“Dek, tadi Kakak lihat Kak Vivien. Dia jadi pembicara di
hotel Resti Menara.”
“Tahu kok!” dengan ekspresi cuek. “Kan setiap malam kami
telvonan tuuu,” tambahnya lagi.
Hatiku rasanya cekat-cekit
mengenangnya. Tiba-tiba muncul pertanyaan: Jika
dalam 1 waktu aku dan dia berdampingan, manakah yang akan lebih dulu kau tegur,
Dek? Manakah yang akan lebih antusias kau ajak bicara, Dek? Manakah yang akan
lebih histeris kau sapa, Dek?” Sebenarnya, aku sudah tahu jawabannya dan bisa
membayangkannya seketika.
Ku ambil air wudhu perlahan. Dinginnya hambar, tidak meresap
sampai ke pori-pori seperti sejuk di pagi hari. Lamunanku tadi mulai terangkai
lagi; Aku sudah mendengar segala keluh
kesahmu. Juga tentang cemburumu yang kau jabarkan dari A sampai Z ragamnya.
Tapi, tak sekalipun aku menceritakan tentang cemburuku yang sesungguhnya,
bukan? Sampai detik ini pun aku masih bungkam tentang yang satu itu. Bahkan
saat kau berkata, ‘Apapun yang terjadi, jangan kurangi sayangmu kepadaku’ pun
aku menyanggupi permintaan itu. Serta merta dan tanpa syarat apa pun.
Tentang hatiku, aku yang lebih tahu. Saat ini, aku sedang
tidak ingin mengakui apa-apa. Meski air mataku telah terlebih dahulu mengakui
sesuatu.
***
Aku melintasi Balai Bahasa dalam rangka mengejar waktu,
memburu janji.
Dek, tendanya berubah
jadi ungu lagi. Kamu pasti suka melihatnya.
Aku segera memarkirkan motorku di halaman samping Balai
Bahasa dan bergegas naik ke lantai 2, tempat bu Aulia berada. Aku dipersilahkan masuk dan ia menjelaskan
tentang segala informasi yang ku perlu ku ketahui untuk esok pagi.
“Bu, itu Okta ya yang bicara?” tanyaku kepada suara MC dari
orgen tunggal di lantai 1.
“Ntahlah, mungkin iya,” jawab bu Aulia.
“Iya Buuu. Itu pasti Okta!” Aku melongokkan kepala dari
atas, tapi yang terlihat hanya bentangan tenda ungu saja.
Aku berpamitan buru-buru dengan bu Aulia dan segera turun ke
bawah. Aku berjalan perlahan, mengendap-endap untuk menilik lobi Balai Bahasa
ini. Tapi, belum lagi aku sampai,
“Kak Eliiisss?” panggil seseorang dari samping belakang.
Ternyata Ariska, aku memang sedang menunggunya. Setelah mendekat dan
menyalaminya, aku meminta izin sebentar kepadanya untuk menuntaskan rasa
penasaranku.
Aku sudah melihat kemeja Okta walau pun aku belum melihat
wajahnya dengan sempurna karena tertutup pintu.
“Heeeyyy!!!” Pekikku.
“Heeyyyyyyyyy!!!” balas Okta lebih keras. Dia ke luar dari
dalam dan menanyaiku kenapa aku bisa di situ. Aku juga bertanya kepadanya
kenapa dia juga bisa di situ?
Dari Balai Bahasa, kami beringsut duduk-duduk di kantin BEM FKIP. Aku dan Ariska ingin berlatih untuk lomba berbalas pantun besok. Aku berharap banyak bisa ketularan pinternya dek Ariska berpantun.
“Semangat ya Keyyy! Belajar yang rajin nanti malam sebelum
besok pagi ujian proposal,” kataku kepada Key yang setia duduk di dekat kami dan ikutan ngasih saran.
“Halaaah, dia ngingatkan orang padahal dia belum apa-apa
tuhh?” timpal Okta
“Kakak belum juga Kakak?” tanya Ariska kepadaku
Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum kecut.
“Kapan lagi Kak kalau nggak sekarang?”
“Biarlah Kak Elis tuuuh. Dia punya tanggalnya Dek. Kita
harus menghargai orang yang mempunyai pilihan lain,” elak Key.
***
Seberapa banyak waktu
yang telah kita sisihkan untuk orang tua kita?
Kalimat penutup dari video motivasi tadi pagi teringat
kembali. Kak Vivien yang sesibuk itu aja udah berkali-kali pulang kampung. Lah
aku? Padahal rumahnya lebih jauh dan lebih ribet rutenya; pakai speedboat segala. Apa gunanya kesuksesan El kalau kau melupa kampung halaman? Kau ingin
mengulang kisah di Malin?
“Kita harus mengorbankan salah satunya dan memperjuangkan
yang lainnya. Tapi, jangan sampai apa yang kita perjuangkan itu sia-sia,
makanya harus bener-bener bertanggung jawab terhadap pilihan kita. Harus ada
sesuatu yang bisa kita banggakan dan kita bawa pulang.”
Kalimat itu milik dia yang sedang ku kenang. Aku bertanya
kepada diriku sendiri; “El, kamu belum skripsi juga nih! Terus, apa yang bisa
kamu banggakan sebagai penggantinya?” Aku terdiam. Kelu rasanya lidah ini.
Tidak bisa ku jawab sama sekali.
Bermunculanlah beberapa usaha yang sudah ku lalui tapi tidak
membuahkan hasil seperti prediksi. Detik ini, sebenarnya aku sedang berada di
lembah kesia-siaan. Memang benar kata hatiku tadi, “Tidak ada yang bisa ku
banggakan!” Bahkan, beberapa konsep buku yang pernah muluk-muluk ku rencanakan
tidak juga selesai. Setiap dilanda kesibukan, bisanya hanya menjerit di dalam
hati: “Ya Allah, aku ingin punya lebih banyak waktu lagi untuk MENULIS!” Tapi,
nyatanya ketika waktu luang tersedia, aku malah sering menyerahkan diri
mentah-mentah kepada si malas. Halaah,
El! Sudahlah! Jangan banyak berbual!, kutukku dalam hati.
***
Bahkan kadang, untuk
merindu pun aku takut. Yang dirindu belum tentu merindu. Aku tidak ingin
ditinggal, tapi memastikan orang lain tidak akan pergi pun mustahil. Kadang,
aku lebih memilih pasrah, bagaimana hidup memperlakukanku.
Ku kirim pesan tersebut ke beberapa orang yang rasanya
‘nyambung’ maksudku. Ada seseorang yang paling inti di antara beberapa penerimanya.
Tak cukup puas disitu, aku melanjutkan tulisan di FB,
Jika tadi kau
bertanya ,”Rindukah aku kepadamu?”
Giliran aku yang
bertanya kepadamu, “Pentingkah jika pun aku rindu?”

***
“Rin, udah difoto moment ini?” tanyaku kepada Rini.
“Belum,” jawabnya singkat.
“Tolonglah fotoin. Yang ini, yang itu juga. Semuanya lah
pokoknya,” pintaku tanpa peduli apakah Rini ikhlas atau tidak dengannya. “Ihhh,
gatal kali lah tanganku pengen jeprat-jepret niiihhh.”
Ya Allah, cukuplah
hari ini saja aku tidak bersama si merah. Tolong berikan aku rezeki agar aku
bisa segera menebusnya supaya ia kembali di sisi… Sampai sekarang, Rini belum
juga tahu di mana kameraku itu berada. Aku bilang aja kalau kameraku ku
gadaikan .hihii.. kan emang bener ya? Ditahan gara-gara belum bisa ngelunasi
hardisk, tapi hardisknya udah boleh dibawa pulang olehku.
***
Aku Iri. Sungguh! Padahal hasrat yang kemarin sudah ku
simpan rapi di laci kenangan. Gambar-gambar yang tayang di depan ku ini benar-benar
memikat hati. Lagu campur sari yang mengiringi slide tersebut seketika berganti
menjadi lagu Payphone. Iriku semakin
menjadi-jadi, tapi semoga tak menjadi dengki.
Untuk bisa berdiri di
panggung nasional, kami harus melewati seleksi di tingkat kabupaten hingga
provinsi dengan pemuda-pemuda luar biasa
lainnya ^_^
Kalimat tersebut muncul di antara foto-foto momen yang
berseliweran. Ah, aku tersentil sekali! Slide yang ditayangkan adalah tentang
Jambore Nasional tahun 2014. Aku fikir, yang namanya Jambore itu hanyalah untuk
anak Pramuka saja. Seperti yang pernah aku tahu dulu, Andres bisa ikut Jambore
nasional waktu SMP ya karena dia aktif di Pramuka.
“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh…” seorang bapak dari
Dispora Pekanbaru mulai berbicara. Tapi, yang berbicara lupa menyebutkan nama. Di
sebelahnya, layar proyektor sudah berubah tampilan ; PROGRAM KEPEMUDAAN DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA PEKANBARU.
Aku memutar badan 180 derajat ke belakang, melihat Rini.
Ternyata yang dilihat sedang asyik mematut diri di depan Androidnya.
DUTA PEMUDA. 2
kata itu muncul di slide. Apa itu ya?
Jangan-jangan, pemuda yang lolos seleksi BPAD itu sah disebut sebagai Duta
Pemuda? Tanyaku dalam hati.
“Pertemuan hari ini adalah temu-wicara, artinya bertemu lalu
berbicara. Bukannya bertemu tapi diam saja. Di sini banyak sekali organisasi
ya, ada BEM yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa. Waaah, dari kepanjangannya saja
sudah keren ya? Eksekutif, itu sudah tinggi levelnya. Dan ada banyak OKP dan
persatuan-persautan yang hadir di sini juga ya. Nah, Bapak yang berbicara ini
belum tentu lebih baik dari ananda sekalian, kalau rasanya apa yang Bapak
sampaikan nanti nggak bermanfaat silahkan saja ananda angkat tangan ,’Pak,
lebih baik Bapak bicara tentang materi sajalah!’ haa gitu yaa,” jelasnya dengan
logat melayu. Gaya bicaranya mampu mencairkan suasana.
Iseng-iseng, aku membuka FB sambil telinga terus disiagakan.
Aku segera mengechek, berapa banyak like yang sudah ku dapatkan dari link blog
yang baru ku share tadi pagi. Dan hasilnya ternyata?...
jreeeng..jreeengg..jreeenngg… NOL! Nggak ada 1 like pun yang aku dapatkan.
Kadang, aku juga heran, kenapa setiap kali aku ngeshare link blog selalu aja
sepi? Mungkin banyak yang nggak punya paket untuk browsing ya? Hemmm…atau emang
blogku yang nggak menarik? Hiksss..
Berbeda banget dengan status yang kurang dari 1 menit yang
lalu ku update; SOSIALISASI PROGRAM
KEPEMUDAAN oleh DISPORA PEKANBARU di Hotel Resti Menara, Pekanbaru, langsung
aja tuh ada yang ngelike. Nah, menurut pemirsaaa, salahnya di mana???
“…pemuda itu jiwanya harus melayani, bukan malah minta
dilayani. Artinya, kalau lihat kawan kesusahan, kita bantu. Lihat orang bannya
bocor, kita tawarkan pertolongan, bukannya malah cuek dan berkata; ‘Lantaklah
situuuu!’ Yang pertama ada program BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah), nah ini
nanti acaranya ke Kepri.”
Aku langsung teringat kepada Romi. Dek, kamu beruntung banget, juara 1 di BPAD tahun ini. Hemmm..kok baru
disosialisasikan sekarang sih Pak? Romi udah menang sejak kemarin puun,
kataku di dalam hati.
“..jadi, yang kita jari adalah orang-orang yang bisa
mengharumkan dan mengangkat nama Riau. Bukan seperti mentimun bungkuk, dimasukkan juga ke dalam karung tapi tidak ikut
dihitung. Hahaha. Selanjutnya adalah program
PSP3 (Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan). Nah, ini nanti dari kota, dari kota dikirim
ke provinsi. Itu akan digaji sampai Rp 3000.000 sebulan. Ada yang sudah pernah
mengikuti program ini di sini?” tanyanya kepada peserta. Dijawab dengan
gelengan kepada dan suara, ‘Beluuumm, Pak’. Akan digaji oleh pemerintah dan
kontraknya per tahun. Kalau kita tidak punya kegiatan, lebih baik ikuti program
ini. Selanjutnya, PPAN (Pertukaran
Pemuda Antar Negara), nah kalau ini dari Provinsi, dari Provinsi ke Negara.
“
Aku mengedarkan pandangan ke seisi ruangan, tidak ku temui
anak-anak PCMI selain bang Renza. Bang Renza pun adalah alumni KPN yang setiap
tahunnya pasti menjuri-I seleksi KPNku. Tapi jujur, aku baru tahu kalau dia
adalah alumni PPAN program Indonesia-Kanada, dari seseorang belum lama kemarin.
“…Kalau Pemuda
Pelopor, sudah ada yang mengikuti atau belum di sini?(jawaban masih sama;
gelengan kepada dan kata ‘belum’).Pelopor itu apa? Penggerak kan? Boleh jadi
dibidang kewirausahaan, lingkungan atau yang lainnya. Selanjutnya adalah Kapal
Pemuda Nusantara, ada nggak yang pernah jadi utusan dari KPN?”
Yah Pak, pertanyaannya kok itu sih Pak? Kenapa nggak tanya;
ada nggak yang udah pernah mencoba program ini? Pasti aku akan segera angkat
tangan. Eh, tapi buat apa juga ya yang bukan utusan di tanyain? Hihiii.
“Yang dari BEM kira-kira bisa ikut program ini nggak?”
“Bisaa Pak. Bisaaa,” jawab beberapa orang peserta.
Ya eyalah bisa. Bisa ikutan aja, Brooo. Tapi belum tentu
bisa terpilih. Hihii..Aku contohnya!
“Iya bisaaa, tapi mungkin karena selama ini kurang informasi
aja. Nah, inilah gunanya sosialiasi ini diadakan supaya bisa menjembatani
Adik-adik semuanya untuk bisa mengikutinya. Semua program-program yang saya
sampaikan ini bisa Adik-adik ikuti dan terus berjalan setiap tahunnya.
Selanjutnya Program Pelatihan Strategis;
1. Program Kepemimpinan Tingkat Dasar, 2. Program Kewirausahaan, 3. Program
Peringatan Sumpah Pemuda, 4. Program Pelatihan Iman dan Takwa, 5. Program
Pembinaan Pramuka. Nah, Program Peringatan Sumpah Pemuda ini akan nada juga
tahu ini tapi saya tidak tahu kapan pastinya. Saya juga tidak tahu bagaimana
nanti cara memilihnya. Kalau yang Program Pelatihan Iman dan Takwa ini bukan
untuk pemuda, karena ananda semuanya bisa mencari ilmu sendiri dan pada
dasarnya sudah dapat pendidikannya. Yang Bapak harapkan, program ini adalah
untuk pemuda yang memang butuh diberi perhatian lebih untuk dibina Iman dan Takwa.
Faham ya? Nyambunng nggak kira-kira?
“Mungkin contohnya anak jalanan gitu ya Dani? Tanyaku.
“Haaa, bisa juga tuh. Mereka yang kita bawa ke mari kan..”
“Ya, soalnya kan mereka sekolah pun mungkin nggak selesai,
ilmu ntah dari mana pula harus mereka cari. Kalau kita-kita lagi yang dibina ya
nggak terlalu signifikan, karena kita pun punya banyak cara. Mereka lebih butuh
intinya.” Dani manggut-manggut.
Hari ini, 10 Juni
2015,
Kegiatan cukup padat....
Vivien Anjadi Suwito mengisi kegiatan di talkshow yang diadakan IPKP Pekanbaru dalam rangka sosialisasi akbar BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah) di Hotel Resty Menara.
Kegiatan cukup padat....
Vivien Anjadi Suwito mengisi kegiatan di talkshow yang diadakan IPKP Pekanbaru dalam rangka sosialisasi akbar BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah) di Hotel Resty Menara.
Aku
tersenyum membaca status kak Vivin tersebut, “Wah, Kak Vivien bakal ngisi di
sini juga? Wew!” Kak Vivin sudah punya akun ke 3nya karena 2 yang sebelumnya
sudah penuh. Ini fenomena yang fantastic menurutku. Bagaimana bisa kak Vivien
secepat itu full-add? Apakah semua orang yang meng-addnya selalu diterima? Atau
memang sekalipun diseleksinya, tetap saja jumlahnya membludak? Hemm..apapun
itu, aku takjub. Kak Vivien punya banyak teman yang insya allah akan banyak
yang mendoakannya.
Aku segera
mengomentarinya, sampai jumpa di hotel resti menara kakak baik hati. *miss u
“Dani, coba
perhatikan, program-program kepemudaan yang dijelaskan oleh Bapak ini rata-rata
bersifat kompetitif kan?”
“Iyaa,
bener.”
“Memang,
semuanya bisa ikut, tapi hanya mereka yang terpilih saja yang bisa menikmati
fasilitas itu. Jadi, kesannya program-program itu adalah untuk pemuda, tapi
yang beruntung. Kalau nggak beruntung ya udah, setelah seleksi, say good bye aja. Maksud aku gini loh,
seharusnya programnya tidak sebatas itu karena tujuannya pasti untuk
mengembangkan minat bakat, meningkatkan kapasitas dan memajukan kehidupan
pemuda kan? Tapi, kalau keterlibatan pemuda secara umum hanya sebatas
seminar-seminar gini aja kurang efektif rasanya. Ntah aku yang nggak tahu ada
program kepemudaan yang seperti itu, atau memang nggak ada yang seperti itu.”
“Tapi,
walaupun yang bisa ikut itu hanya beberapa orang yang terseleksi, setidaknya
kita udah tahu informasi tentang semua program-program tadi,” jelas tadi.
“Aku nggak
masalah dengan yang itu, Dan. Yang jadi masalah adalah proses keterlibatan
pemuda itu loh. Kalau Cuma sekedar seleksi aja, kecil banget tujuan
program-program tadi. Atau pakai solusi yang kedua, kalau memang programnya
tetap kompetitif seperti itu, setidaknya ada follow up yang jelas setelah
seleksi. Libatkan semua pemuda yang pernah ikutan itu untuk aksi atau bakti.”
“Kalau PPAN
beda kok Lis. Ada follow upnya untuk yang masuk final.”
“Emang
diapain para finalis itu Dan?”
“Ya, diajak
jadi panitia untuk acara-acara kepemudaan gitu.”
“Dani
pernah masuk final?”
“Tahun
kemarin.”
“Udah
pernah diminta jadi panitia?”
“Waktu itu
aku KKN, jadinya nggak bisa. Padahal ada beberapa acara; KEJURDA (Kejuaraan
Daerah), Pelatihan Kepemimpinan Pemuda. Loh, emangnya KPN nggak ada follow
upnya ya Lis?”
“Tahun ini
baru ada setelah kami menyarankan kemarin. 10 besar terpilih akan difollow
up-I, tapi ntah nih aku nggak ada ngelihat mereka yang 10 orang itu di sini,”
jelasku sambil melongokkan kepala.
“Pekanbaru
ini bagus. Kenapa? Karena Dinas Pemuda dan Olahraganya berdiri sendiri!”
pekiknya. “Tidak menumpang sana-sini. Kalau kabupaten/kota masih bergabung dengan
Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata. Makanya bisa lebih ‘tajam’ pekerjaannya.
Saya yakin di sini pesertanya dari semua kabupaten. Dari Kuansing ada?
(seseorang mengangkat tangan, tapi tidak berhasil menjawab dengan benar).
“Dispora di
Kuansing itu di bawah Dinas Pariwisata. Cobalah cek!” jelasnya. “Haa, Andri
dari mana tuuu?”
“ROHIL
Pak.” Aku menoleh. Wah, sejak tadi aku dan dia duduk berdekatan, tapi tidak
saling tahu kalau kami sama-sama orang ROHIL. Hikss.
“Haa, ROHIL
itu Disporanya bergabung dengan dinas pendidikan. Cobalah Cek kalau tidak
percaya! Tanya!.” Melihat Andri tidak bergeming, bapak itu bertanya lagi, “Ha
Andri ngapa terbengong? Dah lama tak pulang dah?”
“Udah lama
juga belum pulang, Pak,” jawab Andri.
“Bapak dulu
sekolahnya ya pandai-pandai ajalah. Bapak tamatan SGO. Tahu SGO? (tidak ada
jawaban ‘tahu’ dari peserta) Sekolah
Geger Otak hahahaa.” Semua peserta tertawa. “Kalau ada program yang
tenggelam, kita munculkan. Kalau ada yang muncul? Jangan pula kita
tenggelamkan, hehehe. Ini sedikit pesan
dari saya ya, kalau bertanya jangan biasakan pakai ‘kok, kok’ misalnya; ‘Pak,
di Dispora Provinsi ada program ini, kok
di Dispora kota Pekanbaru nggak ada?’ awas kalau kalian pakai ‘kok, kok’ lagi,
saya tokok kepala kalian, hehe. Cobalah tanya saja; ‘Pak, di Dispora Provinsi
ada program ini, tapi kenapa di Dispora Pekanbaru nggak ada Pak?’ kan itu lebih
enak. Jadi, nggak terkesan; ‘Pak, kok bisa nggak ada? Buatlah Pak!’ haaa.. ini
ilmu yaaa.”
***
Sedang
asyik berselancar di FB, tiba-tiba aku melihat fotomu. Ku perhatikan tanda
waktunya, hemmm…beberapa jam yang lalu baru kau upload ternyata. Lebih gaul,
lebih fresh, lebih imut, setidaknya itu yang ku simpulkan dari beberapa foto
yang pastinya kau sengaja ingin memamerkan wajah. Tapi sayangnya, aku tidak
suka. Aku lebih suka dirimu yang sederhana dan nggak banyak gaya.
“Untuk apa
kau berubah kalau hanya untuk mencari perhatianku?”
Aku akan
bertanya seperi itu kalau saat ini adalah siang hari. Dan, Rini pasti akan
berkomentar, “Pede kali El? Emang yakin itu untuk menarik perhatian El? Siapa
tahu aja ada orang lain, hahaa.”
Karena
penasaran, aku meng-close FBku dan mencoba log in di FBmu. BERHASIL! Ah,
ternyata sampai saat ini kau masih juga mengizinkanku menyelidiki tentangmu.
Apakah kau masih ingin terus membuktikan, “Hey El, aku tidak pernah
macam-macam! Silahkan saja bongkar FBku ini,” kepadaku? Tapi, sekarang sudah
banyak ku rasakan perbedaan. Kalau pun kau masih sama seperti yang dulu, aku
tidak tahu harus bahagia mengetahuinya? Tapi yang jelas rasanya semuanya
hambar!
Aku pernah
berkata, “Jangan terlalu mengagumiku, nanti kamu kecewa.” Sekarang, giliran aku
yang akan memberitahu diriku, “Jangan terlalu mengaguminya El, nanti kamu
kecewa.”
Sekilas,
semuanya biasa saja. Tidak ada hal-halmu yang mencurigakan bagiku. Ada 2 buah
statusmu yang sengaja kau sembunyikan dari publik, padahal menurutku tidak ada
masalah dengan statusmu itu. Aku sedikit geram ketika membaca beberapa komenmu
di FB 2 orang cewek yang ternyata sama-sama Praja seperti dirimu. Sengaja atau
modus? Ntah siapa mereka, hanya dirimu dan Allah lah yang tahu. Tapi, yang
jelas selain berkomentar, kau juga meminta pin BB mereka.
Hemm…sebenarnya
aku juga sudah tahu pin barumu sejak beberapa bulan yang lalu. Awalnya
mengherankan, kenapa kau tidak lagi meminta pinku? Tapi, akhirnya aku
bersyukur, mungkin kau sengaja tidak ingin banyak tahu atau sengaja mencari
tahu tentangku. Baguslah! Aku juga tidak nyaman jika ada orang yang selalu
menyelidikiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar