Jumat, 10 Juli 2015

Ramadhan ke-23; Rumah Panggung

Padahal laptop udah di sampingku
Padahal niatnya berangkat jam 08.00wib
Padahal niatnya Cuma mau tidur bentar aja
Padahal mau nulis banyak hal pagi ini
Padahal mau ini mau itu……. ARRRRRGGGGGHHHHHH, ternyata terjaga jam 08.25 wib.
Ini gara-gara si ganteng (baca: kucing) nih! Sebelum subuh, dia udah masuk ke kamarku dari jendela. Dan, aku tuh kalau liat dia tidur, pengen tidur juga deket dia sambil ngelus-ngelus. Eh, taunya dia udah nggak ada di sampingku dan akunya kebablasan tidur. Hiksss.
Well, pagi ini aku akan nganterin Susi ke Kartama buat ngambil ijazahnya yang ditahan sama si Engkong Cina. Nah, itu dia niatnya berangkat jam 08.00wib aja karena setelah itu aku mau langsung ke SKA buat nanyain android yang pengen papi beli dan mau ke I Store baut mastiin di situ bisa buat nyervice Apple kagak? Applenya teguh rusak soalnya udah 2 mingguan juga kalau nggak salah. Aciaaan dia.
***
El udah siap-siap?
Udah Si. Tinggal mau sholat Duha aja nih. Eh, helmmu ada nggak?
Susi tidak membalas pesanku juga setelah aku ngangkatin jemuran, Dhuha dan manasin motor. Akhirnya, aku bawain aja helmnya Rincuy. Kalau dia ada helm, ya udah aku tinggalin aja dulu helm ini di kosannya. Tapi, kalau ternyata dia nggak ada helm, nggak mungkin kan kami gagal pergi atau aku harus jemput balik helm ke kos dulu? *tipe golongan darah B emang gicuu cin. Praktis.
Aku sampai di depan kosan Susi dan ternyata di depannya ada cucian motor. Beuh! Kalau tahu gini, aku ke sininya sejak sejam yang lalu aja biar bisa dicuci dulu motorku.
“Pura-pura nggak lihat aja ya El aku ngeletakkan kuncinya di mana!” pinta Susi. Karena, aku udah terlanjur melihat tempat rahasianya. Ehhe.
“El, mu pake baju ala Korea ya hari ini?” tanya Susi yang sebenarnya lebih ke pernyataan.
‘Hhehe. Iya ya?”
“Mu beli-beli baju kayak gini ni di mana sih El?”
“Emm..di mana yaa? Hehe”
“Sampek 150ribuan gitu nggak El?”
“Waahh, nggak semahal itu kok Ciinn. Ehehe.”
Aku baru sangat sadar pentingnya menggunakan masker ketika berkendara. Cerita dari abang nasi goreng kemarin itu membuatku benar-benar harus menjaga hidung dan mulut dari virus-virus yang beterbangan bebas di mana aja.
Saat ini, kami sudah memasuki jalan Edi Sucipto. Aku fikir, bakal terus lurus aja dan masuk ke AURI, tapi ternyata belok ke kanan. Susi yakin betul masih ingat dengan alamatnya. Aku sih, ngikut petunjuk tuan putri aje.
Setelah 15 menit melaju ke depan, Susi memintaku berbelok memasuki jalan pintas yang berhubungan dengan jalan Kaharudin Nasution. Aku kembali diingatkan bahwa di pinggir jalan inilah kampus UIR berada. Tapi, kali ini kami nggak sampai ke sana.
“Nah, itu tempatnya El yang setelah Alfamart dan ada bacaan Lowongan Kerja itu.”
Aku membawa Susi ke tempat yang sesuai tujuannya ini. Susi langsung masuk ke dalam dan aku tetap di atas motor saja. Aku menilai tempat ini lebih seperti penyimpanan barang-barang sebelum diambil oleh pedagang sepertinya. Atau, bisa jadi mereka adalah agen/distributor? Hemm..maybe.
Tak lama, Susi menuruni tangga dan ke luar dari dalam sana. Syukurlah kalau ternyata prosedurnya nggak sesulit yang aku kira.
“Susi nggak dimarahin kan tadi?”
“Nggak sih El. Cuma ya gitu deh, agak lain mukanya.”
“Ah, biar ajalah. Semoga dia berubah.”
Susi minta disinggahi di perempatan lampu merah pasar pagi aja supaya seterusnya dia naik oplet. Aku mikir, kasihan juga Susi kalau ngikutin aku ke SKA sampai sore. Dia akan suntuk dan borring ntar.
“El, isi minya dulu ya.”
“Loh, kan kemarin Susi udah ngasih aku Rp 10.000 untuk beli minyak dan uda ku isi ini Si.”
“Nggak apa-apa El. Kartama ini jauh juga loh. Yang kemarin tu yang untuk kemarin aja. Aku sekaligus mau mecahin uang juga nih, biar nanti naik opletnya ada uang pas.”
“Ya udah deh, kalau Susi maksa.”

***
Aku sangat menikmati detik-detik jelang masuk ke dalam SKA. Seperti biasa, aku menghirup nafas dalam-dalam hingga dinginnya AC berikut aromanya memenuhi rongga dada. Selanjutnya aku akan tersenyum dan berkata, “Heemmm..sejuknya ya Allah.”
Dari pintu Rokan, aku berbelok ke kanan, melintasi Atrium Kampar lalu berbelok ke kiri lagi, menaiki escalator hingga ke lantai 3 di tempat I-Phone store berada.
“Bang, mau nanya nih. Di sini bisa sekaligus untuk service Apple nggak ya?”
“Bisa Dek. Memangnya apa kerusakannya?”
“Wah, bukan punya saya pula Bang. Saya cuma mastiin kalau di sini juga bisa sekaligus service Apple.”
“Tipe Applenya berapa Mbak?
 “Kalau nggak salah Apple S Four bang”
“Oh Four S ya. Ntar bawa aja ke sini HPnya Mbak. Soalnya kalau saya bisai perbaiki di sini, biar saya tangani aja daripada dirim ke Jakarta akan lebih banyak lagi biayanya.”

***
Aku duduk di kursi kayu di lantai 2. Asyik banget di sini, bisa wifian, bisa menerobos pandangan ke Atrium Kampar di lantai 1 dan bisa ngetik. Ehee.
Mak, masih di SKA?
Masih lah. Mak di sini sampai sore. Adek dah di mana?
Baru kelas jumatan nih mak. Mau ngambil tas dulu ke rumah.
Ada cas Nokia nggak dek? Pinjam.
Ada. Punya abang. Ntar dibawa.
Di sebelah kiriku baru saja duduk anak kecil berpakaian Melayu, warnanya biru seperti seragam sekolah.
“Adek sedang nungguin siapa?”
“Nggak nungguin siapa-siapa.”
“Ke sininya sama siapa emangnya?”
“Sendiri. Di antar tadi.”
Ohh gitu. Aku rada kurang ngerti juga sih. Masa anak sekecil dia (kira-kira kelas 2 SD) berani datang ke sini sendirian? Tujuannya apa coba? Aha! Daripada nganggur, mending aku minta dia motoin aku, supaya dia ada kerjaan. Hihi *dasar, modus.
“Dek, tolong fotoin Kakak sedang ngetik ya?” Ketika melihat hasil jepretan yang kurang memuaskan, aku memintanya
mengulang dan terakhir, aku mengajaknya berselfie ria. “Makasih ya Dek,” kataku kepadanya yang sudah kembali ke tempat duduknya semula. Tak lama, ia pergi lagi ntah ke mana, ah aku bahkan belum bertanya siapa namanya. Hiksss.
Mak udah 2 hari ini nggak ada cerita di blog
Wewww, emang bener-bener pembaca setia blogku nih Teguh.  Kayaknya, aku harus bikin acara penganugerahan untuk pembaca berprestasi blogku hehe.
“Selamat siang penjunjung setia Mall SKA Pekanbaru.Saat ini, waktu sholat Zuhur telah tiba. Kami menyediakan mushola di lantai 1, 2 dan 3 gedung mal SKA Pekanbaru. Terimakasih dan selamat siang.”
Kebetulan, tempat duduk ini letaknya hanya 3 meter dari rambu exit, ke arah sanalah mushola berada. Inilah yang mengherankan, bisa-bisanya nggak ada plank petunjuk bahwa di jalur exit ini ada Mushola. Ada sih petunjuk mushola, tapi arahnya ke lantai 3. Dan kemarin, aku dan Key udah kena jebakan. Ketika kami sampai di lantai 3, ternyata ada lagi plank petunjuk mushola kea rah atas lagi. Akhirnya, kami sholat di plafon gedung ini.

***
“Mak!”
“Heiiii… duduk sini, duduk.”
Teguh datang dari arah belakangku ketika aku sedang ngaji di gerai PKPU. Hari ini, dia menggunakan baju koko berwarna ungu. Apakah dia suka ungu? Ntahlah. Nggak pernah pula ku tanya. Hehe.
“Temenin ke atas yuk Mak? Kan belum mulai ngeMC nya kan?”
“Yuklah.”
Aku permisi kepada kak Riska dan segera ke lantai 3 bersama Teguh.
“Mak, Adek salut kali dengan tim kreatifnya si Apple ini. Gimana caranya mereka bisa menciptakan merk yang WAW banget di mata orang. Contohnya aja baju kaos yang dipakai di gerainya tadi tu, tulisannya I Work Here, simpel banget loh tapi keren. Kalau di manajemen, tim kreatif itu punya hak istimewa dalam lalu lintas hubungan antar lini Mak, karena mereka nggak terikat.”
“Iya ya, kok bisa mereka gitu. Barang apapun yang merknya Apple, pasti mahal dan branded.”
“Eh, mak, aku bisa nggak rasis tapi kecuali dengan Cina.”
“Kenapa gitu Dek?”
“Ya, mereka udah nguasai perdagangan dan sekarang mereka mau nguasai politik. Serakah banget kalau Teguh lihat,” tutur Teguh dengan gaya analitiknya itu.
Tadinya, aku fikir ngecek Applenya Teguh hanya sebentar saja, ternyata harus menunggu selama sejam dulu untuk scanning errornya sementara dari atas sini aku sudah mendengar suara bang Hendra mulai mengudara.
“Dek, udah mulai kayaknya acaranya tuh. Mak ke bawah ya. Atau Adek mau ikut juga ke bawah?”
“Ikut jugalah Mak. Mau wifian di bawah.”
Benar saja, aku melihat bang Hendra baru saja turun dari atas panggung setelah memanggil seorang dai cilik berasal dari pesantren Wali Songo. Ketika bang Hendra melihat ke arahku, aku menangkupkan tangan meminta maaf dan ia hanya geleng-geleng kepala saja.
“Yaaa… itulah penampilan dari Ahmadi yang berasal dari pesantren Wali Songo.”
“Luar biasa sekali ya Bang, kecil-kecil sudah pinter berceramah seperti seorang Ustad”
“Eh, tunggu dulu. Elisa dari mana sih tadi? Kok tiba-tiba nongol nih.”
“Hhehe. Tadi Elysa nemenin Adek ke atas Bang.”
“Siapa Adeknya?”
“Itu tuh yang duduk di depan kita pakai baju koko ungu.”
“Oh, Teguhh. Itulah, Abang tadi akhirnya membuka acara sendirian karena Elysa menghilang. Baiklah, kita panggil kembali Adik kita Ahmadi untuk kita wawancarai sebentar ya Lis..?”
“Yap. Bener sekali Bang. Silahkan naik ke atas panggung, Dek. Nah, Kakak mau tanya nih, Ahmadi sekarang sudah kelas berapa?”
“Sekarang kelas 5.”
“Kelas 5 SD ya?” tanya bang Hendra.
“Emmm…itu di pesantrennya. Kalau sekolah umum, saya sudah kelas 2 SMA.”
“WAWWWW! Sekecil ini sudah kelas 2 SMA. Bagaimana mungkin? Memangnya umurnya sudah berapa tahun sekarang Dek?”
“Sekarang sudah 17 tahun.”
“Ohohooo. Jangan melihat usia seseorang dari fisiknya saja kalau gitu Bang Hendra.”
“Iya nih. Nanti perbanyak minum kalsium ya, biar semakin tinggi. Hehe, ini ngomongi diri sendiri juga sebenarnya ya Lis. Ehhe.”
Kemarin, aku disaksikan oleh Susi dan hari ini oleh Teguh. Semoga Teguh peka terhadap keinginanku untuk sering-sering difoto, hehe. *yuhuuu.
Di jadwal, tertulis bahwa hari ini tim nasyid dari UIN akan mengisi pada pukul 15.00wib, tapi ternyata tidak jadi dan digantikan dengan persembahan beatbox, nasyid dan kolaborasi musik tanpa lagu oleh SMK Analisis Kesehatan Abdurab.

***
Telah tiba waktunya untuk menunggu saat berbuka puasa. Sekarang, aku dan Teguh sudah berada di Rumah Panggung. Dia ngajak buka bareng karena esok dia udah pulang ke Dumai. Kalau seandainya bubar MAWAPRESnya jadi hari ini, tentu Teguh juga bisa ikutan. Tapi, karena diundur sampai besok, makanya jadi bubar bareng maknya aja.
“… Eh, dengar dulu. Aku punya cerita kocak nihh! Kan biasanya kalau sahur, aku beli lauk dulu ke luar. Nah, semalam tu aku ke luarnya jam setengah 4. Pas aku buka pintu, eh tiba-tiba masuk si Ketty ke dalam rumah. Cepet kali larinya. Ya Allah, dia tidur di luar semalaman looohh! Hihiii. Aku marahin dia, ‘Eh, Ketty darimana kauuu? Udah kayak gembel aja jadinya!’ Ya Allah, kotor kali loh bulunya, dari putih berubah jadi hitam. Buseeeet, main di tempat sampah rupanya dia, jadi dekill banget gitu. langsung ku mandiin bersih-bersih barulah dikipas anginin, biar cepet kering bulunya. Emanglah!......Nggak, aku nggak tahu loh kalau dia tu ikut ke luar waktu aku sama Abang ke luar. Nggak pula ku cek lagi dia pas mau tidur. Hhahah…. Itulahhh.”
Aku senyam-senyum mendengar Teguh telvonan (ntah dengan siapa). *hemmm… aku jadi curiga guys, jangan-jangan anak aku ni sedang puber. Hihii.
“…. Heh, enak aja. mana pula, baru jam 6 kok nih!... oke, oke. Yaapp.”
Teguh menutup telvonnya dan baru menoleh ke arahku. Dia nggak nyadar sama sekali kalau sejak tadi aku ikut ketawa, sejak dia nyeritain si Ketty Perry. Hhe.
“Hayooo ditelvon siapaaa? Ekkk..ekkk..eekkk..sihiiyyyy.”
“Bukan siapa-siapa loh Mak.”
“Kayaknya bukan Ospa atau Pe’A deh. Dia pasti adalah orang yang nggak pernah Adek ceritain ke Mak kan? Sihiiiyyyy.”
“Apaanlah Mak ni.”
Wajah Teguh memerah dan aku menyerah. Ntar kalau ku terusin, takutnya dia malah nangis, ehheh. *orang tua kan emang kuat banget instingnya ya pemirsaa? Capcusss.
“Mak, waktu kejadian jatuhnya pesawat Hercule kemarin kan banyak yang ngaku punya firasat sebelum pesawat itu jatuh. Nah, Adek nanya ke Bang Azhari gini lewat chat, Bang, firasat-firasat yang dihubung-hubungkan dengan suatu kejadian itu apa tafsirannya ya? Mereka itu ingin menguasai takdir Tuhan atau mendahului takdir tuhan? Atau itu hanya cocoklogi aja? Gitu Adek tanya ke dia Mak.”
“Hah? Cocoklogi?” tanyaku, karena aku baru mendengar istilah unik itu.
“Iya Mak, artinya menyambung-nyambungkan atau menghubung-hubungkan sesuatu gitu.”
“Gak masalah Guh, itu namanya Intuisi atau firasat sebagai bukti ketidakmampuan manusia  untuk menatap kepastian di masa depan. Kalau petunjuk yang diterima rosulullah kan udah jelas, dari malaikat Jibril. Tapi itu bukan keingin Rosulullah untuk mampu melihat masa depan, tapi itu mukjizat dari Allah. Contoh sederhananya gini, kalau langit mendung, kita pasti mikir bakal turun hujan. Wajar kan? Nah, seperti itulah analoginya manusia. Gitu penjelasan bang Azhari Mak.”
“Jadi, intinya Adek nggak setuju dengan penjelasannya dia?”
“Setuju Mak. Bagus banget cara Abang tu menjelaskan. Dia nggak emosian dan bijaksana banget dalam memahamkan, apalagi ilmunya juga luas. Teguh suka banget dengan kata-katanya.”
“Oh. Good. Kirain Adek memberontak lagi. Hehe. Eh, masih ada waktu 10 menit lagi kan? Siniin laptop Adek! Mak bikinkan puisi ya buat Adek. Tapi, bacanya ntar aja di rumah. Hehe.”
Teguh segera memutar laptopnya ke arahku dan mulailah jemari dan imaji beraksi.

***
Mak, cas Nokia tadi jadi Adek ambil nggak?
Gak ada dek huaaaahhh.. Piye iki?
Ndeehhh.. pantesan nggak ada di tas Adek. Ya udah adek jemputlah ni penting soalnya.
Sekarang dek?
Lebaran mak. Ya sekarang lah!
Ehehe.. sini, sini!
“El ngapa sih di sini? Ke atas lah. Udah tempat tidurnya di atas, dekat-dekat aku pula!”
“Idiih, siapa juga yang mau dekat-dekat Rini ni? Aku pengen di bawah loh Rin, karena di atas tu gravitasinya rendah. Terbang-terbang melayang aku dibuatnya.”
“El tahu GILAK nggak?”
“Eh, Teguh pasti udah di depan tuh. Eke ke luar dulu ya.”
“Apa itu emangnya?”
“Cas HPnya.”
“Kok bisa sama El pula?”
“Iya. Soalnya aku modus. Hihii. Daaahh,,ciin.”
Aku mengintip dari gorden di ruang tamu. Benar saja, Teguh udah di depan. Dia pasti sedang mengetik SMS untukku, tapi aku udah lebih cepat membuka pintu.
“Maap ya. Hehe. Eh, udah jadi beli baju barunya?”
“Belum Mak. Besok aja, minta tolong sama Kakak.”
“Iya, bener tuh. Beli di Dumai aja biar praktis.”
“Pernahkah kau bahagia karena kehilangan? Aku pernah!”
“Eh, itu kan kata-katanya….”
“Itu status terbarunya Mal,” Teguh memotong tebakanku.
Aku terkejut bukan main. “Kok tega kali dia Dek ngomong gitu? Jelas kali loh itu buat siapa. Dia mengaku faham dengan puisi, tapi dia nggak faham kalau puisinya itu menyakiti orang.”
“Nggak ada Teguh Like Mak. Malas kali.”
“Ihhhhhh! Jahat x dia,” aku menghentakkan kaki dan ngeloyor masuk ke dalam.
“Teguh pulang Mak yaa.”
“Ya, hati-hati Dek.”
Aku masuk ke kamar dan langsung menceritakan apa berita terbaru itu kepada Rini.
“Hemmm..ngeri kali ya dia.”
“Dia pernah bilang ke juniornya bahwa kalau mau bisa nulis puisi itu hati kita harus peka. Tapi, dia pekak terhadap orang yang justru dekat dengannya. Aku bener-bener kecolongan Rin. Tadi pun aku udah ngomongin ini ke Teguh. Gini loh Rin, selama ini aku cerita ke dia tentang keluhanku kepada orang lain, tentang penerbit itu juga, tapi setelah aku cerita dengan menggebu-gebu gitu dia malah nanggapinya adem banget, ‘Ya udahlah, ngapain diurusin. Kita selesaikan aja projek kita ini’ Gitu loh Rin. Dan, lihat apa yang dia lakukan sama aku sekarang? Parah! Seolah-olah aku nggak pernah dekat sama dia dan kayak sedang melampiaskan amarh ke orang lain yang baru dikenalnya. Aku bener-bener kecolongan banget tentang sifatnya yang 1 ini Rin.”
“Heemmm… Dah bahagialah ya sekarang dia ya El.”
“Iya Rin. Alhamdulillah, nambah juga pahalaku Rin. Karena, aku udah buat orang lain bahagia karena jauh dariku. Nah, Rini kan selama ini nggak suka sama aku, bentar lagi pun Rini akan segera bahagia kok.”
“Iya, udah nggak sabar aku. Bentar lagi untungnya.”
“Iya, tapi setelah itu aku akan bersama Abangmu.”
“Iyyyuuuuhhh.”
Hanya butuh beberapa menit saja untuk melihat Rini benar-benar terlelap sampai menganga gitu. Kalau ku certain paginya, dia pasti akan ngeles, ‘Itu karena kecapean, makanya sampek nganga. Kalau nggak kecapean kan aku nggak nganga tidurnya’ Beuh! Dia nggak tahu apa kalau selama ini aku tidur jam berapa? Huaahhh. *untungnya doi nggak ngiler sih, gitu-gitu. eheh.
Lihat kiri-kanan. Celingukan mikirin makanan. Mulut kok rasanya pengen nguyah aja ya bawaannya? *Don’t-don’t? huaahhh, amit-amit dah. Akhirnya, mataku tertuju kepada bungkus Batagor yang tadi dibawain Rini. Aku lihat tadi masih ada isinya 1. Ah, aku habisin aja ya Rin? Eh, tapi tadi waktu aku basa-basi nanya, “Rini nggak habis Batagornya?” Dia jawab, “Habis kok!” itu kan artinya Rini masih mau ngabisin. Ntar kalau dia nggak ikhlas dan makanan colonganku ini nggak berkah gimana?
Aha!
Aku ada ide. Kuah si Batagor ini kan kuah pecel. Pecel itu kan nggak tahan semalaman. Besok, aku bilang aja, “Rin, daripada mubazir Batagor yang tinggal sepotong itu, mending ku habisin aja semalam.” Cucook? Cuss, kita makan dulu, baru nulis lagi. Nyam-nyam-nyam. Sekarang udah pukul 23.50wib ternyata, ketika ku lihat jam di laptop. Huahhh, bodo amat deh! Lanjuttt terus makannya. Ehhe.
Pernahkah kau melihat orang yang tega membenci orang yang menyayanginya? Aku pernah! Malam ini.
Send to Okta, Teguh
Adek jadi nyesal ngasi tahu ke Emak. Hikss.
El, ingat apa kata Romi? Jangan coba-coba mengukur dalamnya hati seseorang. Karena itu hanya rahasianya dengan Allah saja. Mungkin inilah kesalahan ‘ukuran’ku, aku mengukur masalah ini adalah sepele, tapi mungkin baginya ini sangat besar dan tidak bisa ditolerir. Who knows? Bukankah buktinya sudah jelas; Dia berubah dratis semenjak hari itu?

Tidak ada komentar: