"Kak, itu pacar Kakak ya yang di teras?”
“Iya El,” jawab kak Dina.
“Kakak udah tunangan sama dia?”
“Udah El. Sekitar bulan Maret akhir
kemarin.”
“Jadi, kapan nikahnya Kak?”
“Hemm… Masih nanti dululah itu El. Ntah
kapan, belum tadi lagi El.”
Inilah kebiasaan masyarakat yang aku nggak
pernah setuju. Tunangan seolah menjadi alasan penghalalan hubungan 2 orang yang
sudah lama pacaran atau disalahartikan juga sebagai setengah langkah dari
pernikahan yang sah. Kemaksiatan semakin terbuka lebar karena bisikan syetan
semakin lancar.
Sebenarnya, udah banyak contoh dari kasus
gagalnya pernikahan karena rentang pertunangan-pernikahan yang terlalu lama.
Tapi, mungkin masyarakat tidak mengambil poin dari kesalahan pertunangan itu
melainkan hanya menganggapkanya sebagai ‘kecelakaan’ atau kasus langka.
Pertanyaanku cuma 1 sih, “Kalau memang belum siap untuk serius nikah, ngapain
tunangan?” pertanyaan sejeni pernah juga ku ajukan untuk kader yang ngaku belum
siap nikah tapi pengen taaruf, “Kalau memang belum siap nikah, ngapain ngajak
taaruf?” See? *Fahami!
“Elysa sama siapa sekarang?” tanya kak
Dina, gantian.
“Sama siapa apanya Kak?”
“Halaah, cowok Elysa loh. Siapa sekarang?”
Ini pula yang sering membuatku gigit jari;
ditanyai tentang pacar, padahal jilbab udah lebar. *loe nggak ngelihat itu
sist? Kalau di kampus mah enak ya pemirsa, teman-teman kebanyakan udah pada
faham kalau yang disebut akhwat itu kayak gimana. Minimal nih; nggak pacaran.
Tapi di masyarakat umumnya, mereka belum faham begituan. *lalu, tugasnya siapa
memahamkan? Ya, tentu aja tugasnya kita bersama; yang udah faham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar