Teringat bahwa hari ini ada janji memaksa tubuh lelahku untuk tetap pergi. Padahal, raga masih menagih untuk diistirahatkan. Setelah sarapan dan sempat tertidur kembali, aku bergegas ke Ruang Serbaguna FKIP bersama Rini. Ternyata acara bahkan belum dimulai, tadinya ku fikir sudah terlambat. Akhirnya aku ke BEM FKIP Celebration di halaman samping Pendidikan Bahasa Indonesia. Ada perlombaan Rangking 1 ternyata dan Okta jadi MCnya. Aku duduk di antara finalis KTI Nasional yang luar biasa.
“Eh, ternyata ada kak Elis di sana. Hai cantiiik?” sapa
Okta. Aku salah tingkah.
tak habis di situ, setelah perlombaan usai, mulailah ia
bertingkah lagi.
“Duh, kita mau ngapain nih, Robi?” tanyanya kepada dek Robi
di sebelahnya.
“Oh ya, setelah ini ada penampilan dari kak Elis untuk
bernyanyi. HIMA PEKON setuju kannnnn?” lanjutnya lagi dan disahuti dengan
teriakan ‘setuju’ oleh adik-adikku di stand HIMA PEKON.
“Kak Elis ini adalah orang yang luar biasa. Sudah sering
menang ini itu, sudah pernah ke luar negeri. Nah, bagi yang mau nanya-nanya
info lomba apa pun, silahkan tanya langsung aja. Lihat tuh hijabnya cantiiik
kan? Silahkan belajar berhijab dengannya. Oh ya, kalau teman-teman mau tahu aktivitas hariannya,
silahkan langsung berkunjung ke blognya, elysa.rizka.blogspot.com yaa. Ada
cerita tentang gueee juga loh di sanaa…yeeyyy.”
Aku sudah beranjak sejak pujian keduanya. Segan banget
dipuji gitu. *padahal seneng tuh? hehe. Okta mengira aku malu makanya berlalu,
padahal acara IMAMI memang sudah memanggilku. Setelah aku duduk di barisan
kursi cewek paling depan di ruang serbaguna FKIP, acara dibuka. Bang Novri Andi
Yulan adalah yang pertama kali menyampaikan ilmunya. Wah, sistemnya seminar
lepas aja ternyata. Aku fikir tadinya akan seperti talkshow. hemm….sedikit kaku
dan menegang jadinya. Apalagi ketika bang Yulan mulai berteriak-teriak
menyemangati peserta untuk ‘bergerak’.
Duh, Yudi, kan kemarin
Kakak udah nanya, ini acaranya apa? Yudi bilang Cuma seminar motivasi, ternyata
Kepemimpinan. Hiksss, takut berbeda jauh dan nggak bisa mengimbangin bang Yulan
ntar. grrrrr! Kalau tahu acaranya beginian, Kakak pasti mikir-mikir laig untuk
mengiyakan.
Gerutuku di dalam hati. Bang Yulan adalah Presma UR periode
2011-2012 yang sampai sekarang masih setia untuk kampus tercinta walau pun udah
nggak lagi mahasiswa. Materi beliau memang didominasi oleh tema politik dan
pergerakan. Aku mah apa atuh? hehe. Tapi, dengan tetap tenang, aku
manggut-manggut menyimaknya berbicara di depan.
“Kalau seperti ini kondisi mahasiswa Minang, hancurlah kita!”
teriaknya ketika ditanya tentang keaktifan berorganisasi hanya sedikit yang
mengangkat tangan.
“Jangan pernah tinggalkan budaya mahasiswa; membaca,
berdiskusi dan menulis. Kitalah penggerak perubahan itu, karena petani nggak
bisa berdemo, nelayan nggak pandai perdemo, buruh nggak pandai berdemo, kitalah
yang menyalurkan suara mereka.”
El nggak jadi
pembicara? Rini
mengirimiku sms.
Jadi. Lu dimane? tanyaku.
Aku di belakang El
loh. Boring banget di sini, primordialisme banget.
Ngapain nggak di BEM
FKIP Celebration aja? Sanalah! Siapa suruh ikut-ikutan ke sini… Pailah
capeeekkk! Suruhku.
Ntar deh. Aku mau
lihat wanita binal jadi pembicara dulu, ehhe.
Hemmm…
masa cewek baik-baik kayak aku disebut Rincuy wanita binal, huaaahhh. Pemirsa
nggak percaya kan dengan omongannya Rincuy?
Setelah
pemberian kenang-kenangan kepada bang Yulan, kami berfoto bersama. Untungnya,
bang Yulan langsung berpamitan, sebab kalau nggak, ntar kelihatan banget
kesenjangan ilmuku dengannya. hehe. Yudi mengambil alih acara dan memanggilku
ke depan. Aku fikir, dia bakal memoderatoriku seperti talkshow, ternyata sama
doank, aku diserahkan untuk berbicara selama 1 jam. hoohhh.
“Bang
Yulan memang gitu orangnya. Beliau sangat berapi-api kalau berbicara soal aksi
mahasiswa. Nah, kalau Kakak nggak pandai seperti dia. Jadi, Kakak akan
menyampaikan ilmu Kakak dengan cara berbeda ya kepada Adik-adik semua.”
Aku
mencoba mencairkan suasana. Alhamdulillah berhasil. Seperti biasa, aku
mengawali motivasiku dari manajemen waktu lalu merambah ke organisasi, kompetisi
dan pengembangan diri. Banyak juga yang bertanya dan ngakunya termotivasi
denganku. Alhamdulillah ya Allah.
***
“Cuy,
gimana aku tadi? hancur?” tanyaku ketika kami memulai makan siang. Lumayan,
dapat nasi dari acara IMAMI nih.
“Tadi
aku di belakang senyum-senyum sendiri loh.”
“Kenapa
gitu?”
“Dalam
hatiku; ih, El hari ini keren
bangeeeett..”
“Ciyusss
nih?”
“Iyaaaa…
enelan.”
“Dibandingkan
waktu ngisi di sosialisasi MAWAPRES di BEM FKIP, bagusan mana?”
“Bagusan
inilah. Hampir aja tadi ku bongkar rahasia El, untung aku bisa nahan. haha.”
"Si Okta tadi nyebut-nyebut namaku terus, malu aku. Untung aja acara IMAMI ini emang udah mau mulai, makanya aku bisa langsung pergi."
"Iya, tadi aja waktu aku nyusul El, dibilangnya; nah, yang ini Rincuy namanya, teman sekamarnya Elysa. Aku da da aja. Emang bikin malu aja tuh bocah. hhehe."

“Rin, buruan.
Udah jam setengah dua nih!”
Aku
diundang untuk menghadiri acara penutupan BEM FKIP Celebration. Mampir dulu di
BEM FKIP memastikan Okta dan teman-teman LKTI Nasional ada di sana. Dan,
ternyata benar.
“Cek,
nanti kamu yang bacakan pemenang LKTInya yaaa..” pinta Okta.
Aku sih
yes! hehe. Sebuah kehormatan bagiku untuk melaksanakan permintaan itu. Dress
ungu dalam balutan blazer hitam membuatku 100% pede. Ku edarkan pandanganku
kepada lingkaran duduk peserta LKTI di ruang utama BEM FKIP ini dan aku pun teringat
kepada sebuah senja di BEM IKIP PGRI Madiun hampir setahun yang lalu. Kini,
Romi, Novi dan Elis pula yang tinggal menunggu pengumuman LKTI Madiun. Huaahh,
aku off dulu dari yang satu itu. Ingin coba jalur baru, ingin coba cara baru.
“Pakailah
selempangmu cepaaat Cekkk!” pinta Okta ketika kami beranjak menuju halaman
acara di samping Pendidikan Bahasa Indonesia.
Aku
mengenakannya dan Okta mengajariku bergaya seperti sedang photoshoot. huahhh,
dia memang empunya ilmu panggung. Tinggal diasah dan dipaksa aja buat ikutan
kontes yang kayak gitu nih bocah!
***
Udah
sejam duduk di sini, acara belum juga dimulai. Cuma teriakan bersahut dengan
sorakan yel-yel penonton aja yang sejak tadi berkumandang. Di samping kanan
tempat dudukku ada dosen pembimbing dari Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
yang terlihat sangat pekak telinganya. hihiii *aciaaan. Baru aja aku
menyampaikan tentang strategi ‘membunuh’ masa menunggu kepada IMAMI, kali ini
giliran aku yang diuji. Menyadari hal itu membuatku merogoh Al-Quran dari dalam
tas dan membacanya barang 2 halaman. Mau membaca buku, tapi buku tidak terbawa.
Ada bang
Hendra di sebelah kanan pak Dosen pembimbing, yang terlihat sangat berwibawa
dengan selempang birunya itu, bertuliskan The
best participant of Kapal Pemuda Nusantara 2014.
“Selanjutnya,
yaitu pengumuman Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat Nasional. Dalam hal ini,
langsung akan disampaikan oleh Kakak kita, Elysa Riska Armala.”
Aku
berdiri dari tempat duduk, menyembah jari yang 10 lalu naik ke atas panggung
dengan anggun.
“Beliau
juga pernah beberapa kali memenangkan LKTI tingkat nasional bahkan sudah pernah
singgah di Negara Thailand.”
Duh! Dek
Okta bisa saja membuatku salah tingkah. Sesampainya di mimbar, ku tarik nafas
dan mulailah aku berprolog,
“…terimakasih
kepada panitia BEM FKIP Celebration yang telah memberikan saya kesempatan
terhormat untuk membacakan pemenang LKTI Nasional kali ini. LKTI adalah
kompetisi ilmiah yang bisa diselenggarakan oleh seluruh universitas, tapi
sebenarnya ada program ilmiah yang telah
dipangku oleh DIKTI. Pertama yaitu PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) dan yang
kedua adalah MAWAPRES (Mahasiswa Berprestasi) yang salah satu syaratnya adalah
membuat Karya Tulis Ilmiah. Apreasiasi setinggi-tingginya kepada seluruh
finalis yang telah melakukan terbaik untuk kompetisi ini. Benar sekali apa yang
telah dikatakan oleh Bang Hendra tadi, inilah bukti bahwa iklim ilmiah itu
masih terjaga. Semoga untuk seterusnya tetap seperti ini bahkan semakin
meningkat dari segi kualitas maupun kuantitas.”
Aku
merasa sangat bersyukur hari ini. Sebentar-sebentar, namaku disebut-sebut dan
dipanggil untuk maju ke depan. Maka
nikmat Allah yang mana lagi yang aku dustakan? Ya Allah, semoga KPN tahun
ini pun jadi milikku ^_^, aamiin.
“Seperti
yang Elis bilang, bahwa yang dinilai itu bukan KTInya, bukan seninya, bukan
berenangnya, tapi sebenarnya orangnya yang dinilai. Dan, Abang nggak mau PHP,
jujur Abang mengajukan nama Elis salah satunya. Tapi, keputusan tetap kembali
kepada musyawarah dari ke-8 orang yang ikut menentukan. Semoga pilihan mereka
sejalan dengan pilihan Abang,” jelas bang Hendra ketika aku berjalan beriringan dengannya menuju mushola FKIP
untuk sholat Ashar. Aku sudah otomatis mengamininya. Semoga.
Sepulangnya
dari sholat Ashar, aku menyempatkan diri diwawancarai oleh Drifa, temen PPRUnya
Rini. Kasihan dia, sudah sejak jam 2 tadi dia datang ke sini dan setia nungguin
aku.
“Kita ke
kelas PGSD aja yuk, Dek? Biar kedengaran suaranya,” ajakku.
Mulailah
ia memintaku menuliskan biodata di atas form yang telah disediakan. Setelah
itu,
“Kak,
ini pertanyaan pertama ya. Siapa sih yang menjadi motivasi dalam hidup Kakak
untuk meraih semua ini?”
“Motivator
dalam hidup Kakak adalah….” aku terdiam sejenak. Suara Romi yang mengudara
lewat mic menggelitik kupingnya.
“Menjadi
Duta FKIP adalah perjuangan penuh paksaan. Saat itu, saya sedang bertarung
dengan tugas-tugas kuliah yang sedang menggunung, tapi paksaan yang datang
kepada saya pun tak kalah besarnya. Hari itu, seorang Kakak mendatangi saya dan
memaksa saya agar mengikuti pemilihan ini. Lalu, dengan tegas saya berkata
bahwa saya tidak bisa. Ternyata tidak berhenti sampai di situ, esoknya dia
hadir lagi bahkan dengan paksaan yang lebih luar biasa. Siapa lagi kalau bukan
Elysa Rizka Armala?”
Aku
tersenyum.
“Kenapa
Kak?” tanya dek Drifa.
“Nggak
apa-apa Dek. Lanjut yuk wawancaranya. Jadi, motivator dalam hidup Kakak itu ya
kedua orang tua Kakak.”
“Selain
itu Kak siapa lagi?” Pacar mungkin?”
“Nggak
ada pacar. Orang tua sudah sangat cukup menjadi alasan, Dek…”
Drifa
merekam semua wawancara tadi dengan androidnya. Setelah ia selesai mengutarakan
daftar pertanyaannya, aku kembali lagi ke tempat acara. Romi langsung mendekat
ke arahku,
“Heh,
nggak habis-habisnya njual nama Mbak ya!” celetukku.
“Hehhee,
siapa suruh jadi tukang paksa? haha.”
Lia
menarik tanganku dan berkata, “Cin, bentar lagi Okta minta aku untuk membacakan
pemenang lomba cerpen. Tolong bantu aku bikin prolognya donk?”
Melalui tulisan ilmiah, kita
dididik untuk bernalar kritis dan menggagas solusi. Sedangkan melalui sastra,
kita diajarkan untuk menjabarkan rasa dan menajamkan jiwa.
***
“Ya Dek?
Ada apa?”
“Kak,
teman-teman Kakak dari Padang mau ngomong nih sama Kakak,” Okta lalu memberikan
HPnya kepada seseorang di sana.
“Halo
Bro? Eh, haloo Sista?” aku sudah tahu bahwa itu suara Arif.
“Halo
Bro? Jam berapa dijemput sama mobilnya?” tanyaku.
“Jam 9
sih katanya, paling-paling juga molor sampai jam 10. Makasih ya sista udah
ngasih banyak cerita selama di Riau.”
“Huaahhh,
maaf ya Bro aku nggak bisa ke Nency malam ini. Maaf juga nggak bisa ngajakin
jalan ke mana-mana selama kalian di sini. Eh, tadi kita belum jadi foto bareng
ya?”
“Oh, iya
ya kita belu ada foto berdua?”
“Belum.
Kan, tadi dirimu ngilang habis Ashar. Kalau aku sama Sandi dan Lia udah tadi
Bro..”
“Ya Allah.
Gimana ya? Yah, semoga kita bisa ketemu lagi yaaa..”
“Ammiin,
semoga kita bisa ketemu di UI dalam acara MTQM yaaa.”
“Amiin.
Kalau gitu berarti 4L donk? Loe lagi, Loe lagi. ahhaah.”
Setelah
telvon disudahi, aku masuk ke dalam Kantin Alif di jalan Balam Sakti. Ada Andin
dan Rini yang sedang menunggu pesanan. Aku duduk di hadapan mereka dan setelah
makanan tersaji, kami langsung menikmatinya. Setelah itu, kami ke Pasar Senggol
di belakang Giant. Aku beli sepatu karet berhak tinggi, Rini beli Rok hitam dan
Andin malah nggak nemu barang yang dicarinya.
“Rin,
semoga tahun ini memang benar milikku. Aku ingin ketika pulang kampung nanti
membawa cerita untuk keluargaku, teman-temanku maupun guru-guruku tentang
pelayaranku ke Tomini nanti. Aamiin. Semoga inginku sejalan dengan ingin-Nya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar