Padahal niatnya berangkat jam 08.00wib
Padahal niatnya Cuma mau tidur bentar aja
Padahal mau nulis banyak hal pagi ini
Padahal mau ini mau itu……. ARRRRRGGGGGHHHHHH, ternyata
terjaga jam 08.25 wib.
Ini gara-gara si ganteng (baca: kucing) nih! Sebelum subuh,
dia udah masuk ke kamarku dari jendela. Dan, aku tuh kalau liat dia tidur,
pengen tidur juga deket dia sambil ngelus-ngelus. Eh, taunya dia udah nggak ada
di sampingku dan akunya kebablasan tidur. Hiksss.
Well, pagi ini aku akan nganterin Susi ke Kartama buat
ngambil ijazahnya yang ditahan sama si Engkong Cina. Nah, itu dia niatnya
berangkat jam 08.00wib aja karena setelah itu aku mau langsung ke SKA buat
nanyain android yang pengen papi beli dan mau ke I Store baut mastiin di situ
bisa buat nyervice Apple kagak? Applenya teguh rusak soalnya udah 2 mingguan
juga kalau nggak salah. Aciaaan dia.
El udah siap-siap?
Udah Si. Tinggal mau sholat Duha aja nih. Eh, helmmu ada
nggak?
Susi tidak membalas pesanku juga setelah aku ngangkatin
jemuran, Dhuha dan manasin motor. Akhirnya, aku bawain aja helmnya Rincuy.
Kalau dia ada helm, ya udah aku tinggalin aja dulu helm ini di kosannya. Tapi,
kalau ternyata dia nggak ada helm, nggak mungkin kan kami gagal pergi atau aku
harus jemput balik helm ke kos dulu? *tipe golongan darah B emang gicuu cin.
Praktis.
Aku sampai di depan kosan Susi dan ternyata di depannya ada
cucian motor. Beuh! Kalau tahu gini, aku ke sininya sejak sejam yang lalu aja
biar bisa dicuci dulu motorku.
“Pura-pura nggak lihat aja ya El aku ngeletakkan kuncinya di
mana!” pinta Susi. Karena, aku udah terlanjur melihat tempat rahasianya. Ehhe.
“El, mu pake baju ala Korea ya hari ini?” tanya Susi yang
sebenarnya lebih ke pernyataan.
“Mu beli-beli baju kayak gini ni di mana sih El?”
“Emm..di mana yaa? Hehe”
“Sampek 150ribuan gitu nggak El?”
“Waahh, nggak semahal itu kok Ciinn. Ehehe.”
Aku baru sangat sadar pentingnya menggunakan masker ketika
berkendara. Cerita dari abang nasi goreng kemarin itu membuatku benar-benar
harus menjaga hidung dan mulut dari virus-virus yang beterbangan bebas di mana
aja.
Saat ini, kami sudah memasuki jalan Edi Sucipto. Aku fikir,
bakal terus lurus aja dan masuk ke AURI, tapi ternyata belok ke kanan. Susi yakin
betul masih ingat dengan alamatnya. Aku sih, ngikut petunjuk tuan putri aje.
Setelah 15 menit melaju ke depan, Susi memintaku berbelok
memasuki jalan pintas yang berhubungan dengan jalan Kaharudin Nasution. Aku
kembali diingatkan bahwa di pinggir jalan inilah kampus UIR berada. Tapi, kali
ini kami nggak sampai ke sana.
“Nah, itu tempatnya El yang setelah Alfamart dan ada bacaan
Lowongan Kerja itu.”
Aku membawa Susi ke tempat yang sesuai tujuannya ini. Susi
langsung masuk ke dalam dan aku tetap di atas motor saja. Aku menilai tempat
ini lebih seperti penyimpanan barang-barang sebelum diambil oleh pedagang
sepertinya. Atau, bisa jadi mereka adalah agen/distributor? Hemm..maybe.
Tak lama, Susi menuruni tangga dan ke luar dari dalam sana.
Syukurlah kalau ternyata prosedurnya nggak sesulit yang aku kira.
“Susi nggak dimarahin kan tadi?”
“Nggak sih El. Cuma ya gitu deh, agak lain mukanya.”
“Ah, biar ajalah. Semoga dia berubah.”
Susi minta disinggahi di perempatan lampu merah pasar pagi
aja supaya seterusnya dia naik oplet. Aku mikir, kasihan juga Susi kalau
ngikutin aku ke SKA sampai sore. Dia akan suntuk dan borring ntar.
“El, isi minya dulu ya.”
“Loh, kan kemarin Susi udah ngasih aku Rp 10.000 untuk beli
minyak dan uda ku isi ini Si.”
“Nggak apa-apa El. Kartama ini jauh juga loh. Yang kemarin
tu yang untuk kemarin aja. Aku sekaligus mau mecahin uang juga nih, biar nanti
naik opletnya ada uang pas.”
“Ya udah deh, kalau Susi maksa.”
***
Aku sangat menikmati detik-detik jelang masuk ke dalam SKA.
Seperti biasa, aku menghirup nafas dalam-dalam hingga dinginnya AC berikut
aromanya memenuhi rongga dada. Selanjutnya aku akan tersenyum dan berkata,
“Heemmm..sejuknya ya Allah.”
Dari pintu Rokan, aku berbelok ke kanan, melintasi Atrium
Kampar lalu berbelok ke kiri lagi, menaiki escalator hingga ke lantai 3 di
tempat I-Phone store berada.
“Bang, mau nanya nih. Di sini bisa sekaligus untuk service
Apple nggak ya?”
“Bisa Dek. Memangnya apa kerusakannya?”
“Wah, bukan punya saya pula Bang. Saya cuma mastiin kalau di
sini juga bisa sekaligus service Apple.”
“Tipe Applenya berapa Mbak?
“Kalau nggak salah
Apple S Four bang”
“Oh Four S ya. Ntar bawa aja ke sini HPnya Mbak. Soalnya
kalau saya bisai perbaiki di sini, biar saya tangani aja daripada dirim ke
Jakarta akan lebih banyak lagi biayanya.”
***
Aku duduk di kursi kayu di lantai 2. Asyik banget di sini,
bisa wifian, bisa menerobos pandangan ke Atrium Kampar di lantai 1 dan bisa
ngetik. Ehee.
Mak, masih di SKA?
Masih lah. Mak di
sini sampai sore. Adek dah di mana?
Baru kelas jumatan
nih mak. Mau ngambil tas dulu ke rumah.
Ada cas Nokia nggak
dek? Pinjam.
Ada. Punya abang.
Ntar dibawa.
Di sebelah kiriku baru saja duduk anak kecil berpakaian
Melayu, warnanya biru seperti seragam sekolah.
“Adek sedang nungguin siapa?”
“Nggak nungguin siapa-siapa.”
“Ke sininya sama siapa emangnya?”
“Sendiri. Di antar tadi.”

“Dek, tolong fotoin Kakak sedang ngetik ya?” Ketika melihat
hasil jepretan yang kurang memuaskan, aku memintanya
mengulang dan terakhir,
aku mengajaknya berselfie ria. “Makasih ya Dek,” kataku kepadanya yang sudah
kembali ke tempat duduknya semula. Tak lama, ia pergi lagi ntah ke mana, ah aku
bahkan belum bertanya siapa namanya. Hiksss.
Mak udah 2 hari ini
nggak ada cerita di blog
Wewww, emang bener-bener pembaca setia blogku nih
Teguh. Kayaknya, aku harus bikin acara
penganugerahan untuk pembaca berprestasi blogku hehe.
“Selamat siang penjunjung setia Mall SKA Pekanbaru.Saat ini,
waktu sholat Zuhur telah tiba. Kami menyediakan mushola di lantai 1, 2 dan 3
gedung mal SKA Pekanbaru. Terimakasih dan selamat siang.”
Kebetulan, tempat duduk ini letaknya hanya 3 meter dari
rambu exit, ke arah sanalah mushola berada. Inilah yang mengherankan,
bisa-bisanya nggak ada plank petunjuk bahwa di jalur exit ini ada Mushola. Ada
sih petunjuk mushola, tapi arahnya ke lantai 3. Dan kemarin, aku dan Key udah
kena jebakan. Ketika kami sampai di lantai 3, ternyata ada lagi plank petunjuk
mushola kea rah atas lagi. Akhirnya, kami sholat di plafon gedung ini.
***
“Mak!”
“Heiiii… duduk sini, duduk.”
Teguh datang dari arah belakangku ketika aku sedang ngaji di
gerai PKPU. Hari ini, dia menggunakan baju koko berwarna ungu. Apakah dia suka
ungu? Ntahlah. Nggak pernah pula ku tanya. Hehe.
“Temenin ke atas yuk Mak? Kan belum mulai ngeMC nya kan?”
“Yuklah.”
Aku permisi kepada kak Riska dan segera ke lantai 3 bersama
Teguh.
“Mak, Adek salut kali dengan tim kreatifnya si Apple ini.
Gimana caranya mereka bisa menciptakan merk yang WAW banget di mata orang.
Contohnya aja baju kaos yang dipakai di gerainya tadi tu, tulisannya I Work Here, simpel banget loh tapi
keren. Kalau di manajemen, tim kreatif itu punya hak istimewa dalam lalu lintas
hubungan antar lini Mak, karena mereka nggak terikat.”
“Iya ya, kok bisa mereka gitu. Barang apapun yang merknya
Apple, pasti mahal dan branded.”
“Eh, mak, aku bisa nggak rasis tapi kecuali dengan Cina.”
“Kenapa gitu Dek?”
“Ya, mereka udah nguasai perdagangan dan sekarang mereka mau
nguasai politik. Serakah banget kalau Teguh lihat,” tutur Teguh dengan gaya
analitiknya itu.
Tadinya, aku fikir ngecek Applenya Teguh hanya sebentar
saja, ternyata harus menunggu selama sejam dulu untuk scanning errornya
sementara dari atas sini aku sudah mendengar suara bang Hendra mulai mengudara.
“Dek, udah mulai kayaknya acaranya tuh. Mak ke bawah ya.
Atau Adek mau ikut juga ke bawah?”
“Ikut jugalah Mak. Mau wifian di bawah.”
Benar saja, aku melihat bang Hendra baru saja turun dari
atas panggung setelah memanggil seorang dai cilik berasal dari pesantren Wali
Songo. Ketika bang Hendra melihat ke arahku, aku menangkupkan tangan meminta
maaf dan ia hanya geleng-geleng kepala saja.
“Yaaa… itulah penampilan dari Ahmadi yang berasal dari
pesantren Wali Songo.”
“Luar biasa sekali ya Bang, kecil-kecil sudah pinter berceramah
seperti seorang Ustad”
“Eh, tunggu dulu. Elisa dari mana sih tadi? Kok tiba-tiba
nongol nih.”
“Hhehe. Tadi Elysa nemenin Adek ke atas Bang.”
“Siapa Adeknya?”
“Itu tuh yang duduk di depan kita pakai baju koko ungu.”
“Oh, Teguhh. Itulah, Abang tadi akhirnya membuka acara
sendirian karena Elysa menghilang. Baiklah, kita panggil kembali Adik kita
Ahmadi untuk kita wawancarai sebentar ya Lis..?”
“Yap. Bener sekali Bang. Silahkan naik ke atas panggung,
Dek. Nah, Kakak mau tanya nih, Ahmadi sekarang sudah kelas berapa?”
“Sekarang kelas 5.”
“Kelas 5 SD ya?” tanya bang Hendra.
“Emmm…itu di pesantrennya. Kalau sekolah umum, saya sudah
kelas 2 SMA.”
“WAWWWW! Sekecil ini sudah kelas 2 SMA. Bagaimana mungkin?
Memangnya umurnya sudah berapa tahun sekarang Dek?”
“Sekarang sudah 17 tahun.”
“Ohohooo. Jangan melihat usia seseorang dari fisiknya saja
kalau gitu Bang Hendra.”
“Iya nih. Nanti perbanyak minum kalsium ya, biar semakin
tinggi. Hehe, ini ngomongi diri sendiri juga sebenarnya ya Lis. Ehhe.”
Kemarin, aku disaksikan oleh Susi dan hari ini oleh Teguh.
Semoga Teguh peka terhadap keinginanku untuk sering-sering difoto, hehe.
*yuhuuu.
Di jadwal, tertulis bahwa hari ini tim nasyid dari UIN akan
mengisi pada pukul 15.00wib, tapi ternyata tidak jadi dan digantikan dengan
persembahan beatbox, nasyid dan kolaborasi musik tanpa lagu oleh SMK Analisis
Kesehatan Abdurab.
***
Telah tiba waktunya untuk menunggu saat berbuka puasa. Sekarang,
aku dan Teguh sudah berada di Rumah Panggung. Dia ngajak buka bareng karena esok
dia udah pulang ke Dumai. Kalau seandainya bubar MAWAPRESnya jadi hari ini,
tentu Teguh juga bisa ikutan. Tapi, karena diundur sampai besok, makanya jadi
bubar bareng maknya aja.
“… Eh, dengar dulu. Aku punya cerita kocak nihh! Kan
biasanya kalau sahur, aku beli lauk dulu ke luar. Nah, semalam tu aku ke
luarnya jam setengah 4. Pas aku buka pintu, eh tiba-tiba masuk si Ketty ke dalam
rumah. Cepet kali larinya. Ya Allah, dia tidur di luar semalaman looohh!
Hihiii. Aku marahin dia, ‘Eh, Ketty darimana kauuu? Udah kayak gembel aja
jadinya!’ Ya Allah, kotor kali loh bulunya, dari putih berubah jadi hitam. Buseeeet,
main di tempat sampah rupanya dia, jadi dekill banget gitu. langsung ku mandiin
bersih-bersih barulah dikipas anginin, biar cepet kering bulunya.
Emanglah!......Nggak, aku nggak tahu loh kalau dia tu ikut ke luar waktu aku
sama Abang ke luar. Nggak pula ku cek lagi dia pas mau tidur. Hhahah….
Itulahhh.”
Aku senyam-senyum mendengar Teguh telvonan (ntah dengan
siapa). *hemmm… aku jadi curiga guys, jangan-jangan anak aku ni sedang puber.
Hihii.
“…. Heh, enak aja. mana pula, baru jam 6 kok nih!... oke,
oke. Yaapp.”
Teguh menutup telvonnya dan baru menoleh ke arahku. Dia
nggak nyadar sama sekali kalau sejak tadi aku ikut ketawa, sejak dia nyeritain
si Ketty Perry. Hhe.
“Hayooo ditelvon siapaaa? Ekkk..ekkk..eekkk..sihiiyyyy.”
“Bukan siapa-siapa loh Mak.”
“Kayaknya bukan Ospa atau Pe’A deh. Dia pasti adalah orang
yang nggak pernah Adek ceritain ke Mak kan? Sihiiiyyyy.”
“Apaanlah Mak ni.”
Wajah Teguh memerah dan aku menyerah. Ntar kalau ku terusin,
takutnya dia malah nangis, ehheh. *orang tua kan emang kuat banget instingnya
ya pemirsaa? Capcusss.
“Mak, waktu kejadian jatuhnya pesawat Hercule kemarin kan
banyak yang ngaku punya firasat sebelum pesawat itu jatuh. Nah, Adek nanya ke
Bang Azhari gini lewat chat, Bang,
firasat-firasat yang dihubung-hubungkan dengan suatu kejadian itu apa
tafsirannya ya? Mereka itu ingin menguasai takdir Tuhan atau mendahului takdir
tuhan? Atau itu hanya cocoklogi aja? Gitu Adek tanya ke dia Mak.”
“Hah?
Cocoklogi?” tanyaku, karena aku baru mendengar istilah unik itu.
“Iya Mak,
artinya menyambung-nyambungkan atau menghubung-hubungkan sesuatu gitu.”
“Gak masalah Guh, itu namanya Intuisi atau firasat sebagai bukti
ketidakmampuan manusia untuk menatap kepastian
di masa depan. Kalau petunjuk yang diterima rosulullah kan udah jelas, dari malaikat
Jibril. Tapi itu bukan keingin Rosulullah untuk mampu melihat masa depan, tapi
itu mukjizat dari Allah. Contoh sederhananya gini, kalau langit mendung, kita pasti
mikir bakal turun hujan. Wajar kan? Nah, seperti itulah analoginya manusia. Gitu
penjelasan bang Azhari Mak.”
“Jadi, intinya Adek nggak setuju dengan penjelasannya dia?”
“Setuju Mak. Bagus banget cara Abang tu menjelaskan. Dia nggak
emosian dan bijaksana banget dalam memahamkan, apalagi ilmunya juga luas. Teguh
suka banget dengan kata-katanya.”
“Oh. Good. Kirain Adek memberontak lagi. Hehe. Eh, masih ada
waktu 10 menit lagi kan? Siniin laptop Adek! Mak bikinkan puisi ya buat Adek. Tapi,
bacanya ntar aja di rumah. Hehe.”
Teguh segera memutar laptopnya ke arahku dan mulailah jemari
dan imaji beraksi.
***
Mak, cas Nokia tadi jadi Adek ambil nggak?
Gak ada dek huaaaahhh.. Piye iki?
Ndeehhh.. pantesan nggak ada di tas Adek. Ya udah adek
jemputlah ni penting soalnya.
Sekarang dek?
Lebaran mak. Ya sekarang lah!
Ehehe.. sini, sini!
“El ngapa sih di sini? Ke atas lah. Udah tempat tidurnya di
atas, dekat-dekat aku pula!”
“Idiih, siapa juga yang mau dekat-dekat Rini ni? Aku pengen
di bawah loh Rin, karena di atas tu gravitasinya rendah. Terbang-terbang
melayang aku dibuatnya.”
“El tahu GILAK nggak?”
“Eh, Teguh pasti udah di depan tuh. Eke ke luar dulu ya.”
“Apa itu emangnya?”
“Cas HPnya.”
“Kok bisa sama El pula?”
“Iya. Soalnya aku modus. Hihii. Daaahh,,ciin.”
Aku mengintip dari gorden di ruang tamu. Benar saja, Teguh
udah di depan. Dia pasti sedang mengetik SMS untukku, tapi aku udah lebih cepat
membuka pintu.
“Maap ya. Hehe. Eh, udah jadi beli baju barunya?”
“Belum Mak. Besok aja, minta tolong sama Kakak.”
“Iya, bener tuh. Beli di Dumai aja biar praktis.”
“Pernahkah kau bahagia karena kehilangan? Aku pernah!”
“Eh, itu kan kata-katanya….”
“Itu status terbarunya Mal,” Teguh memotong tebakanku.
Aku terkejut bukan main. “Kok tega kali dia Dek ngomong
gitu? Jelas kali loh itu buat siapa. Dia mengaku faham dengan puisi, tapi dia
nggak faham kalau puisinya itu menyakiti orang.”
“Nggak ada Teguh Like Mak. Malas kali.”
“Ihhhhhh! Jahat x dia,” aku menghentakkan kaki dan ngeloyor
masuk ke dalam.
“Teguh pulang Mak yaa.”
“Ya, hati-hati Dek.”
Aku masuk ke kamar dan langsung menceritakan apa berita
terbaru itu kepada Rini.
“Hemmm..ngeri kali ya dia.”
“Dia pernah bilang ke juniornya bahwa kalau mau bisa nulis
puisi itu hati kita harus peka.
Tapi, dia pekak terhadap orang yang
justru dekat dengannya. Aku bener-bener kecolongan Rin. Tadi pun aku udah
ngomongin ini ke Teguh. Gini loh Rin, selama ini aku cerita ke dia tentang
keluhanku kepada orang lain, tentang penerbit itu juga, tapi setelah aku cerita
dengan menggebu-gebu gitu dia malah nanggapinya adem banget, ‘Ya udahlah,
ngapain diurusin. Kita selesaikan aja projek kita ini’ Gitu loh Rin. Dan, lihat
apa yang dia lakukan sama aku sekarang? Parah! Seolah-olah aku nggak pernah
dekat sama dia dan kayak sedang melampiaskan amarh ke orang lain yang baru
dikenalnya. Aku bener-bener kecolongan banget tentang sifatnya yang 1 ini Rin.”
“Heemmm… Dah bahagialah ya sekarang dia ya El.”
“Iya Rin. Alhamdulillah, nambah juga pahalaku Rin. Karena,
aku udah buat orang lain bahagia karena jauh dariku. Nah, Rini kan selama ini
nggak suka sama aku, bentar lagi pun Rini akan segera bahagia kok.”
“Iya, udah nggak sabar aku. Bentar lagi untungnya.”
“Iya, tapi setelah itu aku akan bersama Abangmu.”
“Iyyyuuuuhhh.”
Hanya butuh beberapa menit saja untuk melihat Rini
benar-benar terlelap sampai menganga gitu. Kalau ku certain paginya, dia pasti
akan ngeles, ‘Itu karena kecapean, makanya sampek nganga. Kalau nggak kecapean
kan aku nggak nganga tidurnya’ Beuh! Dia nggak tahu apa kalau selama ini aku
tidur jam berapa? Huaahhh. *untungnya doi nggak ngiler sih, gitu-gitu. eheh.
Lihat kiri-kanan. Celingukan mikirin makanan. Mulut kok
rasanya pengen nguyah aja ya bawaannya? *Don’t-don’t? huaahhh, amit-amit dah.
Akhirnya, mataku tertuju kepada bungkus Batagor yang tadi dibawain Rini. Aku
lihat tadi masih ada isinya 1. Ah, aku habisin aja ya Rin? Eh, tapi tadi waktu
aku basa-basi nanya, “Rini nggak habis Batagornya?” Dia jawab, “Habis kok!” itu
kan artinya Rini masih mau ngabisin. Ntar kalau dia nggak ikhlas dan makanan
colonganku ini nggak berkah gimana?
Aha!
Aku ada ide. Kuah si Batagor ini kan kuah pecel. Pecel itu
kan nggak tahan semalaman. Besok, aku bilang aja, “Rin, daripada mubazir
Batagor yang tinggal sepotong itu, mending ku habisin aja semalam.” Cucook?
Cuss, kita makan dulu, baru nulis lagi. Nyam-nyam-nyam. Sekarang udah pukul
23.50wib ternyata, ketika ku lihat jam di laptop. Huahhh, bodo amat deh!
Lanjuttt terus makannya. Ehhe.
Pernahkah kau
melihat orang yang tega membenci orang yang menyayanginya? Aku pernah! Malam
ini.
Send to Okta, Teguh
Adek jadi nyesal
ngasi tahu ke Emak. Hikss.
El, ingat apa kata Romi?
Jangan coba-coba mengukur dalamnya hati seseorang. Karena itu hanya rahasianya
dengan Allah saja. Mungkin inilah kesalahan ‘ukuran’ku, aku mengukur
masalah ini adalah sepele, tapi mungkin baginya ini sangat besar dan tidak bisa
ditolerir. Who knows? Bukankah buktinya sudah jelas; Dia berubah dratis
semenjak hari itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar