Rabu, 10 Juni 2015

Sosialisasi Program Kepemudaan dari Dispora Pekanbaru


Sambil terus menyikat gigi, lamunanku tentang cerita tadi sore bermula,
“Dek, tadi Kakak lihat Kak Vivien. Dia jadi pembicara di hotel Resti Menara.”
“Tahu kok!” dengan ekspresi cuek. “Kan setiap malam kami telvonan tuuu,” tambahnya lagi.
Hatiku rasanya cekat-cekit mengenangnya. Tiba-tiba muncul pertanyaan: Jika dalam 1 waktu aku dan dia berdampingan, manakah yang akan lebih dulu kau tegur, Dek? Manakah yang akan lebih antusias kau ajak bicara, Dek? Manakah yang akan lebih histeris kau sapa, Dek?” Sebenarnya, aku sudah tahu jawabannya dan bisa membayangkannya seketika. 

Ku ambil air wudhu perlahan. Dinginnya hambar, tidak meresap sampai ke pori-pori seperti sejuk di pagi hari. Lamunanku tadi mulai terangkai lagi; Aku sudah mendengar segala keluh kesahmu. Juga tentang cemburumu yang kau jabarkan dari A sampai Z ragamnya. Tapi, tak sekalipun aku menceritakan tentang cemburuku yang sesungguhnya, bukan? Sampai detik ini pun aku masih bungkam tentang yang satu itu. Bahkan saat kau berkata, ‘Apapun yang terjadi, jangan kurangi sayangmu kepadaku’ pun aku menyanggupi permintaan itu. Serta merta dan tanpa syarat apa pun.
Tentang hatiku, aku yang lebih tahu. Saat ini, aku sedang tidak ingin mengakui apa-apa. Meski air mataku telah terlebih dahulu mengakui sesuatu.

***
Aku melintasi Balai Bahasa dalam rangka mengejar waktu, memburu janji.
Dek, tendanya berubah jadi ungu lagi. Kamu pasti suka melihatnya.
Aku segera memarkirkan motorku di halaman samping Balai Bahasa dan bergegas naik ke lantai 2, tempat bu Aulia berada.  Aku dipersilahkan masuk dan ia menjelaskan tentang segala informasi yang ku perlu ku ketahui untuk esok pagi.
“Bu, itu Okta ya yang bicara?” tanyaku kepada suara MC dari orgen tunggal di lantai 1.
“Ntahlah, mungkin iya,” jawab  bu Aulia.
“Iya Buuu. Itu pasti Okta!” Aku melongokkan kepala dari atas, tapi yang terlihat hanya bentangan tenda ungu saja.
Aku berpamitan buru-buru dengan bu Aulia dan segera turun ke bawah. Aku berjalan perlahan, mengendap-endap untuk menilik lobi Balai Bahasa ini. Tapi, belum lagi aku sampai,
“Kak Eliiisss?” panggil seseorang dari samping belakang. Ternyata Ariska, aku memang sedang menunggunya. Setelah mendekat dan menyalaminya, aku meminta izin sebentar kepadanya untuk menuntaskan rasa penasaranku.
Aku sudah melihat kemeja Okta walau pun aku belum melihat wajahnya dengan sempurna karena tertutup pintu.
“Heeeyyy!!!” Pekikku.
“Heeyyyyyyyyy!!!” balas Okta lebih keras. Dia ke luar dari dalam dan menanyaiku kenapa aku bisa di situ. Aku juga bertanya kepadanya kenapa dia juga bisa di situ?


Dari Balai Bahasa, kami beringsut duduk-duduk di kantin BEM FKIP. Aku dan Ariska ingin berlatih untuk lomba berbalas pantun besok. Aku berharap banyak bisa ketularan pinternya dek Ariska berpantun.
“Semangat ya Keyyy! Belajar yang rajin nanti malam sebelum besok pagi ujian proposal,” kataku kepada Key yang setia duduk di dekat kami dan ikutan ngasih saran.
“Halaaah, dia ngingatkan orang padahal dia belum apa-apa tuhh?” timpal Okta
“Kakak belum juga Kakak?” tanya Ariska kepadaku
Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum kecut.
“Kapan lagi Kak kalau nggak sekarang?”
“Biarlah Kak Elis tuuuh. Dia punya tanggalnya Dek. Kita harus menghargai orang yang mempunyai pilihan lain,” elak Key.

***
Seberapa banyak waktu yang telah kita sisihkan untuk orang tua kita?
Kalimat penutup dari video motivasi tadi pagi teringat kembali. Kak Vivien yang sesibuk itu aja udah berkali-kali pulang kampung. Lah aku? Padahal rumahnya lebih jauh dan lebih ribet rutenya; pakai speedboat segala. Apa gunanya kesuksesan El kalau kau melupa kampung halaman? Kau ingin mengulang kisah di Malin?
“Kita harus mengorbankan salah satunya dan memperjuangkan yang lainnya. Tapi, jangan sampai apa yang kita perjuangkan itu sia-sia, makanya harus bener-bener bertanggung jawab terhadap pilihan kita. Harus ada sesuatu yang bisa kita banggakan dan kita bawa pulang.”
Kalimat itu milik dia yang sedang ku kenang. Aku bertanya kepada diriku sendiri; “El, kamu belum skripsi juga nih! Terus, apa yang bisa kamu banggakan sebagai penggantinya?” Aku terdiam. Kelu rasanya lidah ini. Tidak bisa ku jawab sama sekali.
Bermunculanlah beberapa usaha yang sudah ku lalui tapi tidak membuahkan hasil seperti prediksi. Detik ini, sebenarnya aku sedang berada di lembah kesia-siaan. Memang benar kata hatiku tadi, “Tidak ada yang bisa ku banggakan!” Bahkan, beberapa konsep buku yang pernah muluk-muluk ku rencanakan tidak juga selesai. Setiap dilanda kesibukan, bisanya hanya menjerit di dalam hati: “Ya Allah, aku ingin punya lebih banyak waktu lagi untuk MENULIS!” Tapi, nyatanya ketika waktu luang tersedia, aku malah sering menyerahkan diri mentah-mentah kepada si malas. Halaah, El! Sudahlah! Jangan banyak berbual!, kutukku dalam hati.

***
Bahkan kadang, untuk merindu pun aku takut. Yang dirindu belum tentu merindu. Aku tidak ingin ditinggal, tapi memastikan orang lain tidak akan pergi pun mustahil. Kadang, aku lebih memilih pasrah, bagaimana hidup memperlakukanku.
Ku kirim pesan tersebut ke beberapa orang yang rasanya ‘nyambung’ maksudku. Ada seseorang yang paling inti di antara beberapa penerimanya. Tak cukup puas disitu, aku melanjutkan tulisan di FB,
Jika tadi kau bertanya ,”Rindukah aku kepadamu?”
Giliran aku yang bertanya kepadamu, “Pentingkah jika pun aku rindu?”
Takjubnya, karena seketika ada yang me-like statusku itu sementara barusan ku cek lagi link blogku, NIHIL. Hati yang sedang gundah, bertambah resah; Aku sudah menulis dengan cinta. Tapi nyatanya tidak ada yang membacanya (jangankan berbicara cinta). Pantaskah jika kini aku berniat berhenti? Kalau tidak pantas, bolehkan aku berjeda? Kalau tidak pantas juga, bolehkan aku beristirahat sejenak?

***
“Rin, udah difoto moment ini?” tanyaku kepada Rini.
“Belum,” jawabnya singkat.
“Tolonglah fotoin. Yang ini, yang itu juga. Semuanya lah pokoknya,” pintaku tanpa peduli apakah Rini ikhlas atau tidak dengannya. “Ihhh, gatal kali lah tanganku pengen jeprat-jepret niiihhh.”
Ya Allah, cukuplah hari ini saja aku tidak bersama si merah. Tolong berikan aku rezeki agar aku bisa segera menebusnya supaya ia kembali di sisi… Sampai sekarang, Rini belum juga tahu di mana kameraku itu berada. Aku bilang aja kalau kameraku ku gadaikan .hihii.. kan emang bener ya? Ditahan gara-gara belum bisa ngelunasi hardisk, tapi hardisknya udah boleh dibawa pulang olehku.

***
Aku Iri. Sungguh! Padahal hasrat yang kemarin sudah ku simpan rapi di laci kenangan. Gambar-gambar yang tayang di depan ku ini benar-benar memikat hati. Lagu campur sari yang mengiringi slide tersebut seketika berganti menjadi lagu Payphone. Iriku semakin menjadi-jadi, tapi semoga tak menjadi dengki.
Untuk bisa berdiri di panggung nasional, kami harus melewati seleksi di tingkat kabupaten hingga provinsi  dengan pemuda-pemuda luar biasa lainnya ^_^
Kalimat tersebut muncul di antara foto-foto momen yang berseliweran. Ah, aku tersentil sekali! Slide yang ditayangkan adalah tentang Jambore Nasional tahun 2014. Aku fikir, yang namanya Jambore itu hanyalah untuk anak Pramuka saja. Seperti yang pernah aku tahu dulu, Andres bisa ikut Jambore nasional waktu SMP ya karena dia aktif di Pramuka.
“Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh…” seorang bapak dari Dispora Pekanbaru mulai berbicara. Tapi, yang berbicara lupa menyebutkan nama. Di sebelahnya, layar proyektor sudah berubah tampilan ; PROGRAM KEPEMUDAAN DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA PEKANBARU.
Aku memutar badan 180 derajat ke belakang, melihat Rini. Ternyata yang dilihat sedang asyik mematut diri di depan Androidnya.

DUTA PEMUDA. 2 kata itu muncul di slide. Apa itu ya? Jangan-jangan, pemuda yang lolos seleksi BPAD itu sah disebut sebagai Duta Pemuda? Tanyaku dalam hati.
“Pertemuan hari ini adalah temu-wicara, artinya bertemu lalu berbicara. Bukannya bertemu tapi diam saja. Di sini banyak sekali organisasi ya, ada BEM yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa. Waaah, dari kepanjangannya saja sudah keren ya? Eksekutif, itu sudah tinggi levelnya. Dan ada banyak OKP dan persatuan-persautan yang hadir di sini juga ya. Nah, Bapak yang berbicara ini belum tentu lebih baik dari ananda sekalian, kalau rasanya apa yang Bapak sampaikan nanti nggak bermanfaat silahkan saja ananda angkat tangan ,’Pak, lebih baik Bapak bicara tentang materi sajalah!’ haa gitu yaa,” jelasnya dengan logat melayu. Gaya bicaranya mampu mencairkan suasana.
Iseng-iseng, aku membuka FB sambil telinga terus disiagakan. Aku segera mengechek, berapa banyak like yang sudah ku dapatkan dari link blog yang baru ku share tadi pagi. Dan hasilnya ternyata?... jreeeng..jreeengg..jreeenngg… NOL! Nggak ada 1 like pun yang aku dapatkan. Kadang, aku juga heran, kenapa setiap kali aku ngeshare link blog selalu aja sepi? Mungkin banyak yang nggak punya paket untuk browsing ya? Hemmm…atau emang blogku yang nggak menarik? Hiksss..
Berbeda banget dengan status yang kurang dari 1 menit yang lalu ku update; SOSIALISASI PROGRAM KEPEMUDAAN oleh DISPORA PEKANBARU di Hotel Resti Menara, Pekanbaru, langsung aja tuh ada yang ngelike. Nah, menurut pemirsaaa, salahnya di mana???
“…pemuda itu jiwanya harus melayani, bukan malah minta dilayani. Artinya, kalau lihat kawan kesusahan, kita bantu. Lihat orang bannya bocor, kita tawarkan pertolongan, bukannya malah cuek dan berkata; ‘Lantaklah situuuu!’ Yang pertama ada program BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah), nah ini nanti acaranya ke Kepri.”

Aku langsung teringat kepada Romi. Dek, kamu beruntung banget, juara 1 di BPAD tahun ini. Hemmm..kok baru disosialisasikan sekarang sih Pak? Romi udah menang sejak kemarin puun, kataku di dalam hati.
“..jadi, yang kita jari adalah orang-orang yang bisa mengharumkan dan mengangkat nama Riau. Bukan seperti mentimun bungkuk, dimasukkan juga ke dalam karung tapi tidak ikut dihitung. Hahaha. Selanjutnya adalah program PSP3 (Program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan).  Nah, ini nanti dari kota, dari kota dikirim ke provinsi. Itu akan digaji sampai Rp 3000.000 sebulan. Ada yang sudah pernah mengikuti program ini di sini?” tanyanya kepada peserta. Dijawab dengan gelengan kepada dan suara, ‘Beluuumm, Pak’. Akan digaji oleh pemerintah dan kontraknya per tahun. Kalau kita tidak punya kegiatan, lebih baik ikuti program ini. Selanjutnya, PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara), nah kalau ini dari Provinsi, dari Provinsi ke Negara. “
Aku mengedarkan pandangan ke seisi ruangan, tidak ku temui anak-anak PCMI selain bang Renza. Bang Renza pun adalah alumni KPN yang setiap tahunnya pasti menjuri-I seleksi KPNku. Tapi jujur, aku baru tahu kalau dia adalah alumni PPAN program Indonesia-Kanada, dari seseorang belum lama kemarin.
“…Kalau Pemuda Pelopor, sudah ada yang mengikuti atau belum di sini?(jawaban masih sama; gelengan kepada dan kata ‘belum’).Pelopor itu apa? Penggerak kan? Boleh jadi dibidang kewirausahaan, lingkungan atau yang lainnya. Selanjutnya adalah Kapal Pemuda Nusantara, ada nggak yang pernah jadi utusan dari KPN?”
Yah Pak, pertanyaannya kok itu sih Pak? Kenapa nggak tanya; ada nggak yang udah pernah mencoba program ini? Pasti aku akan segera angkat tangan. Eh, tapi buat apa juga ya yang bukan utusan di tanyain? Hihiii.
“Yang dari BEM kira-kira bisa ikut program ini nggak?”
“Bisaa Pak. Bisaaa,” jawab beberapa orang peserta.

Ya eyalah bisa. Bisa ikutan aja, Brooo. Tapi belum tentu bisa terpilih. Hihii..Aku contohnya!
“Iya bisaaa, tapi mungkin karena selama ini kurang informasi aja. Nah, inilah gunanya sosialiasi ini diadakan supaya bisa menjembatani Adik-adik semuanya untuk bisa mengikutinya. Semua program-program yang saya sampaikan ini bisa Adik-adik ikuti dan terus berjalan setiap tahunnya. Selanjutnya Program Pelatihan Strategis; 1. Program Kepemimpinan Tingkat Dasar, 2. Program Kewirausahaan, 3. Program Peringatan Sumpah Pemuda, 4. Program Pelatihan Iman dan Takwa, 5. Program Pembinaan Pramuka. Nah, Program Peringatan Sumpah Pemuda ini akan nada juga tahu ini tapi saya tidak tahu kapan pastinya. Saya juga tidak tahu bagaimana nanti cara memilihnya. Kalau yang Program Pelatihan Iman dan Takwa ini bukan untuk pemuda, karena ananda semuanya bisa mencari ilmu sendiri dan pada dasarnya sudah dapat pendidikannya. Yang Bapak harapkan, program ini adalah untuk pemuda yang memang butuh diberi perhatian lebih untuk dibina Iman dan Takwa. Faham ya? Nyambunng nggak kira-kira?
“Mungkin contohnya anak jalanan gitu ya Dani? Tanyaku.
“Haaa, bisa juga tuh. Mereka yang kita bawa ke mari kan..”
“Ya, soalnya kan mereka sekolah pun mungkin nggak selesai, ilmu ntah dari mana pula harus mereka cari. Kalau kita-kita lagi yang dibina ya nggak terlalu signifikan, karena kita pun punya banyak cara. Mereka lebih butuh intinya.” Dani manggut-manggut.
Hari ini, 10 Juni 2015,
Kegiatan cukup padat....
Vivien Anjadi Suwito mengisi kegiatan di talkshow yang diadakan IPKP Pekanbaru dalam rangka sosialisasi akbar BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah) di Hotel Resty Menara.
Aku tersenyum membaca status kak Vivin tersebut, “Wah, Kak Vivien bakal ngisi di sini juga? Wew!” Kak Vivin sudah punya akun ke 3nya karena 2 yang sebelumnya sudah penuh. Ini fenomena yang fantastic menurutku. Bagaimana bisa kak Vivien secepat itu full-add? Apakah semua orang yang meng-addnya selalu diterima? Atau memang sekalipun diseleksinya, tetap saja jumlahnya membludak? Hemm..apapun itu, aku takjub. Kak Vivien punya banyak teman yang insya allah akan banyak yang mendoakannya.

Aku segera mengomentarinya, sampai jumpa di hotel resti menara kakak baik hati. *miss u
“Dani, coba perhatikan, program-program kepemudaan yang dijelaskan oleh Bapak ini rata-rata bersifat kompetitif kan?”
“Iyaa, bener.”
“Memang, semuanya bisa ikut, tapi hanya mereka yang terpilih saja yang bisa menikmati fasilitas itu. Jadi, kesannya program-program itu adalah untuk pemuda, tapi yang beruntung. Kalau nggak beruntung ya udah, setelah seleksi, say good bye aja. Maksud aku gini loh, seharusnya programnya tidak sebatas itu karena tujuannya pasti untuk mengembangkan minat bakat, meningkatkan kapasitas dan memajukan kehidupan pemuda kan? Tapi, kalau keterlibatan pemuda secara umum hanya sebatas seminar-seminar gini aja kurang efektif rasanya. Ntah aku yang nggak tahu ada program kepemudaan yang seperti itu, atau memang nggak ada yang seperti itu.”
“Tapi, walaupun yang bisa ikut itu hanya beberapa orang yang terseleksi, setidaknya kita udah tahu informasi tentang semua program-program tadi,” jelas tadi.
“Aku nggak masalah dengan yang itu, Dan. Yang jadi masalah adalah proses keterlibatan pemuda itu loh. Kalau Cuma sekedar seleksi aja, kecil banget tujuan program-program tadi. Atau pakai solusi yang kedua, kalau memang programnya tetap kompetitif seperti itu, setidaknya ada follow up yang jelas setelah seleksi. Libatkan semua pemuda yang pernah ikutan itu untuk aksi atau bakti.”
“Kalau PPAN beda kok Lis. Ada follow upnya untuk yang masuk final.”
“Emang diapain para finalis itu Dan?”
“Ya, diajak jadi panitia untuk acara-acara kepemudaan gitu.”
“Dani pernah masuk final?”
“Tahun kemarin.”
“Udah pernah diminta jadi panitia?”
“Waktu itu aku KKN, jadinya nggak bisa. Padahal ada beberapa acara; KEJURDA (Kejuaraan Daerah), Pelatihan Kepemimpinan Pemuda. Loh, emangnya KPN nggak ada follow upnya ya Lis?”
“Tahun ini baru ada setelah kami menyarankan kemarin. 10 besar terpilih akan difollow up-I, tapi ntah nih aku nggak ada ngelihat mereka yang 10 orang itu di sini,” jelasku sambil melongokkan kepala.
“Pekanbaru ini bagus. Kenapa? Karena Dinas Pemuda dan Olahraganya berdiri sendiri!” pekiknya. “Tidak menumpang sana-sini. Kalau kabupaten/kota masih bergabung dengan Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata. Makanya bisa lebih ‘tajam’ pekerjaannya. Saya yakin di sini pesertanya dari semua kabupaten. Dari Kuansing ada? (seseorang mengangkat tangan, tapi tidak berhasil menjawab dengan benar).
“Dispora di Kuansing itu di bawah Dinas Pariwisata. Cobalah cek!” jelasnya. “Haa, Andri dari mana tuuu?”
“ROHIL Pak.” Aku menoleh. Wah, sejak tadi aku dan dia duduk berdekatan, tapi tidak saling tahu kalau kami sama-sama orang ROHIL. Hikss.
“Haa, ROHIL itu Disporanya bergabung dengan dinas pendidikan. Cobalah Cek kalau tidak percaya! Tanya!.” Melihat Andri tidak bergeming, bapak itu bertanya lagi, “Ha Andri ngapa terbengong? Dah lama tak pulang dah?”
“Udah lama juga belum pulang, Pak,” jawab Andri.
“Bapak dulu sekolahnya ya pandai-pandai ajalah. Bapak tamatan SGO. Tahu SGO? (tidak ada jawaban ‘tahu’ dari peserta) Sekolah Geger Otak hahahaa.” Semua peserta tertawa. “Kalau ada program yang tenggelam, kita munculkan. Kalau ada yang muncul? Jangan pula kita tenggelamkan, hehehe.  Ini sedikit pesan dari saya ya, kalau bertanya jangan biasakan pakai ‘kok, kok’ misalnya; ‘Pak, di Dispora Provinsi ada program ini, kok di Dispora kota Pekanbaru nggak ada?’ awas kalau kalian pakai ‘kok, kok’ lagi, saya tokok kepala kalian, hehe. Cobalah tanya saja; ‘Pak, di Dispora Provinsi ada program ini, tapi kenapa di Dispora Pekanbaru nggak ada Pak?’ kan itu lebih enak. Jadi, nggak terkesan; ‘Pak, kok bisa nggak ada? Buatlah Pak!’ haaa.. ini ilmu yaaa.”

***
Sedang asyik berselancar di FB, tiba-tiba aku melihat fotomu. Ku perhatikan tanda waktunya, hemmm…beberapa jam yang lalu baru kau upload ternyata. Lebih gaul, lebih fresh, lebih imut, setidaknya itu yang ku simpulkan dari beberapa foto yang pastinya kau sengaja ingin memamerkan wajah. Tapi sayangnya, aku tidak suka. Aku lebih suka dirimu yang sederhana dan nggak banyak gaya.
“Untuk apa kau berubah kalau hanya untuk mencari perhatianku?”
Aku akan bertanya seperi itu kalau saat ini adalah siang hari. Dan, Rini pasti akan berkomentar, “Pede kali El? Emang yakin itu untuk menarik perhatian El? Siapa tahu aja ada orang lain, hahaa.”
Karena penasaran, aku meng-close FBku dan mencoba log in di FBmu. BERHASIL! Ah, ternyata sampai saat ini kau masih juga mengizinkanku menyelidiki tentangmu. Apakah kau masih ingin terus membuktikan, “Hey El, aku tidak pernah macam-macam! Silahkan saja bongkar FBku ini,” kepadaku? Tapi, sekarang sudah banyak ku rasakan perbedaan. Kalau pun kau masih sama seperti yang dulu, aku tidak tahu harus bahagia mengetahuinya? Tapi yang jelas rasanya semuanya hambar!
Aku pernah berkata, “Jangan terlalu mengagumiku, nanti kamu kecewa.” Sekarang, giliran aku yang akan memberitahu diriku, “Jangan terlalu mengaguminya El, nanti kamu kecewa.”
Sekilas, semuanya biasa saja. Tidak ada hal-halmu yang mencurigakan bagiku. Ada 2 buah statusmu yang sengaja kau sembunyikan dari publik, padahal menurutku tidak ada masalah dengan statusmu itu. Aku sedikit geram ketika membaca beberapa komenmu di FB 2 orang cewek yang ternyata sama-sama Praja seperti dirimu. Sengaja atau modus? Ntah siapa mereka, hanya dirimu dan Allah lah yang tahu. Tapi, yang jelas selain berkomentar, kau juga meminta pin BB mereka.
Hemm…sebenarnya aku juga sudah tahu pin barumu sejak beberapa bulan yang lalu. Awalnya mengherankan, kenapa kau tidak lagi meminta pinku? Tapi, akhirnya aku bersyukur, mungkin kau sengaja tidak ingin banyak tahu atau sengaja mencari tahu tentangku. Baguslah! Aku juga tidak nyaman jika ada orang yang selalu menyelidikiku.

Tidak ada komentar: