di depan BEM buat ke Colour Mart. Aku nunggunya agak bablas sedikit,
karena anak-anak BEM sedang main badminton dan aku segan udah lama nggak
nongkrong di sana. Bahkan, Rini yang baru jadi TIM PPRU aja jauh lebih enjoy ke
sana. BEM itu lebih kayak rumahnya Rini daripada rumahku hehe. Gile ya si kawan
satu ini main nikung ajeee. Hihiii. Tujuan utama kami adalah beli beras yang
10kg, Topi Koki aja biar hemat. Hehe. Aku juga beli Quacker Oat seberat 800Gr
Rp 32.700, semoga aku doyan dan istiqomah sarapan pakai itu setiap harinya.
*yakin banget nih, kalau rutin bakal cepet banget kurusnya. Secara, itu tinggi
protein dan nggak berlemak sama sekali dan tinggi serat. Semoga aja.
Mampir di
Brebes dan menikmati sepiring mie goreng khas Brebes ini sambil menyaksikan
senja bergulir. Suapan terakhir kami disambut gema Azan dari jalan sebelah:
Balam Sakti. Aku dan Rini melaju melewati jalan pintas menuju Balam Sakti,
karena di ujung Manyar Sakti sedang ada pesta dan jalan diblok. Eh, malah bang
Ucupnya nggak ada di kosan dan kami segera pulang. Sempat ngelihat bang Un tadi
di depan warung, aku menyapanya dan ia pun menjawad: Oiyyy! Wajahnya semakin
kusut, aku pun semakin merasa takut. Hiksss. Tolong bantu hamba berbuat sesuatu
ya Allah…
“Aku langsung
angkat baju ah dari jemuran! Jangan kayak si kawan ini yang ngangkat jemurannya
seminggu kemudian, heheh,” sindirku kepada Rini.
Seperti
biasanya, semua pakaian ku bawa masuk ke dalam kamar. Yang lembab, ku gantung
di jendela kamar supaya paginya udah kering aja karena terkena kipas angin.
Dan, bisa ku setrika semuanya deh besok ye yeee! Aku udah mencicipi rasa Oatnya
dan mirip banget dengan energen. Cuma aja, yang ini lebih hambar dan aku yakin
nggak banyak orang menyukainya kecuali yang bener-bener diet atau pengen sehat.
Cin, mu harus
baca buku Notes from Qatarnya bang Muh. Assad ini. Sederhana dan bernilai
bukunya. Banyak banget yang ngasih apresiasi sebelum diterbitkan, kata
pengantarnya aja dari 4 orang, termasuk pak JK. Aku saranin Huyaaah!
Alang-alangmu minta juga bang Assad buat kata pengantarnya, mbak Asma Nadia,
Ust. Tajudin, Mbak Oki Setiana Dewi, Meyda Safira, Mbak Sugi dan lain-lain.
Demikian
pesan singkat Lia yang masuk petang ini. Aku terharu, dia pasti baru saja
terhipnotis dengan buknya bang Assad yang baru dibelinya kemarin bersamaku di
Gramedia.
Huaaah, kece
badai yak Cin? Tapi, aku belum ad aide gimana caranya melobi mereka, hemmm.
Jawabku,
tidak terlalu bersemangat.
Keluarin
jurus kecemu. Kalau mau dibantuin boleh juga buat bang Assad dan mbak Oki serta
mbak Meyda deh ^_^ Juga minta kak Vivien kasi testimony, bang Zul, teman-teman
dijawa, kalo bisa teman-teman Thailand juga, bilang aja kasih testimony
tentangmu juga boleh. Soalnya buku bang Assad nih ada 25an yang kasih
testimoninya, hihii
Tambah Lia
lagi. Semangatnya sedang berapi-api nampaknya. Biasanya, jam segini dia nggak
pernah megang HP karena udah sibuk ngurusin anak-anaknya.
As soon Cin.
Harus dieksekusi nih cin. Makacih ya dukungannya ^_^
Numberless
cin. Aku yakin, bukumu akan membludak dan semakin cepat difilmkan. Aaamiin.
Sejujurnya,
tadi pagi aku udah hampir meng-sms-nya. Tapi urung, karena teringat rasa
gelisahku yang belum sepenuhnya mereda. Aku hanya takut, ini adalah firasat
perpisahan lagi. Seperti halnya firasat-firasat burukku lainnya selama ini
*termasuk dengan si pemblokir pertemanan. Aku tahu, dia sudah tahu dengan
caraku berteman yang tidak normal. Tapi, aku takut suatu saat dia tidak mau
tahu lagi tentang semua itu dan tinggallah aku yang kembali kecewa. Hiksss. So,
I just on trying to become normaler as she realize in command case. hiksss
Tidak ada komentar:
Posting Komentar