Senin, 17 Agustus 2015

70 Tahun Indonesiaku

"Rin, siap-siap. Kita upacara di Kampus aja yuk?”
“Boleh.”
“Berarti pas ya Rin, kita upacaranya di awal kuliah dulu sama di akhir kuliah ini. Genap!”
“Iya ya?”
Kok aku ngerasa pagi ini kayak lebaran ya Rin? Suasananya beda banget. Special. Ini aku sedang merangkai status di FB, hehe.”
Nggak tahu apa keajaiban HUT RI ke 70 ini, yang jelas aku merasa pagi ini seperti IDUL FITRI. Kicau burung pun nggak pernah sekuat ini suaranya di samping kamar. Syahdu banget. Mohon maaf lahir bathin ya INDONESIA…
Hanya muncul 1 pertanyaan atas umurnya yang sudah 70 tahun ini;
"Andai Indonesia bersosok IBU, apakah aku sudah mendapat RESTU?"

Rasanya BELUM dan masih sangat jauh dari kata SUDAH. Sebab baktiku belum jadi sebenar-benar bakti...
Udah jam 08.30wib waktu aku dan Rini meninggalkan kosan. Waduh! Upacara macam apa jam segini? Sempat berfikir untuk nggak jadi aja berangkat, tapi mikir lagi, kalau nggak sekarang kapan lagi? Ini kan tahun terakhir di kampus biru langit.
Motor udah diparkirkan di halaman venue Panjat Tebing. Kami jalan ke tengah lapangan sepak bola, tepat di depan LPM. Wah, 4 tahun yang lalu upacaranya padahal masih muat di halaman rektorat, sekarang udah nggak muat aja.
“Pantesaaan aajaaa… mahasiswanya sampek 7000 an ternyata,” kataku setelah mendengar pengumuman dari protokol.
Aku dan Rini nggak masuk ke dalam barisan karena ternyata banyak juga para penyandang almamater yang berdiri di sembarang tempat. Kalau mahasiswa barunya barulah berbaris dengan rapi per fakultas. Rini malah ngajakin untuk ‘cuci mata’ ke perkumpulan FK, FT, FKIP, hehehe.
“Dek, itu Indah kan namanya?” tanyaku ke temannya Rini dari kedokteran.
“Iya Kak.”
“Tolong panggilinlah Dia.”

Ketika Indah menoleh ke arahku, dia kayak orang yang takut ku tangkap dan ku  jual gitu. Hanya memandangiku dari jauh  sekalipun aku udah melambaikan tangan dan mengeluarkan jurus senyum terimutku. Akhirnya, aku yang mengalah, aku yang mendekatinya.
“Kak Elysa loh. Ingat?”
“Kak Elysa?” tanyanya. Mungkin kelanjutannya, Kita pernah kenal memangnya?
 GUBRAKKK. “Yang tinggal sama Buk Hayat, ingat?”
“Ohhhh…Kakaaakkk. Iya iya, Indah kira ntah siapa tadi. Kita kan udaaah lama kali nggak pernah jumpa kan? Sejak Kakak tamat SMA, belum ada kita jumpa lagi.”
“Heehh, tapi Kakak masih ingat banget sama Indah kok.”
“Muka Indah emang pasaran Kakk..huhuuu.”
Kalau muka kayak kamu pasaran, muka kakak apa donk dek? Jalanan? Huahhhh…
“Adek aktif di mana sekarang?”
“BEM Kak. BEM FK.”
“Teruusss?”
“Di Fosmi Avicena juga. Di rohisnya gitu Kak.”
“Ohh, Alhamdulillah. Sekarang masih aktif?”
“Masih Kak,” jawabnya semangat.

Aku melihat penampilannya sekilas dari atas hingga ke bawah. Meski ada tanda tanya, tapi aku cepat tersadar bahwa penampilan bukanlah segalanya. Sekarang, ia masih terlihat berjilbab seadanya tapi semoga ia segera berjilbab dengan sempurna. Yang jelas, ia sudah berani memilih untuk bergabung di tempat yang tepat. Insya Allah. Jaga Indah ya Allah…

Tak lama kami berbincang, karena Rini udah sibuk ngajak berpindah tempat. Aku mengambil moment semarak HUT RI dengan merekam diri ala reporter. Reporter jalanan, bro. hehe. Beberapa Maba (Mahasiswa Baru) mendekati kami untuk bertanya di mana letak gedung Gasing dan beberapa lainnya bertanya di mana fakultas Hukum.
“Alhamdulillah ya El, berguna juga kita di sini. Ada juga Adek-adek tu yang nanya ke kita walaupun kita bukan panitia. Hihi.”
“Yuhuuu Cuuy.”
“Kak Rini!!!” sapa seorang cowok dari belakang Rini.
“El, ini si *de yang ku bilang sering SMS aku kemarin,” bisik Rini dengan mulut yang seolah tak berbicara.
“Loh? Ini kan cowok yang kemarin ngelihatin aku waktu ngeMC.”
Si cowok mendekat dan bertanya beberapa hal kepada Rini. Rini hanya menjawab sekedarnya saja dan memohon diri.
“Kok dia Caper gitu sih Rin? Dia ikut Almadani nggak?”
“Ikuttttt..itulah makanya. Kemarin si Nisa lagi lebih parah, kami kan sama-sama anggota PPRU, waaahh sampek pernah dia ditanya, ‘Mau nggak nanti nikah sama Abang’ gituu loh.”
“Abang? Bukannya mereka selevel ya?”
“Itulah makanya.”
“Ihhhh, padahal aku kira dia kalem plus cook kayak pembawaannya itu. Eh, ternyata dia juga lemah di hadapan cewek Riiin. Cowok itu keren dalam cueknya sedangkan cewek itu cantik dalam malunya. See?”
“Arasssooh.”

***
“Nah, itu kantor camatnya El!”
“Yang disebelah kanan kita ini Rin?”
“Iyaa.”
Lengang. Kami berfikir bakalan rame dan banyak perlombaan, ternyata nggak. Kami udah ke Kutilang Sakti, Delima, kampus, Bangau Sakti dan nggak tahu lagi di mana nyari keseruan di Panam, akhirnya kami ke Plan B; Beli Es Krim dan pulang ke kos. Heheh.
“Beli di Kolor Mart (baca: Colour Mart) kita?”
“Nggak usah ah. Ntar bayar uang parkir, hehe. Di Manyar aja gimana? Kan ada mini market tuh!”
Dan, ternyata tempat yang kami tuju sedang memerdekakan diri menurut Rini (2015), hehe, *berasa kayak SKRIPSI gitu ya? Langsung deh kami ke tempat lain asal buka, asal ada jual es krimnya. Hehe.
Taraaaaaaammm! Ini dia 2 tusuk es krim FEAST favoritku dan Rini; Rasa coklat bertabur pecahan kacang Mede. Nyummiiii… kami menikmatinya bersama di atas tempat tidur, di kamar. Wew, udah berasa kayak bos gitu gayanya. *Bos? Kok makan es krim sih El? Nggak ada yang lebih keren pengandaiannya apa? Ahhaha, hilang gagahnya jadinya.
Selanjutnya, kami sama-sama ketiduran. Nggak tahu kenapa kok terasa capeeeeeeek banget. Ntah matahari  yang udah nyedot energy kami, ntah angin yang udah nyita oksigen kami. Hehe.

***
Ternyata aku tertidur cukup lama. Selain karena capek, aku juga bermimpi sesuatu yang rumit banget. Waktu sedang mimpi, aku sempat betekad gini, Aku akan ceritakan semua keanehan mimpi ini kepada Rini! Tapi nyatanya, pas baru membuka mata akunya udah lupa semuanya. Huaaaaahhh.. kok bisa gitu ya? Pemisa pasti pernah juga ngalaminnya kan?
“Rin, kayaknya aku nggak bisa deh jadi moderator besok.”
Rini mengerutkan keningnya.
“Ya soalnya gini Rin, besok itu hari terakhir daftar ujian Proposal. Aku nggak mau kehilangan kesempatan lagi Rin. Sekarang, aku harus milih mau jadi moderator atau mau kehilangan ujian?”
“Kan daftarnya bentar El.”
“Seharusnya memang bentar Rin, kalau semua urusanku udah kelar dan tinggal ngantar berkasnya ke Prodi. Tapi, ini nggak. Aku belum dapat tanda tangan Pak Sua dan Pak Danur loh. Setelah dapat tandatangan mereka, aku harus minta tanda tangan KaProdi dulu barulah difoto kopi semua berkasnya.”
“Ohh..ya udah, nggak usah aja jadi moderator. Bilanglah ke panitia dari sekarang, biar bisa dicarikan pengganti El ntar.”
“Iya Rin. Bener. Dalam keadaan kayak gini, aku dituntut untuk bijak memilih; realistis atau idealis. Kebetulan yang jadi PJnya si Risky nih kata Lia. Pas banget tadi pagi dia baru nanyain proses SKRIPSIku udah sampek mana, semoga sekarang dia faham dan ngizinin aku. Aamiin.. Duh, maafin aku ya Riskiii.”
Tolonglah dirimu dengan sempurna El, supaya kamu bisa menolong orang lain dengan lebih sempurna!
Kalimat bijak itu bergema di dada. Aku sering mengulang-ulangnya, tapi aku selalu luput menunaikannya. Lagi, ini adalah kegagalanku menolong orang lain karena diriku sendiri tidak tertolong. Ampunii hamba ya Allah……
Kakak adalah orang yang sering sekali menyesali diri sendiri!
“Tebakanmu benar bangettt Dekkk Oktaaaaaa.. Sempurnya benernya. Inilah Kakakmu.”

***
“Kenapa nggak lewat sini aja El?”
“Enggg….nggak apa-apa, enakan lewat jalan pintas dari Balam Sakti. Lebih deket kan?”
“Hoawaalaahh, pasti menghindari yang kemarin lagi kan? Kok El jadi menghindar-menghindar gini sih sama orang-orang?”
“Heeemmmm… simple sih Rin, setelah semua per-SKRIPSIanku ini selesai, kepercayaandiriku baru akan pulih 100%. Tapi, sebelum ini selesai, aku akan selalu begini.”
“Hemmm… I know that feel, Broo!”
Syukurlah warung Mie Goreng Brebesnya buka hari ini. Tadi, Rini udah khawatir mas ini memerdekakan diri juga kayak mini market tadi pagi. Hihii.
“Pesen opo Mbakkk?” tanya si mas, ramah.
“Mie goreng 2 ya Mas.”

Aku dan Rini duduk di salah satu bangku, menunggu pesanan kami selesai dimasak.
“Rin, barusan aku melihat seseorang yang aku kenal dan dia mengenalku. Tadi, dia melihatku dan aku melihatnya, tapi aku berpura nggak ngeh kalau aku kenal sama dia. Nggak tahu kenapa dan aku nggak punya alasa apa-apa, yang jelas aku sedang nggak pengen menyapa. Itu aja.”
Rini manggut-manggut. Seolah bergumam di dalam hati, ‘Ya Allah, ampuni kawanku yang aneh bin slamet ini!’ hehe.
“Emang di mana El lihat dia tadi?”
“Sebelum kita belok ke warung ini.”
“Udah nih Mbak mienya!” kata mas itu.
“Loh? Kok cepet banget Rin? Nggak nyampek 10 menit ya?” tanyaku ke Rini.
Kami pulang dengan rute yang sama; jalan pintas sesuai dengan hidupku yang suka memintas-mintas. *Loh? Sebelum berbelok ke gang Masjid, aku lihat bang Putra berjalan ke arahku.
“Bang Puuuttt? Sehat Bang?” ku hentikan motorku.

Ternyata bener, si abang banyak celotehannya tentang bukunya, tentang acara workshop besok (yang seharusnya aku moderatornya), tentang novelnya juga. Nah, ada kisah sedih tentang novelnya itu. Jadi gini pemirsaaa, novelnya itu udah mau terbit di Malaysia, udah diedit dengan gaya bahasa Malaysia juga oleh editornya, tapi malangnya editornya meninggal dunia dan file editannya itu ya ada sama almarhum. Kaciann yaa… Semoga sang editor tenang di sana dan semoga bang Put bisa tenang di sini. Ayoo bang kta berkarya lagi!
“Ngeriii dankkk!” kata Rini setelah aku mengakhiri obrolan dengan bang Put.
“Dia memang ngeri Rin. Aku belajar ke luar negeri ya dari dia itulah! Keren tapi baik hati dia orangnya. Waahhhhh… padahal pengen banget loh aku besok jadi moderatornya Riiiin. Ada Bang Hendra jugaaakkk. Padahal kan pasti bisa seru kalau moderator dan bintang tamunya udah saling kenal kan? Huaahhhh.. tapi, mau gimana lagi, proposalku belum jelas rimbanya nihh.”

“El harus realistis dalam memilih sekarang. Proposal El lebih utama.”
“Eh, bentar, bentar Rin!!! Aku tiba-tiba nyadar nih, besok kan hari terakhir daftar dan kemungkinan besar sih nggak ada orang yang kayak aku; daftar hari ini untuk ujian besoknya. Karena Prodi kan harus ngeluarin SK dulu dan merekap semua peserta ujian. Nah, tambah nggak mungkin lagi aku daftar ujian kalau ternyata besok Pak Sua atau Pak Danur masih belum ACC. Kok aku baru mikir ya rin; Kenapa nggak ku temui aja mereka hari ini untuk minta tandan tangan? Kalau memang ada kritikan, malam ini kan bisa ku sempurnakan lagi. Tapi kalau gini? Arrrrgggghhhhhh! Kok aku nggak kefikiran yaa?”
Iya, bener. Yang kefikiran malah keluyuran buat nengok panjat pinang! Huhh, Eeelllllllll…!
Penyesalan ini terpaksa haru ku telan bulat-bulat. Ku ratapi pun jelas nggak ada gunanya. Aku harus mengeluarkan jurus andalanku; ketika tersadar pada 1 kekurangan, aku harus menutupi dengan 1 kelebihan. Apa itu? *rahasia*

***
Malam ini aku untuk SKRIPSIku. Sejak Maghrib sampai jam 12 lewat, aku berkutat dengan huruf-huruf bisu ini. Sempat merasa bosan tadi dan aku menyelinginya dengan nonton film hantu 2 kali. Hiiii…
Rini udah tidur sejak jam 9 tadi. Dia pun sedang mengkhawatirkan ujian SKRIPSInya besok. Sengaja mau tidur cepat supaya bisa terbangun lebih awal untuk belajar, katanya. 
Lia menelvon…
Sempat terlintas niat untuk nggak mengangkatnya. Hhhee, kok aku ada firasat bahwa ini ada hubungannya dengan ketidakjadianku menjadi moderator ya?
“Halooo?”
“Ciyeee, yang mau ujian hasiiill,” kata Lia.
Kann…bener firasatku. Riski pasti udah cerita ke Lia, niatnya pengen diem-diem aja malah ketahuan juga. “Cepat kali hasill?”
“Kata si Riski tadi mu mau ujian hasil,”

Ya Allah, aamiin. Segerakanlah ya Allah.. “Ujian PROPOSAL lohh..”
“Ohh, baru mau daftar atau besok ujiannya?”
“Baru mau daftar Cin.”
“Oh yalah, semangat yaa. Besok kalau udah selesai, langsung ke TKP aja, kita bagi-bagi brosur untuk workshop kita tuu.”
“Okee..”
Ku lirik HPku lagi, “Kok tumben ya si Bububuyu nggak ada kabarnya 2 hari ini?” Sesaat berikutnya, aku udah lupa dengan segalanya karena fokusku pada SKRIPSI.
Apo kojo kooo? (baca: Sedang ngapain?). Sebuah pesan dari Mami.
Sedang nggarap SKRIPSI Mi. Ah, minimal mami senang mendengarnya dan rasa senangnya itu adalah doa kemudahan bagi urusanku.
Kira-kira tercapai target bulan 10 ini?
Wah, mami nanyanya langsung serius gini permisaaa. Maaf ya mi, boleh kan El nggak jawab? El pura-pura udah tidur aja ya mii. Hiksss.. mami papi nggak perlu tahu gimana perjuangan El di sini. *Eh, sesantai ini udah pantas disebut perjuangan kah? Hehe. El pun nggak mau certain sekarang. Ntar pokoknya terima bersih aja deh Mi. yuhuu.. doain El selalu ya di sini...

Tidak ada komentar: