Sejak semalam, aku mengukuhkan tekad untuk ke prodi hari ini. Kemarin, lagi-lagi nggak jadi karena alasan psikologis. Sengaja memang, aku tidak menulis apapun pagi ini untuk menghindari kecanduan. Aku berencana untuk membaca file PENAPPUCINO yang udah direvisi dek Romi kemarin. Lah? Malah nggak bisa dibuka dilaptopku. Padahal di laptopnya Rini bisa. Aku mencurigai latopku yang sudah sangat full memorynya sehingga nggak bisa membuka file, termasuk foto juga nggak bisa. Hiksss.
Aku membuka satu per satu file di locak disk. Siapa tahu ada yang bisa ku eliminasi. Dan, yang paling banyak memberati memori itu adalah foto-fotoku dan videonya. Huaahhh, aku terpaksa harus menyeleksinya kembali. Setiap hari pasti ada foto-fotonya, memang udah kebiasaanku untuk keperluan pengupdetan di blog bro. Tapi, beberapa menit menyeleksi file-file itu sambil telungkup, kok rasanya ngantuk yak? Huahh, tidur bentar ah. Eh, pas bangun udah jam 08.00wib aja. Giliran kepala Barbie yang sakit pula, kayak sedang kelaperan gitu rasanya. Ah, apa mungkin aku nggak cocok makan gandum? Atau makan oatsnya tadi terlalu sedikit? Habisnya eneg sih kalau kebanyakan, soalnya aku nggak nyeduh pakai susu *alasan penghematan, lagi-lagi, ehhe.
Umil datang ke kos buat minta tanda tangan proposal. *dia memang luar biasa. Dan, kamarku masih dalam keadaan kena bom nuklir gini. Hiksss, segan kali awak *colek umil.
Aku membuka satu per satu file di locak disk. Siapa tahu ada yang bisa ku eliminasi. Dan, yang paling banyak memberati memori itu adalah foto-fotoku dan videonya. Huaahhh, aku terpaksa harus menyeleksinya kembali. Setiap hari pasti ada foto-fotonya, memang udah kebiasaanku untuk keperluan pengupdetan di blog bro. Tapi, beberapa menit menyeleksi file-file itu sambil telungkup, kok rasanya ngantuk yak? Huahh, tidur bentar ah. Eh, pas bangun udah jam 08.00wib aja. Giliran kepala Barbie yang sakit pula, kayak sedang kelaperan gitu rasanya. Ah, apa mungkin aku nggak cocok makan gandum? Atau makan oatsnya tadi terlalu sedikit? Habisnya eneg sih kalau kebanyakan, soalnya aku nggak nyeduh pakai susu *alasan penghematan, lagi-lagi, ehhe.

“Awak belum ada latihan loh, Mamake.”
“Latihan apa, Mil?”
“Buat 10 besar nanti. Siapa tahu awak masuk terus waktu ditanya malah hancur menjawabnya. Huaahh, malu kali awak, Mamake.”
“Emang yakin masuk 10 besar?” tanyaku *sinis, hehe.
“Nggak yakin, Mamake. Tapi, awak siap-siap ajalah siapa tahu masuk kan? Daripada awak bikin malu nggak bsia jawab nanti.
Yaumil bahkan lebih yakin dirinya menjadi nomor terbelakang (ke-19) dari 19 orang finalis yang ada. Hihiii, dia menganggap dirinya adalah yang paling buruk di antara semua yang ada. Hehe. *kita lihat aja becok, ya Milll. Jadi penasaran apa yang akan terjadi pada Yaumil besok pemirsaaa, hehe.”
Akhirnya, aku mengulang sarapan juga. Pesan lauk dan makan dengan nasi yang udah dimasak Rincek semalam. Ah,,,, barulah lega rasanya karena udah kenyang, hehe. Nah, giliran beres-beres kamar nih. Ah, tentang ke prodi itu lebih baik ku tanyakan saja kepada hari esok yang semoga masih ramah kepadaku. Kadang, untuk melakukan sesuatu yang selalu gagal ku laksanakan, aku berpantang untuk merencanakannya matang-matang, just let it be! Biarkan saja dia mengalir. Prinsip ‘mendadak’ aja. Kayak kemarin, waktu nemuin pak Sua, mana ada rencana, tiba-tiba “ah, ketemu pak Sua ahhh,” Jadi deh! Haha.
Aku dijemput Lia untuk sama-sama melepas keberangkatan Yudi dan dek Melati. Setelah sholat Zhuhur bersama di kosanku, kami melaju. Duh, rasanya seperti kami yang akan berangkat aja.
“Cin, kapan terakhir kali kita ke sini ya?” tanyaku kepada Lia ketika baru memasuki kawasan bandara.
“Oktober, Cin. Duh, ini udah akhri April yak? Huhuu, kapan kita terbang lagi, Cin?”
“Aku pas ke sini kemarin naik taxi ya, Cin? Atau diantar siapa?”
“Ingat peristiwa gamismu koyak?”
“Hah?” gamis koyak?” tanyaku terkejut (merenung sejenak). “Oawalaaahhh. Iya iya. Haha. Terus, pas baru datang aku marah-marah ngomongnya kan? Ku bilang firasatku buruk, jamku patah lah, kunci kamarku patah lah, ikat rambutku patahlah,”
“Cuaca mendung pula kan waktu itu?”
“Iya! Aku udah berfikir buruk aja waktu itu, Cin. Eh, ternyata (seperti host SILET), kita juara 2, hehehe,” kataku.
“Allah punya rencana, Cin.”
Sempat juga kami narsis di escalator sebelum mencapai lobi bandara. Ah, ternyata di sana sudah ada dek Teguh dan dek Jhon. Aku fikir, mereka nggak bisa nganterin. Jadi ngumpul lagi deh keluarga besarku ini hehe.
“Dek Melati mana?” tanyaku kepada Yudi.
“Tuh lagi nelvon,” jawab dek Jhon yang kebetulan di samping pojok tempat duduk Melati.
Aku dan Lia langsung menyapa dek Melati dengan pertanyaan bertubi-tubi *kakak macam apa ini? haha. Dek Melati ini memang luar biasa, mendengar ceritanya tadi membuatku membaca diri. *aku mah apa atuhh? hehe. Ternyata dek Mel buanyak banget lulus ini itu, tapi banyak juga yang nggak bisa dia ikuti karena terkendala dengan dana. Ah, ini memang cerita klasik bagi para pemain exchange seperti kami, hiksss bukan hanya untuk keberangkatan ke luar negeri sih, di dalam negeri juga sulit. Tapi, however aku bersyukur banget untuk keadaanku saat ini karena Allah telah memberiku banyak sekali kesempatan mengenyam perjalanan. *sekarang aku sudah tua pemirsa…
“Cin, buru-buru ke Panam, nggak?” tanya buk Supir.
“Nggak Cin. Kenape?”
“Kita ke kantor pajak dulu ya. Soalnya bang Saide ada minta tolong nih buat nanyain pengurusan pajak motornya. Sementara, motornya ternyata dibawa ke Surabaya.”
“Oke… Capcus!”
Di perjalanan ke Panam, aku terus waspada memandangi langit. Ingin sekali rasanya melihat City Link-nya Yudi dan Melati lewat di atas sana dan aku akan segera tersenyum sambil menunjuknya. Tapi, hingga di Arifin Ahmad pun, bunyi mau pun wujud pesawat itu tidak juga tertangkap oleh pandangan mata. Langit yang tadinya sempurna cerahnya, kini mulai diluasi mendung di beberapa bagian. HP Yudi sudah tidak aktif lagi ternyata, pasti dia sudah di atas awan hemmmm. Tapi, aku tak juga jemu menekuk leher, mengedarkan pandangan ke angkasa, hingga Panam menyambut barulah aku usai. hiksss, selamat terbang kawan ^_^ Doa kami menyertai.
Mencari makan bersama Lia ternyata bukan perkara biasa, pemirsaaa. Di Bina Krida kami berburu makanan yang sesuai dengan budget (Lia) yang tinggal Rp 20.000, supaya cukup buat makan siangku dan dia. hiksss, *lapangkan rezeki kami ya Allah. Aku mengajak Lia ke RM. Mandiri yang Cuma Rp 8000 dan udah plus teh es, tapi ternyata di TKP doi nggak nemu lauk yang cocok dengannya. Lanjut, aku ngajak dia ke Ampera Novi Jaya dan ternyata di sana pun dia nggak nemuin lauk yang pas.
“Ke Pondok Hijau ajalah kita, Cin?” pintanya. “Maaf ya? Aku emang agak rempong kalau soal makanan, Cin. hiksss, susah ya?”
“Hihihi, si Rincuy juga gitu, Cin. Emang ya, paling enak tuh kalau ngajak aku makan karena apapun itu aku pasti suka selagi halal, hehe.”
Di Pondoh Hijau, aku jadi ikutan Lia mesen Ikan Nila Bakar, hemmm..nyummii.
“Bu, tambah perkedel 1 ya?” pintaku. Tapi, ketika aku akan duduk, “Eh, aku lupa! Uangmu nggak cukup kan Cin? hehe mau sok mesan perkedel pula?hehe,” aku pun membatalkan sang perkedel untuk menyinggahi piringku, hiksss… sory ya perkedel.
Oh ya, aku teringat sesuatu. Lebih dari seminggu yang lalu, aku nanya ke DIVA Press tentang lowongan penerimaan naskah dengan sistem beli putus. Dan, tadi pagi aku sempet lihat FB sebentar dan katanya bisa, tapi hanya untuk naskah non fiksi saja. Aku sedang mikir nih, kira-kira apa ya yang mau ku tulis untuk buku itu? Kemarin-kemarin sih sempat terfikir, tapi pas dibutuhin gini wallahualam ntah kemana tuh ide. Ah, nanti deh ku cek lagi buku saktiku itu.
Lia mengantarkanku pulang ke tempat yang benar: kamarku, hehe.
Sebelum pulang, dia membawa 1 buku Januari yang udah ditandatangani olehku, Yudi dan Rini, buat bang Yopi. Oh iya, hampir lupa, tadi pagi Yudi juga ku bekali dengan 15 eksemplar buku Januari, kataku:
“Kalau bukunya nggak laku, jangan pulang ke Pekanbaru!” haha *Emak kerjam.
1 jam di kamar sudah cukup mengeringkan keringat, menuliskan kisah 1 halaman A4 dan mengendurkan otot-otot yang kaku *lah? emang tadi habis ngapain neng? Habis makan toh?hehe. Lanjut, sholat Ashar dan bergegas ke halaman rektorat untuk rapat dengan para finalis MAWAPRES. Aku jalan kaki, biar lemak-lemak ikan Nila tadi pada rontok semua.
“Cin, kayaknya info MTQ Mahasiswa bakalan dadakan nih. Nah, jadi kita harus ancang-ancang sejak sekarang apa ide yang bakal kita olah nanti. Nah, kalau seandainya boleh berkelompok, aku ingin sama mu dan Rini. Tapi, kalau seandainya hanya boleh berdua, aku mau sekelompok dengan Rini, Cin. Aku pengen menerbangkan dia pula sebelum kita wisuda.”
“Subhanallah! Iya ya, Cin. Rini juga harus mengepakkan sayap seperti kita,” ehhaaakkkk...
Di depan rektorat UR, di bawah pepohonan Ekaliptus yang sudah tidak serapat dulu (kadang, aku mikir, kenapa sih kampus ini hobi banget nebang pohon? Padahal menurutku nggak mengganggu dan nggak parah lebatnya: tetap indah dan asri kok!. Tapi, ilmuku belum sampai ke sana. insya allah aku pengen banget cari tahu ntar. ini kok jadi ngomongi pohon yak?), ada Yaumil, Okta, dek Fauzan, dek Teguh, dek Raja, dek novi, dek Zafitra, dek Adli dan tentunya ada aku yang kece badai cetar membahana ini, hehe *lempar tomat busuuk!. Aku menyampaikan teknis penganugerahan MAWAPRES tanggal Mei besok. Nah, inilah rangkumannya:
1. Seluruh FINALIS mengikuti Upacara Hari Pendidikan Nasional di halaman rektorat UR pada tanggal Mei 2015
2. Setelah upacara, FINALIS langsung hadir di Sutan balia, FISIP UR
3. Parade ke-19 FINALIS sebelum pembukaan acara
4. Pengumuman 10 besar dan langsung diberikan pertanyaan secara acak (pertanyaan sudah tersedia dan dibuat langsung oleh dewan juri)
5. Pengumuman 5 besar (hasil penilaian dewan juri sesuai panduan DIKTI)
6. FINALIS di parade-kan lagi dan diumumkan 3 special award: MAWAPRES INTELEGENCIA, MAWAPRES Favorit dengan Like FB terbanyak dan MAWAPRES PERSAHABATAN.
7. Pengumuman 3 pemenang utama (Juara 1, 2 dan 3)
“Kak, seharusnya ada juga MAWAPRES terbaik dari Eksak dan Non Eksak,” dek Adli sepertinya berambisi untuk menjadi pemenang, pemirsa. Memang bener-bener adeknya Azhari nih, *dari segi wajah, hehe. Ada lagi beberapa sarannya yang terlihat berambisi, “Kak, sebaiknya ada MAWAPRES PERSAHABATAN,” kalau yang ini kami semua setuju. “Kak, seharusnya ada MAWAPRES terbaik dari cowok dan ceweknya, laah!” ada lagi permintaannya gini: “Kak, aku sarankan ada juga DUTA MAWAPRES 2015-nya,” kalau yang satu ini langsung dijawab oleh dek Okta: “Duta itulah pemenang 1-nya sekaligus, nggak bisa dibeda-bedakan.” Dek Teguh juga menjawab, “Nanti kalau terlalu banyak penganugerahan gitu hilang sakralnya, disusul dengan teman-teman yang lainnya, “Kalau dianugerahi semua itu namanya pembagian door prise tuh kak, hahaha” ini pendapat Zafitra. haha, lucu-lucu aja nih bocah-bocah.
Setelah segala hal yang perlu tersampaikan sudah clear, aku berjalan kaki dengan Novi.
“Dek, kalau Adek bisa memilih, Adek lebih milih jadi juara 3 tahun ini atau lebih baik nggak menang supaya tahun depan bisa coba lagi dan langsung jadi pemenang utamanya? Kan, Adek sekarang masih semester 4, masih banyak banget kesempatan untuk mencoba.”
“Kalau Novi sih pengennya nggak menang dulu, Kak. Kalau Novi menang, Novi pasti berhenti mencoba kan Kak? Tapi, apapun yang Allah berikan untuk Novi, itulah yang terbaik. yang penting Novi udah mencoba dengan maksimal, Kak.” jawaban diplomatis. *plok plok plok.
Kami berpisah di pertigaan; Novi mampir nontonin temannya yang sedang bertanding futsal sedangkan aku lurus ke jalan pintas ke kosan terindah, hehe. Yudi ngabarin aku bahwa dia udah sampai dan sedang menuju ke Cibubur; lokasi acara FIM-nya. Good luck ya Broo!
Ah, aku baru sadar 1 hal : pantesan aja tadi City Link-nya Yudi kgak kelihatan, kan aku dan Lia dan agak-agak 10 menitan juga ngobrol dengan si bapak di kantor Pajak. hehe, pantesan ajaaaaa,,, hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar