"Seriusan? Hari ini?" tanyaku heran.
"Iya. 22 April kan? Hayooo, mu belum lihat facebook ya?" tanya Lia lagi.
Aku terdiam sejenak dan terlintas sesuatu di ingatan.
"Ah, ngapain ngucapin sama dia? Ulang tahunku aja nggak pernah diucapinnya, kok!" tutupku. Lia hanya tertawa melihat tingkahku yang sok cuek.
"Eh, boleh juga lah ngucapin. Ntar aku tulis di blog dan aku kirimkan alamatnya ke Bang Zul. Lumayan juga buat nambah-nambah daftar pengunjung blogku. hehe" *otak bisnis. ahaa
So, this time is coming. Happy reading ya Bang ^_^
Selamat ulang tahun, semoga umurnya berkah
1. Mendapat pengampunan atas usia yang telah berlalu dan
2. Mendapat petunjuk untuk menggunakan usia yang tersisa sebaik-baiknya.
Semoga S2nya dimudahkan Allah, dibaikkan Allah rezekinya dan disegerakan penyempurnaan separuh agamanya. aamiin.
Ini ulang tahun yang ke 26th ya bang? hiksss, nggak terasa udah tua ya sekarang, bang. hehee
Usia boleh saja menua, tapi jiwamu semoga tetap muda. ^_^
Sedikit Elis akan mengulang cerita dari masa lalu ketika abang ikut menjadi aktor di dalam film Elis. hehe. Selamat menyaksikan pemirsa ^_^
***
Di sebuah siang yang kurang berpihak...
"Iya, Dek. Tahun ini seluruh peserta wajib berbahasa Inggris ketika presentasi. Nah, makanya kita memilih juri yang semuanya bisa berbahasa Inggris. Harapannya semoga tahun ini bUR bisa go nasional, Dek," jelas Kak Epi. Ia adalah seniorku di pendidikan Ekonomi dan dialah ketua panitia pemilihan MAWAPRES tahun ini.
Bagai dipeluk mentari: panas. Tubuhku seketika bercucuran keringat mendengar penuturan kak Epi barusan. Ia membaca perasaanku dan memberikan semangat agar aku tetap melanjutkan niat.
"Ohhh... Elis ikutan MAWAPRES? hehh!" tiba-tiba kak Rahma: teman kak Epi juga, berkomentar dengan nada menyepelekan. Sebenarnya aku tidak terima, tapi posisiku yang sedang mengasihani diri sendiri ini lebih menyeretku untuk diam daripada melawan.
Sesaat kemudian, aku sudah berada di kamarku.
Merenungi betapa lemahnya diriku. Bukan lemah fisik (eh, fisik iya juga sih), tapi lebih tepatnya lemah ilmu. Mendengar bahasa Inggris aja udah kocar-kacir rasanya. Ah, apakah mimpiku yang terlalu tinggi dan tak tahu tepi?
"Cin, kenapa mesti takut sih?" Kan ada Aku di sini," tutur wanita bersuara lembut di seberang telpon. Dia adalah Lia (yang kini menjadi cintaku ^_^, pengganti sosok sahabat yang dulu pernah ada. Dulu. ya, dulu). Ntah kenapa, kegelisahan ini justru menuntunku kepada dirinya. Ah, teman macam apa aku ini? Hanya mencari dan merengek kepadanya ketika aku membutuhkan ulurannya. hiksss
"Tapi waktunya tinggal seminggu lagi, Cin. Belajar Bahasa Inggris macam apa dalam sisa waktu seminggu ini?"
"Bisa. Insya Allah bisa. Aku akan menolongmu, Cin."
Menyadariku yang tidak lagi menjawab apa-apa, Lia kembali angkat bicara,
"Cin! Orang gagal mengikuti MAWAPRES itu biasanya karena 2 hal: KTI atau Bahasa Inggris. Nah, contohnya aku. Aku gagal nyoba karena KTIku belum selesai. Mu? Udah selesai bahkan. Percayalah Cin, bahasa Inggris itu nggak sesulit yang kamu fikirkan."
Lia bagai sosok motivator bagiku. Berkat dukungannya, aku menarik kembali niatku untuk mengundurkan diri dari pemilihan ini. Ah, lagian sejak kemarin aku sudah cukup dihantui dengan poster-poster di mading yang bertuliskan: Are you the next?. Foto bang Zulkariman itu yang membuatku iri sejadi-jadinya. Ah, andaikan fotoku yang terpajang di sana. Andaikan ini. Andaikan itu. Heloooo, sudah keasyikan berandai-andai ria tapi aku belum juga ngapa-ngapain sejak tadi siang. hiksss.
"Rin Tandatangan di sini ya!," aku mengulurkan selembar kertar kepada Rini.
"Apa ini El?"
"Bacalah! Ini ikrarku Rin. Sejak hari ini, aku menyatakan akan terus maju untuk berjuang di pemilihan MAWAPRES!!! Bismillah," ucapku dengan penuh semangat.
Rini membaca tulisan dengan menggunakan spidol yang tintanya bocor ke sana kemari, mengotori kertas putih yang memang bukan kertas baru itu. Ah, aku tidak ingin mengubahnya. Biarlah ia buruk penampilannya, tapi maknanya jangan dikira.
Kertas Usang yang Tetap Terpasang |
Kertas ini bagai cambuk bagiku. Malam ini aku akan memulai belajar bahasa inggris. Yang pertama kali ku lakukan adalah membuat intisari dari KTIku dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris dengan bantuan mbah goole.
ZUL KARIMAN.
Tiba-tiba aku teringat lagi dengan nama itu. Segera ku raih HP dan mulailah aku mengetik dengan lincah.
Assalamualaikum Kak, ada nomor HP bang Zulkariman? Kalau ada, Elis mau donk. maaciihh
Sesaat kemudian, pesanku berbalas:
Ada dek, ini 0852XXXXXXX
Setelah nomor keramat ini dalam genggaman, aku bimbang. Mungkinkah seorang mahasiswa jelata seperti aku menghubungi bintang seperti dirinya? Ah, mungkin juga dia sedang sibuk. Sms aja deh!
Assalamualaikum Bang, saya Elysa dari Pendidikan Ekonomi_FKIP. Saya hampir drop dan tidak jadi mencoba seleksi ini tadi. Makanya, sekarang saya mau sedikit bertanya-tanya kepada Abang. *balasnya kalau abang sempat aja. Makasih, Bang.
Ku tekan tombol send.
Aku dan seluruh teman-teman di lantai bawah bersama-sama ke lantai 2 untuk menjenguk Sri yang ayahnya baru meninggal seminggu yang lalu. Aku sedih. Tiba-tiba terbayang dengan jelas kedua wajah penuh cinta di pelupuk mataku. Aku belum bisa membahagiakan mereka. Bahkan aku belum berbuat apa-apa. Jika Engkau mengambil mereka sekarang, sungguh aku belum sanggup ya Allah! Jangan! Aku mohon jangan. Izinkan hamba berbuat lebih banyak lagi.
Drettt drettt
IHPku bergetar.
Ku keluarkan dari sakuku dan..... Bang Zul, tertera di sana. APA!!!
Aku jadi agak linglung. Masih tidak percaya bahwa aku sedang ditelpon olehnya. Ah, mungkin cuma misscall doank, fikirku. Tapi tidak, ia menelponku untuk yang kedua kalinya. Aku bergegas mengangkatnya dan memberi kode kepada yang lainnya untuk izin.
"... are you sure? I am sure that you can speak English. Let us try now," bujuk bang Zul setelah aku bercerita ngalor ngidul.
Aku kikuk. Tapi, ku terima tantangannya dengan kemampuan bahasa seadanya,
"...maybe i need practice lebih sering lagi," ah, bahasa macam apa ini?. Karena aku tidak ingin bang Zul lebih banyak lagi melihat kebodohanku, aku menyudahinya.
"Makasih banyak ya, Bang atas waktunya," tutupku.
Seminggu kemudian,
Bang, Elis udah tampil. Alhamdulillah lancar. Ini baru aja kelar. Bang tahu nggak, cuma Elis ternyata yang berbahasa Inggris sampai akhir presentasi. Makasih ya Bang ilmunya.
Aku segera mengabari bang Zul ketika ke luar dari ruang senat.
Syukurlah kalau gitu. Selamat ya...
Hey!!! Dia langsung membalas smsku. Ah, seminggu ini adalah masa yang cukup bagiku untuk memaklumi pesan-pesan harianku yang tidak pernah dibalasnya. Memang, ia selalu menelvonku malamnya. Tapi aku kan sedang butuh jawaban tadi siang. Aku segera sadar diri dan menutup rapat-rapat egoku itu. Siapalah aku yang menuntut dirinya?
3 hari berikutnya adalah masa-masa berat bagiku.
Pihak kemahasiswaan belum juga mengumumkan siapa kandidat dari FKIP itu padahal sore ini adalah jadwal teknikal meeting (TM) seluruh finalis MAWAPRES universitas. Dengan sebuah inisiatif dan semangat yang tinggi, aku menghadiri TM itu. Niat hati ingin mengaku sebagai finalis dari FKIP, tapi apa daya kesempatan tak sampai.
"Ada lagi yang belum dapat nomor undian?" tanya kak Epi.
"Itu. Kakak yang baju ungu itu belum, Kak," kata salah seorang finalis dari FISIP sambil menunjuk ke arahku. Aku salah tingkah. Tapi, apa yang dilakukan oleh kak Epi? Ia tidak merespon perkataan finalis tadi dan mengkodeku untuk duduk di dekatnya.
"Siapa lagi yang belum ngambil? Nggak ada ya? Uda semua kan? Sipp!" ujar kak Epi bagai menganggap yang tadi hanya angin lalu. Sementara finalis tadi tetap memandang ke arahku beberapa saat. Mungkin dia keheranan, kalau bukan finalis lantas kenapa aku di sini? hhhaa
Aku pulang dengan senyuman.
Aku telah melakukan sesuatu yang tidak difikirkan oleh kandidat FKIP lainnya. Jika pun bukan aku yang menang, aku akan memberikan informasi ini kepada dia yang beruntung itu. Setidaknya aku sudah berhasil bermanfaat untuk orang lain. Dan, semoga tahun depan keadaan berpihak kepadaku. aamiin.
Esok hari, pengumuman yang setiap harinya ku nantikan penuh debar itu belum juga bergema. Ah, kapan lagi kalau bukan sekarang? Bukankah besok seleksi tingkat Universitas sudah dimulai? Aku nekat mengetuk pintu pak Almasdi, salah seorang juri.
"... yang menang itu si Vivien dan si Feri, Elysa," jelas pak Al.
Bagai disambar petir di tengah siang nan terik. Aku tergagap. Telah terlalu yakin bahwa Allah akan memenangkanku karena Ia telah menyaksikan perjuanganku selama ini.
"Elysa kurangnya dibagian mana ya Pak?" tanyaku. Setidaknya aku tidak kalah konyol. Harus ada ilmu dan perbaikan yang akan ku jelang.
"Karena ini pemilihan Mahasiswa Berprestasi, ya memang prestasi jadi penilaian utama juga, Sa. Elysa kurangnya di prestasinya itu," jelas pak Al.
Setelah mengucapkan terimakasih kepada pak Al, aku pulang ke kosan. Apalagi kalau bukan untuk menumpahkan segalanya? Berharap ada Rini di kamar, tapi yang ku temui hanyalah kamar hening. Di dalamnya, aku menangis sejadi-jadinya. Tangisan ini bukan melulu tentang kekecewaan, tapi juga tentang cara peluapan perasaan. Sebab, tak selalu aku mampu menyimpan semuanya dengan tipuan senyum. Inilah caraku memuaskan rasa. Setelah mereda, ku harap tiada gulana yang tertinggal di dada.
"Elis gagal, Bang," ujarku di sela-sela langkah menuju kelas Matematika Ekonomi siang ini.
"Nangis?" tanya bang Zul, singkat.
"Tadi."
2014 akhirnya merebut kedudukan 2013. Tahun telah berganti dengan pakaian baru.
Dengan bangga dan penuh kesyukuran, telah ku sandang selempang idaman di bahuku: 3rd MAWAPRES UR, demikian yang tertulis di sini. Ini adalah hari pendidikan, 2 mei, sekaligus ulang tahun papi.
"Pi, El hadiahkan kemenangan ini buat papi. Dan sebuah kado tambahan bahwa El diundang ke Thailand bulan Juni mendatang. Hadiah 3 juta yang El dapatkan ini, izinkan El gunakan untuk mendukung mimpi El keliling dunia, ya Pi?" ucapku dengan lembut. Papa terharu di sana, tapi ia tak berkata sok puitis apalagi memujiku berlebihan.
"Alhamdulillah kalau begitu," hanya itu. Bukan Papi namanya kalau memuji anak-anaknya serta merta. Belum pernah terjadi rasanya. Tapi, ia tetaplah papi tercinta yang cintanya tiada dua.
Bang, thanks ya atas semuanya, Bathinku.
Sosok yang sudah setahun ku kagumi itu sudah lama tak ku ketahui kabarnya. Ah, kenapa dia tak datang melihatku di sini? Mungkin dia sibuk. Hanya itu yang bisa ku dugakan kepadanya.
Sejak usainya pemilihan tahu lalu, aku bagai kehilangan alasan untuk bercerita lebih banyak lagi dengannya. Bercerita tentang apa saja yang bisa dibagi menjadi cerita. Siasat dan berbagai celah tidak lagi ingin ku andalkan. Ah, lagi-lagi siapalah aku yang mengharapkannya? Sudah setahun berlalu, ternyata aku sanggup melewati segalanya. Segala rasa dengan aneka warna yang kadang tak tahu waktu dalam menyapa. Karena pada akhirnya, yang tersisa hanyalah cerita dari segala sua. Aku benar-benar mengandalkan logika untuk membunuh rasa. Biarlah waktu yang akan sempurna berbahasa atau sempurna gagal berbahasa.
***
Tanpa revisi ulang, tanpa edit dan tanpa dicheck lagi. Maklum aja kalau banyak salahnya ya...
*Semoga suka ^_^
Inspirasi dan motivasi yang dulu pernah bang bagikan ke Elis itu sekarang udah beranak pinak bang. Tahun ini Elis resmi dilantik sebagai pengurus UR Cendikia, sebagai Co. researchnya dan nggak nanggung-nanggung dipercaya menjadi ketua pelaksana pemilihan MAWAPRES tahun ini. Banyak perubahan yang Eli rancang kali ini bang:
1. Pakai seleksi psikotes non teks. Artinya, kami menilai kepribadian finalis melalui interview dan dinamika kelompok dan brainstorming. Supaya lebih natural dan kelihatan.
2. Seluruh alumni pemilihan MAWAPRES otomatis tergabung dalam MURC (MAWAPRES UR Community) di bawah naungan URC
3. Juara utamanya otomatis menjadi koordinator/ketua komunitas MURC tahun ini dan mereka harus punya agenda kerja. Salah satunya adalah membina kader-kader MAWAPRES di fakultasnya masing-masing agar meningkat kualitasnya.
4. Akan ada pertanyaan di hari penganugerahan untuk 10 besar. Pertanyaan ini dibuat langsung oleh dewan juri dan akan dianugerahi MAWAPRES FAVORIT PILIHAN PENONTON. Tujuannya supaya berkesan di hati para penonton dan mereka terhipnotis untuk ikut berpartisipasi tahun depan. hehee
5. 5 orang juri tahun ini akan menjadi pembina kami seterusnya.
Teruskan menebar virus-virus itu kemana dan di mana pun abang berada.
Percayalah (dan sudah seharusnya percaya) bahwa kebaikan akan kembali kepada pemiliknya dengan limpah ruang berkah yang tiada terkira. Jika setiap orang rela membagikan cahayanya untuk menerangi dunia, maka bayangkanlah jika seluruh cahaya bersatu di angkasa, seindah apakah malam-malam kita? ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar