Pagi-pagi banget udah disuguhi broadcast BBM tentang ibunda Plt. Gubernur Riau yang meninggal tadi malam. Hemmm, lalu baca berita ibunda dari alumni FISIP juga meninggal dunia. Dan, setelah pulang berenang, kembali diri disuguhi berita kematian dari pak Didi Petet. Semua orang juga pasti mengenalnya. Tokoh yang sangat populer di dunia perfilman Indonesia. Ya Allah, ini baru tentang hari ini, kemarin ibunda dari sahabatku di Pekon juga telah Engkau jemput, juga ayah dari sahabatnya Rini di FISIP. Engkau begitu menyayangi kami yang masih hidup ini lewat semua berita, tanda-tanda dan nasehat kematian. Mungkin belum hari ini, tapi siapa tahu besok atau lusa giliranku.
Ya Allah, wisudakan aku segera!
Tiba-tiba aku berdoa seperti itu karena khawatir terlambat memberikan hadiah ini kepada mami-papi.
Aku pernah baca ntah di mana, tentang anak muda yang selalu berdoa agar Allah memberikan tanda-tanda kematian jika ajalnya hampir tiba. Mirip seperti saat ini, banyak sekali kabar kematian yang menghampirinya tapi ia tidak menganggap hal itu sebagai peringatan baginya. Mungkin, yang ia harapkan sebagai tanda-tanda itu seperti kepala pusing, bermimpi dikafani, atau apalah itu namanya. Padahal, Allah dengan ke-Maha-penyayangannya itu telah memberikan tanda-tanda kepada semua manusia lewat kematian orang lain (sebelum kita). Itulah tanda yang JELAS!
Teringat cerita kak Dila tentang saat-saat kematian ayahnya. Saat itu, sang ayah memang sudah dirawat di RS beberapa hari. Tapi, sebelumnyajuga sudah sering seperti itu dan pulih lagi. Sore itu terasa berbeda bagi kak Dila. Sepulangnya dari sekolah, ia langsung mengajak bang Yaman untuk pulang ke Medan. Mereka nggak punya uang dan terpaksa berhutang. Kak Dila nggak bisa menjelaskan perasaannya itu kepada bang Yaman. Singkat cerita, keesokan sorenya ayahnya benar-benar meninggal dunia ketika kak Dila berhasil mengumpulkan seluruh keluarganya yang berjauhan tempat tinggal. Benar seali firasatnya itu!
"Gini Dek. Sebenarnya sore itu firasat Kakak memang mengisyaratkan kalau Ayah Kakak bakal meninggal. Tapi, Dek nggak mungkin kan Kakak bilang ke Bang Yaman; Bang, Aku punya firasat Abah akan meninggal. Nggak mungkin kan Dek Kakak ngomong gitu? Sementara di hati kecil Kakak, Kakak masih berdoa dan sangat berharap Abah masih akan hidup. Ha! Gitulah yang Kakak rasakan."
Mungkin begitulah yang dirasakan setiap jiwa yang akan meninggal. Dia pasti merasakan keanehan-keanehan di dalam dirinya, tapi dia nggak mungkin bilang; Kayaknya sebentar lagi aku akan meninggal sementara dia sendiri pun masih berharap untuk hidup. Itu logika sederhananya aja. Makanya, kebanyakan orang-orang disekitarnya baru menyadari banyak hal yang merupakan tanda-tanda kepergiannya setelah ia meninggal dunia. Kesempurnaan ibadah itu kan terletak kepada pengakhirannya, semoga Allah senantiasa menetapkan kita di jalan yang lurus dan memanggil kita dalam keadaan khusnul khotimah, hati yang ridho lagi diridhoi-Nya. aamiin. Aku selalu berdoa semoga aku meninggal dalam keadaan sedang mengaji, setelah shlat subuh dan tidak sedang haid. aamiin ya Allah. *katanya, kita boleh meminta kepada Allah seperti apa kita ingin dipanggil oleh-Nya kelak dan semoga ibadah kita bisa mengantarkan kita ke Syurga-Nya.aamiin.
Kita beralih ke topik yang lebih ceria ya preend..hehe
Tanpa rencana yang ribet, aku ngajakin novi dan Rini untuk berenang di Bangau Sakti pagi ini. Jam 06.45wib aku dan Rincuy langsung ke Kosan Novi di Latifahni. Kami tartig (tarik tiga) deh jadinya, tapi jangan katain kami cabe-cabean loh ya! Kampus masih beku. Hanya ada langit kelabu dan pepohonan Akasia yang kaku. Dengan kecepatan sedang, kami melaju mengungguli pagi tanpa debu.
"Pak..." sapaku kepada pak Darwis.
Ternyata kolam renang ini adalah miliknya dan aku baru tahu. Kemarin kalau nggak salah Lia bilang, ini milik dosen bahasa Inggrisnya. Eh, ternyata punya pak Darwis yang ganteng dan baik hati ini. Aku terkesan dengan kebapakannya ketika sedang kalut-kalutnya ngurusin proposal dana keberangkatan.
Setelah pemanasan dengan lari-lari kecil dan perenggangan, kami langsung nyebur ke kolam yang dalamnya cuma sepinggang, ehhe. Kirain si Novi bener-bener nggak bisa berenang. Eh, taunya dia udah bisa ngapung dan berenangnya pun gayanya persis gayaku; kombinasi gaya kupu-kupu dan gaya bebas, hehe. Aku mah parah banget waktu belajar berenang tahun yang lalu. hehe Rini yang ngakunya nggak bisa berenang pun ternyata udah bisa. Tapi, cuma 1 nafas aja karena nggak bisa timbul ke permukaan dan curi nafas. Lah aku apa bedanya? hihi, kan yang terpenting dari berenang itu udah bisa ngapung dan bergerak di atas air tanpa kaki menyentuh lantai lagi. Itu aja! Yah, jadilah daripada nggak bisa sma sekali. Ini sunnah nabi, semoga diridho lagi menyehatkan diri. aamiin. Udah sempet juga makan gorengan dan ngobrol-ngobrol sampai baju kering tadi. hehe akhirnya pukul 08.35wib kami pulang. cusssss..!
Seperti langganan aja, tiap hari si Okta pasti nelvon. Dia kayaknya kesepian di Rohul, jagain adek-adeknya, masak dan ngurusin rumah juga katanya selama sang ibu dan ayah ke Sumbar untuk merisik. Tau merisik itu apa? Yang udah tahu diem aja ya. Yang belum tahu, nih aku kasih tahu. Merisik itu adalah kegiatan taaruf antar kedua keluarga mempelai. Kabarnya sih sekarang udah dilakukan secara terang-terangan aja. Kalau setahuku, waktu belajar budaya Melayu di SMA, merisik itu dilakukan tanpa si mempelai tahu bahwa ia sedang diselidiki. Gicuuuh! Seru ya pastinya? Deg-degan gimana gitu. hehe. Tapi, siang ini aku yang meminta dek Okta untuk menelvonku karena aku punya kabar baru setelah barusan buka FB.
Dek, Telvon Kakak segera!
Tak lama kemudian, telvonku berbunyi.
"Ada apa tuh Kak? Kok serius banget kelihatannya?" tanya Okta sok polos.
"Gini Dek. Tadi pagi Kakak kan bilang ke Bang Hendra bahwa Kakak nggak bisa ikut KPN karena persiapannya masih minim. Eh, barusan Kakak lihat FB ternyata ada pengunduran sampai tanggal 19 Mei ini, Dek. Itu artinya, Allah mengizinkan kita untuk ikutan KPN tahun ini. Yuk lah kita siap-siap. Di Rohul ada potensi apa Dek?"
Terdengarlah dia bereteriak kepada sang adik tentang jenis ikan.
"Ada ikan Motan Kak yang terkenal di sungai Rokan ini."
"Duh! Ikannya mau diapain ya Dek kira-kira?"
Membahas si Muton membuat obrolan kami merambah sampai ke topik lain yang secara tidak langsung masih berhubungan. Kalau ngobrol sama nih bocah emang kayak gini resikonya; nggak putus-putusnya ide cerita untuk dikata. ehhe.
"Tapi, Okta nggak bisa berenang loh, Kak."
"Gampang tuh berenang. Si Teguh juga belum bisa tuh. Ntar minta ajarin sama bang Yudi aja bareng Teguh juga, Dek. Kami tadi berenang loh, seruuuu. Ada Novi dan Ka Rini. Kami sampai lomba jalan di air, Novi yang menang. Terus, kami lomba lompat-lompat di air, mengapung dan tahan nafas juga, lucu lah pokoknya. Sampai Kakak ajak lomba lari dalam air, eh si Novi juga yang menang.haha. Badan Kakak berat sih, makanya kalah terus."
"Ih, nggak ngajak-ngajak!"
"Loh?"
Sebenarnya, sampai malam pun aku betah untuk nulis di depan laptop ini. Tapi, udah tertanji untuk ketemu Romi pula tadi. Akhirnya, jam 16.30wib aku beranjak dari kamar dan sengaja berjalan kaki. Wah, aku disambut dengan gerimis, langsung deh aku berakting kayak di film-film India gitu. Ku tengadahkan wajahku ke langit sambil menikmati setiap tetes yang menjatuhi wajahku *lobaayy!. Aku memilih jalan pintas yang tembusnya ke Mapala Suluh. Pas mau motret jalan kenangan yang kini penuh belukar ini, eh aku baru nyadar kalau memori kameraku ketinggalan di laptopnya Rincuy. Akhirnya, si dedek Nokialah yang jadi penyelamat. Gatal banget nih tangan kalau sampai hasrat memotret nggak dituruti, *eyaaakkk.
Di BEM, aku ngelihat Joni yang tidak merespon kedatanganku. Memang, dia berbeda dengan Okta. Yah, aku pun nggak mau kalah cuek donk, langsung aja aku ngeloyor nemui Romi di ruangan rapat. Aku mau meminta pertolongannya untuk mixing lagu-lagu Melayu yang akan ku jadikan sesuatu yang maha keren untuk ditampilkan. Untung punya adek yang multi talent. huft!
"Dek, Mbak juga mau ikutan Duta Bahasa. Menurut Adek gimana?"
"Romi takut Mbak kecewa nanti."
"Loh kenapa gitu, Dek?"
"Karena Duta Bahasa itu yang dilihat yang cantik-cantik, Mbak."
"Loh? Emangnya Mbakmu ini nggak cantik?"
"Nggak!"
"Seriuslah Dek?" tanyaku memelas.
"Untuk ukuran Duta-dutaan, Mbak nggak cantik, Mbak."
"Emang cantiknya mereka tuh kayak apa menurut Adek?"
"Lihatlah Mbak, rata-rata mereka itu wajahnya tirus, rahangnya panjang. Bukan pipi gendut kayak Mbak. Hidungnya juga mancung, bukannya pesek kayak Mbak."
"Oh gitu! (muka sinis), kalau Mbak menang nanti awas ya? Mbak akan buktikan bahwa si pesek juga berhak menang. huh!"
Dari Romi, aku jadi belajar banyak hal di obrolan singkat sore ini. Yang pertama tentang salah kaprahnya kita tentang kemampuan berhaji/umroh.
"Mbak, ternyata hadis yang kita tafsirkan tentang haji/umroh itu salah besar, Mbak."
"Kok bisa?"
"Maksud mampu di hadist itu bukan berarti kita harus kaya dan hartanya berlebih-lebih. Tapi, perkiraan ketika kita pulang dari haji/umroh dan kita masih bisa makan besoknya. Itu artinya mampu, Mbak. Berarti nggak harus nunggu kaya kan?"
"Oooohhhhh...gituuuuu."
"Dan yang bikin aku semangat banget buat ngejalani bisnis ini adalah, karena aku baru tahu bahwa kalau kita mati dalam keadaan tidak memperjuangkan untuk bisa haji/umroh, berarti kita mati dalam 2 kategori..."
"Apa itu Dek?" tanyaku menyela.
"Yahudi atau Nasrani."
Satu lagi, tentang MLM pun aku jadi mendapat pencerahan..
"...jadi gini ya Mbak biar aku jelaskan. Kalau kita mengajak orang lain membeli produk kita dan kita dapat keuntungan atau komisi dari penjualan/jasa kita itu halal. Tapi, kalau kita dapat komisi dari anaknya anggota kita, itu haram. Karena, kita kan nggak kerja lagi, itu hanya hasil dari usahanya anggota kita, terus kenapa kita pula yang dapat keuntungannya? Ada sih yang menyebutnya Passive income, tapi menurutku sama aja itu."
"Ohhhh...jadi gitu ya Dek? Kok baru bilang sekarang sih?"
"Kan, kemarin udah pernah Romi jelaskan juga sih sama Mbak. Mbak aja yang pikun."
Dari MLM, beralih ke skripsi. Malah jadi aku pula yang berguru sama si Romcek. *dunia memang udah kebolak-balik ya pemirsaaaa hehe
"Dek, menurut Adek yang bikin skripsi itu terlihat sulit itu apa sih?"
"Ini nggak salah orang nanyanya, Mbak?"
"Hhah, insya allah nggak, Dek."
"Siapa yang mau skripsi, siapa yang ditanya. hhaha. Menurut Romi ada 4 penyebabnya, Mbak: 1. Nyatuin ide dari 2 pembimbing, 2. Nemuin pembimbing dan birokrasi yang berbelit, 3. Teori yang susah di cari, 4. Karena nggak telaten, akhirnya malas dan mandek. Itu dia Mbak. Padahal, nggak jauh-jauh beda juga dengan KTI dan menurut Romi, Mbak pasti mudah ajala tuh."
"Bener tuh Dek. KTI itu lebih mengajarkan kita untuk menggagas ide sementara skripsi itu mengajarkan kita menganalisis."
"S1 itu kita dituntut untuk bisa menulis sesuai kaidah ilmiah sedangkan S2 menuntut kita menemukan sesuatu dari masalah yang kita bahas" jelas Romcek. Super sekali pemirsaaaa.
Ya Allah, wisudakan aku segera!
Tiba-tiba aku berdoa seperti itu karena khawatir terlambat memberikan hadiah ini kepada mami-papi.
Aku pernah baca ntah di mana, tentang anak muda yang selalu berdoa agar Allah memberikan tanda-tanda kematian jika ajalnya hampir tiba. Mirip seperti saat ini, banyak sekali kabar kematian yang menghampirinya tapi ia tidak menganggap hal itu sebagai peringatan baginya. Mungkin, yang ia harapkan sebagai tanda-tanda itu seperti kepala pusing, bermimpi dikafani, atau apalah itu namanya. Padahal, Allah dengan ke-Maha-penyayangannya itu telah memberikan tanda-tanda kepada semua manusia lewat kematian orang lain (sebelum kita). Itulah tanda yang JELAS!
Teringat cerita kak Dila tentang saat-saat kematian ayahnya. Saat itu, sang ayah memang sudah dirawat di RS beberapa hari. Tapi, sebelumnyajuga sudah sering seperti itu dan pulih lagi. Sore itu terasa berbeda bagi kak Dila. Sepulangnya dari sekolah, ia langsung mengajak bang Yaman untuk pulang ke Medan. Mereka nggak punya uang dan terpaksa berhutang. Kak Dila nggak bisa menjelaskan perasaannya itu kepada bang Yaman. Singkat cerita, keesokan sorenya ayahnya benar-benar meninggal dunia ketika kak Dila berhasil mengumpulkan seluruh keluarganya yang berjauhan tempat tinggal. Benar seali firasatnya itu!
"Gini Dek. Sebenarnya sore itu firasat Kakak memang mengisyaratkan kalau Ayah Kakak bakal meninggal. Tapi, Dek nggak mungkin kan Kakak bilang ke Bang Yaman; Bang, Aku punya firasat Abah akan meninggal. Nggak mungkin kan Dek Kakak ngomong gitu? Sementara di hati kecil Kakak, Kakak masih berdoa dan sangat berharap Abah masih akan hidup. Ha! Gitulah yang Kakak rasakan."
Mungkin begitulah yang dirasakan setiap jiwa yang akan meninggal. Dia pasti merasakan keanehan-keanehan di dalam dirinya, tapi dia nggak mungkin bilang; Kayaknya sebentar lagi aku akan meninggal sementara dia sendiri pun masih berharap untuk hidup. Itu logika sederhananya aja. Makanya, kebanyakan orang-orang disekitarnya baru menyadari banyak hal yang merupakan tanda-tanda kepergiannya setelah ia meninggal dunia. Kesempurnaan ibadah itu kan terletak kepada pengakhirannya, semoga Allah senantiasa menetapkan kita di jalan yang lurus dan memanggil kita dalam keadaan khusnul khotimah, hati yang ridho lagi diridhoi-Nya. aamiin. Aku selalu berdoa semoga aku meninggal dalam keadaan sedang mengaji, setelah shlat subuh dan tidak sedang haid. aamiin ya Allah. *katanya, kita boleh meminta kepada Allah seperti apa kita ingin dipanggil oleh-Nya kelak dan semoga ibadah kita bisa mengantarkan kita ke Syurga-Nya.aamiin.
Kita beralih ke topik yang lebih ceria ya preend..hehe
Tanpa rencana yang ribet, aku ngajakin novi dan Rini untuk berenang di Bangau Sakti pagi ini. Jam 06.45wib aku dan Rincuy langsung ke Kosan Novi di Latifahni. Kami tartig (tarik tiga) deh jadinya, tapi jangan katain kami cabe-cabean loh ya! Kampus masih beku. Hanya ada langit kelabu dan pepohonan Akasia yang kaku. Dengan kecepatan sedang, kami melaju mengungguli pagi tanpa debu.
"Pak..." sapaku kepada pak Darwis.
Ternyata kolam renang ini adalah miliknya dan aku baru tahu. Kemarin kalau nggak salah Lia bilang, ini milik dosen bahasa Inggrisnya. Eh, ternyata punya pak Darwis yang ganteng dan baik hati ini. Aku terkesan dengan kebapakannya ketika sedang kalut-kalutnya ngurusin proposal dana keberangkatan.
Setelah pemanasan dengan lari-lari kecil dan perenggangan, kami langsung nyebur ke kolam yang dalamnya cuma sepinggang, ehhe. Kirain si Novi bener-bener nggak bisa berenang. Eh, taunya dia udah bisa ngapung dan berenangnya pun gayanya persis gayaku; kombinasi gaya kupu-kupu dan gaya bebas, hehe. Aku mah parah banget waktu belajar berenang tahun yang lalu. hehe Rini yang ngakunya nggak bisa berenang pun ternyata udah bisa. Tapi, cuma 1 nafas aja karena nggak bisa timbul ke permukaan dan curi nafas. Lah aku apa bedanya? hihi, kan yang terpenting dari berenang itu udah bisa ngapung dan bergerak di atas air tanpa kaki menyentuh lantai lagi. Itu aja! Yah, jadilah daripada nggak bisa sma sekali. Ini sunnah nabi, semoga diridho lagi menyehatkan diri. aamiin. Udah sempet juga makan gorengan dan ngobrol-ngobrol sampai baju kering tadi. hehe akhirnya pukul 08.35wib kami pulang. cusssss..!
Seperti langganan aja, tiap hari si Okta pasti nelvon. Dia kayaknya kesepian di Rohul, jagain adek-adeknya, masak dan ngurusin rumah juga katanya selama sang ibu dan ayah ke Sumbar untuk merisik. Tau merisik itu apa? Yang udah tahu diem aja ya. Yang belum tahu, nih aku kasih tahu. Merisik itu adalah kegiatan taaruf antar kedua keluarga mempelai. Kabarnya sih sekarang udah dilakukan secara terang-terangan aja. Kalau setahuku, waktu belajar budaya Melayu di SMA, merisik itu dilakukan tanpa si mempelai tahu bahwa ia sedang diselidiki. Gicuuuh! Seru ya pastinya? Deg-degan gimana gitu. hehe. Tapi, siang ini aku yang meminta dek Okta untuk menelvonku karena aku punya kabar baru setelah barusan buka FB.
Dek, Telvon Kakak segera!
Tak lama kemudian, telvonku berbunyi.
"Ada apa tuh Kak? Kok serius banget kelihatannya?" tanya Okta sok polos.
"Gini Dek. Tadi pagi Kakak kan bilang ke Bang Hendra bahwa Kakak nggak bisa ikut KPN karena persiapannya masih minim. Eh, barusan Kakak lihat FB ternyata ada pengunduran sampai tanggal 19 Mei ini, Dek. Itu artinya, Allah mengizinkan kita untuk ikutan KPN tahun ini. Yuk lah kita siap-siap. Di Rohul ada potensi apa Dek?"
Terdengarlah dia bereteriak kepada sang adik tentang jenis ikan.
"Ada ikan Motan Kak yang terkenal di sungai Rokan ini."
"Duh! Ikannya mau diapain ya Dek kira-kira?"
Membahas si Muton membuat obrolan kami merambah sampai ke topik lain yang secara tidak langsung masih berhubungan. Kalau ngobrol sama nih bocah emang kayak gini resikonya; nggak putus-putusnya ide cerita untuk dikata. ehhe.
"Tapi, Okta nggak bisa berenang loh, Kak."
"Gampang tuh berenang. Si Teguh juga belum bisa tuh. Ntar minta ajarin sama bang Yudi aja bareng Teguh juga, Dek. Kami tadi berenang loh, seruuuu. Ada Novi dan Ka Rini. Kami sampai lomba jalan di air, Novi yang menang. Terus, kami lomba lompat-lompat di air, mengapung dan tahan nafas juga, lucu lah pokoknya. Sampai Kakak ajak lomba lari dalam air, eh si Novi juga yang menang.haha. Badan Kakak berat sih, makanya kalah terus."
"Ih, nggak ngajak-ngajak!"
"Loh?"
Sebenarnya, sampai malam pun aku betah untuk nulis di depan laptop ini. Tapi, udah tertanji untuk ketemu Romi pula tadi. Akhirnya, jam 16.30wib aku beranjak dari kamar dan sengaja berjalan kaki. Wah, aku disambut dengan gerimis, langsung deh aku berakting kayak di film-film India gitu. Ku tengadahkan wajahku ke langit sambil menikmati setiap tetes yang menjatuhi wajahku *lobaayy!. Aku memilih jalan pintas yang tembusnya ke Mapala Suluh. Pas mau motret jalan kenangan yang kini penuh belukar ini, eh aku baru nyadar kalau memori kameraku ketinggalan di laptopnya Rincuy. Akhirnya, si dedek Nokialah yang jadi penyelamat. Gatal banget nih tangan kalau sampai hasrat memotret nggak dituruti, *eyaaakkk.
Di BEM, aku ngelihat Joni yang tidak merespon kedatanganku. Memang, dia berbeda dengan Okta. Yah, aku pun nggak mau kalah cuek donk, langsung aja aku ngeloyor nemui Romi di ruangan rapat. Aku mau meminta pertolongannya untuk mixing lagu-lagu Melayu yang akan ku jadikan sesuatu yang maha keren untuk ditampilkan. Untung punya adek yang multi talent. huft!
"Dek, Mbak juga mau ikutan Duta Bahasa. Menurut Adek gimana?"
"Romi takut Mbak kecewa nanti."
"Loh kenapa gitu, Dek?"
"Karena Duta Bahasa itu yang dilihat yang cantik-cantik, Mbak."
"Loh? Emangnya Mbakmu ini nggak cantik?"
"Nggak!"
"Seriuslah Dek?" tanyaku memelas.
"Untuk ukuran Duta-dutaan, Mbak nggak cantik, Mbak."
"Emang cantiknya mereka tuh kayak apa menurut Adek?"
"Lihatlah Mbak, rata-rata mereka itu wajahnya tirus, rahangnya panjang. Bukan pipi gendut kayak Mbak. Hidungnya juga mancung, bukannya pesek kayak Mbak."
"Oh gitu! (muka sinis), kalau Mbak menang nanti awas ya? Mbak akan buktikan bahwa si pesek juga berhak menang. huh!"
Dari Romi, aku jadi belajar banyak hal di obrolan singkat sore ini. Yang pertama tentang salah kaprahnya kita tentang kemampuan berhaji/umroh.
"Mbak, ternyata hadis yang kita tafsirkan tentang haji/umroh itu salah besar, Mbak."
"Kok bisa?"
"Maksud mampu di hadist itu bukan berarti kita harus kaya dan hartanya berlebih-lebih. Tapi, perkiraan ketika kita pulang dari haji/umroh dan kita masih bisa makan besoknya. Itu artinya mampu, Mbak. Berarti nggak harus nunggu kaya kan?"
"Oooohhhhh...gituuuuu."
"Dan yang bikin aku semangat banget buat ngejalani bisnis ini adalah, karena aku baru tahu bahwa kalau kita mati dalam keadaan tidak memperjuangkan untuk bisa haji/umroh, berarti kita mati dalam 2 kategori..."
"Apa itu Dek?" tanyaku menyela.
"Yahudi atau Nasrani."
Satu lagi, tentang MLM pun aku jadi mendapat pencerahan..
"...jadi gini ya Mbak biar aku jelaskan. Kalau kita mengajak orang lain membeli produk kita dan kita dapat keuntungan atau komisi dari penjualan/jasa kita itu halal. Tapi, kalau kita dapat komisi dari anaknya anggota kita, itu haram. Karena, kita kan nggak kerja lagi, itu hanya hasil dari usahanya anggota kita, terus kenapa kita pula yang dapat keuntungannya? Ada sih yang menyebutnya Passive income, tapi menurutku sama aja itu."
"Ohhhh...jadi gitu ya Dek? Kok baru bilang sekarang sih?"
"Kan, kemarin udah pernah Romi jelaskan juga sih sama Mbak. Mbak aja yang pikun."
Dari MLM, beralih ke skripsi. Malah jadi aku pula yang berguru sama si Romcek. *dunia memang udah kebolak-balik ya pemirsaaaa hehe
"Dek, menurut Adek yang bikin skripsi itu terlihat sulit itu apa sih?"
"Ini nggak salah orang nanyanya, Mbak?"
"Hhah, insya allah nggak, Dek."
"Siapa yang mau skripsi, siapa yang ditanya. hhaha. Menurut Romi ada 4 penyebabnya, Mbak: 1. Nyatuin ide dari 2 pembimbing, 2. Nemuin pembimbing dan birokrasi yang berbelit, 3. Teori yang susah di cari, 4. Karena nggak telaten, akhirnya malas dan mandek. Itu dia Mbak. Padahal, nggak jauh-jauh beda juga dengan KTI dan menurut Romi, Mbak pasti mudah ajala tuh."
"Bener tuh Dek. KTI itu lebih mengajarkan kita untuk menggagas ide sementara skripsi itu mengajarkan kita menganalisis."
"S1 itu kita dituntut untuk bisa menulis sesuai kaidah ilmiah sedangkan S2 menuntut kita menemukan sesuatu dari masalah yang kita bahas" jelas Romcek. Super sekali pemirsaaaa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar