Sabtu, 22 Agustus 2015

Aku Menghargai Mami Mengerjaiku



Aku baru nyadar kalau kemarin nggak mengangsur tulisan sama sekali. Ketika tulisan ini ku torehkan, aku sudah tidak berada pada harinya; ini sudah hari Minggu, 23 Agustus 2015. Tapi, nggak apa-apa deh, insya Allah aku masih bisa mengingat dengan detil tentang hari kemarin.
Bersyukur banget rasanya karena aku selalu punya waktu untuk melunasi tulisan-tulisanku yang masih terhutang. Yang kadang menggelisahkan adalah masihkah aku menyempatkan diri untuk menulis diary ketika tiba masanya aku benar-benar sibuk dan tidak sanggup lagi menulis di jam-jam biasanya menulis? Semoga. Semoga Allah senantiasa meneguhkan niat dan ingatku untuk menulis. Aamiin.
Banyak hal yang ternyata kita sombongkan ya mak. Mulai dari harta, kemudahan dan waktu luang. Adek hanya bisa baca blog mak sepenggal-sepenggal karena keterbatasan mak.
Teguh | Received  00.14wib | 22-08-2015
Cepatlah pulang dek. Mak menunggumu…

***
“Rin, bagus nggak?” tanyaku yang sudah ready dengan kaos merah berompi jilbab merah.
“Nggak. Ribet kali,” jawab Rini.
Aku mengambil 1 kemeja vintage milik mami dulu dan memadukannya dengan kaos merahku tadi.
“Cantik Rin?”
Rini manggut-manggut. “Tumben bener pilihannya! Bagus nih.”
“Ini ku giniin atau ku giniiin?” tanyaku lagi tentang akses kancingnya.
“Diginiin aja,” saran Rini sambil membantuku.
Okeh pemirsaaa.. Aku sudah siap menyambut hari ini dengan penuh kesyukuran dan baju yang nyaman dan membuatku percaya diri.
“Rin, daripada Rini nitip sarapan dan aku balik lagi ke sini cuma unutk ngasihin itu ke Rini, mending Rini sekalian ke luar aja. Daripada di rumah aja. Ntar setelah sarapan, Rini bisa wifian di perpus.”
“Paksalah aku supaya siap-siap,” pinta Rini. Sok-sok manja, ntar ku manjain malah ngamuk. Hihii.
“Rin, kita jalan kaki aja nggak apa-apa ya?”
“Aku nggak masalah kok.”
Kami memilih tempat sarapan yang belum lama ini buka. Letaknya tepat di samping Oase.net. Seperti biasa, aku memesan pecal dan Rini memesan lontong sayur. Seperti biasa juga, aku ngabisin gorengan 3 dan Rini hanya 1. Hihii.
Setelah selesai sarapan, aku mengeluarkan laptop untuk mengangsur revisi proposal sebelum aku daftar ujian Proposal ke Prodi hari ini.
“Setelah ini Rini langsung aja ke perpus. Aku mau ngeprint dulu dan ke Prodi untuk daftar ujian.”
“Antarkanlah aku dulu Ell. Aku takut jalan kaki sendirian. Lagian, jauh juga ke perpus kalau lewat sini El.”
“Ahh! Aku aja belum ngambil uang untuk daftar ujian rupanya nih. Yap, kita memang harus pakai motor biar cepat geraknya.”
“Terus, kita ke kosan lagi nih?”
“Iya.”
“Howalaahh..ngapain kita bawa-bawa laptop tadi. Rempong betul jadinya.”
“Kan tadi rencananya mau langsung ke kampus aja tanpa butuh sama motor. Tapi, kalau gini ceritanya ya kita harus cepat mobilitasnya Rin.”
“Arasoooh.”
“Eh, eh, Rini nggak ada kerjaan kan? Tolong fotoin aku dulu.”
“Huft… selalapnya.”
Ada sekitar 3 pose yang Rini ambil dengan posisiku di tengah jalan gang menuju kosan. Jarang-jarang dapat momen ini. Kebetulan, ada lintasan bendera merah-putih kecil-kecil di atas kepalaku. Makaciih cincaaa.. ^_^

***
“Kak, Kak? Yang mana nih wifinya yang aktif?” tanyaku kepada cewek di sebelahku.
“Nggak tahu Kak. Saya nggak sedang pake wifi.”
“Nggak hidup pun wifinya El. Mungkin belum dihidupin.”
“Masa belum aktif sih Rin? Ini tertangkap kok sinyalnya di laptop. Digital Library kan nama wifinya? Ada nih.”
“Cobalah aktifkan. Pasti nggak mau dia.”
Aku dan Rini memutuskan untuk berpindah ke Puskom. Barangkali kami bisa menemukan sesuatu di sana .
“Bentar Rin, biar ku tanya dulu ke orang perpus nih. Udah dihidupkan atau belum wifinya.”
“Nggak segan El nanya?”
“Ngapain segan Rin? Ini hak kita loh untuk tahu dan dilayani,” tegasku. “Pak, maaf mau tanya apa wifinya udah dihidupkan ya? Kok nggak ada sinyalnya.”
Bapak yang menyambut kami di meja tamu memanggil nama seorang staf perempuan tentang wifi tersebut.
“Udah diaktifkan katanya, Dek. Biasanya memang setiap pagi itu udah langsung dihidupkan.”
“Oh, ya dah Pak. Makasih ya Pak.”
Aku dan Rini tetap melanjutkan langkah menuju Puskom dengan harapan wifinya akan lebih lancar.
“Rin, Rin, daripada nganggur jalannya, mending sambil fotoin akuu.”
Rini memotoku dengan 2 tanduk yang tercuat di atas kepalanya. Kikikii..
Prediksi kami benar. Ternyata wifinya lancar banget dan tersedia juga wifi.id kayak yang di SKA.
“Hemmm..berarti kita nggak perlu jauh-jauh lagi ke SKA atau Puswil  untuk beli wifi.id El. Kita tinggal datang ke sini aja.”
“Yuhuuuu. Pantesan tiap hari rame banget yang online di sini ya Rin.”

***
Aku teringat mami, kapan ya mami ngantarin Nilam ke sini? Jangan-jangan hari ini.
Kapan mami ke sini?
Ni udah di Duri. Rumah makan Buana.
Kan, bener firasatku. Mungkin mami sengaja nggak mau
ngasih tahu aku. Tapi, aku ada feeling kuat bahwa mami bakal ke sini hari ini.
“Rin, kita ke Ramayananya belum bisa hari ini kayaknya Rin. Soalnya Mami mau datang. Mungkin jam 3 nanti udah sampek. Masa kita nggak ada di kamar kan?”
“Hemmm…arassooh. Ya udah deh nggak apa-apa. Eh, El, lihatlah ini. Adek tu inbox  di FBku nih.”
Hai kakak cantiiikkk…
“Astaghfirullah Rin. Apalah Adek tuuu!”
“Pake ‘Cantik’ pula tu kan. Itulah makanya aku malas. Nggak ada ku balas, malas kali aku.”
“Kalau dia tu prilakunya wajar sih nggak masalah, ini mencolok kali dan terang-terangan menggodanya.”
“Kemarin padahal dia udah sempet berhenti loh. DiBBMnya aku kan; Maaf ya Kak kalau adek mengganggu. Mungkin gara-gara nggak pernah ku respon kan. Eh, ini malah kambuh lagi.”
“Tetap kuatkan iman ya Rin. Ayoo, Rini pasti bisa! Yey yeeyee.”
Setelah azan Zuhur berkumandang, aku berkemas untuk segera ke mushola rektorat.
“Han, cepatlah!”
“Bentar El. 2 menit lagi nih  downloadnya. Nanggung,” jawab Rini.
Aku menunggu 1 menit.
“Cepatlah Han, yang lamaan nyaa.”
“Duluanlah sana ah. Yang bisingan! (baca: Ribut).”
“Oke aku duluan ya! Awas kalau nanti minta bonceng ke mushola rektorat.”
“Iya, oke. Aku bisa nya jalan kaki.”
Waktu aku berbelok ke parkiran rektorat, Rini lewat di sebelah kananku.
“Cepatlah ha!” ajak Rini.
Aku mengodenya bahwa aku mau ngambil uang ke ATM dulu.
“Nantiklah tuuu! Sholat dulu kitaa,” ajak Rini lagi.
“Ngapain Rini sok-sok baik sama aku?”
“Ya udah. Aku tinggal,” kata Rini sambil nyelonong duluan. Aku terkekeh.
Meiliat tidak ada seorang pun yang ngantri di depan ATM BRI membuatku memutuskan untuk mengambil uang dulu, baru sholat Zuhur. Sebentar saja ya Allah, lagian masih azan. Hikss..



***
Aku mengajak Rini bersamaku ke Prodi. Aku ingin mengecheck, kapan pendaftaran terakhir untuk ujian. Masih ada 2 referensi yang daftar pustakanya belum lengkap juga. Sejak tadi aku berusaha menyelesaikannya tapi karena kebanyakan iklan dan crash di laptop, ya akhirnya aku cuma nekuni FB doank. Hikkss..
Rini menaiki badan tangga terakhir menuju prodi. Aku berada di anak tangga di bawahnya. Ku longokkan kepalaku terlebih dahulu ke kiri dan ke kanan. Ah, ya ampuun…..!
“Rin, Rin, yuk-yuk turun.”
“Lah nggak jadi ke Prodi?” tanya Rini yang beberapa langkah lagi sampai di lantai 2.
“Udah cepetan turuun. Ada kawan-kawan aku di sana. Ntar aja aku naiknya. Kita makan dulu yuk!”
Aku buru-buru turun, Rini mengejarku dari belakang.
“Loh kok El nggak nanya dulu ke atas, ntah kapan pastinya pendaftaran. Takutnya hari ini pula terakhir.”
“Iya, aku juga mikirnya gitu Rin. Tapi, 2 orang temanku itu udah lamaaa banget nggak pernah ku lihat, ya you know lah kalau udah lama nggak ketemu apa yang akan ditanyakan.. hikss.. makanya, daripada ditanya dengan pertanyaan yang nggak bisa ku hindari itu, mending aku putar arah dulu.”
“Hemmm…arassoh. I know that feel.”

Kami memilih RM Mandiri dengan pilihan menu yang nyaris sama; Aku pilih ikan laut gulai, Rini ikan Lele gulai. Saat kami baru saja memulai suapan pertama, Rini membisikkanku hal menakutkan tentang pengamen yang baru saja hadir di sini.
“El, pengamen ini jahat loh dia.”
“Jahat?”
“Kemarin waktu Andin nggak ngasih, di pegangnnya bahu Andin. Sering dia ni ngamen di Gopek.”
“Beneran Rin, segitunya? Hiiiii…atut aku Riin,” ku lirik selintas ke arah pengamen yang posisinya hanya 2 meter di belakangku. Ku tolehkan kepada 3 laki-laki yang sedang makan di sebelah kiriku. Nampaknya, mereka pun sedang was-was.

“ Rin, dia sedang ngapain itu? Kok nggak mulai-mulai juga nyanyinya? Nanti dia sedang ngeluarin senjata tajam nggak?”
“Sedang siap-siap nyanyi tu dia. Nyanyinya pun ngasal aja El, dan itu-itu aja. Tengoklah nanti.”
“Mungkin karena dia juga cacat nggak Rin makanya gitu?”
“Nggak tahu juga deh.”
Benar saja, dia menyanyikan lagu-lagu jadul dan pendek-pendek, pergantian lagunya nggak teratur dan suka-suka dia aja. Terakhir, yang dinyanyikannya lagu Jablay.
“….Abang yang jaket merah jarang dibelai.”
“Ih, kok gitu dia ngomongnya Rin?”
“Jorok pula kan ngomongnya?” Mataku dan Rini memandang ke arah abang berjaket merah yang tampak tidak nyaman.
“Tengoklah tuu ha, dipaksanya kan orang tu buat ngasihh,” kata Rini.
“Saya belum makan Bang, lapar,” kata si pengamen sambil tetap berdiri di tepi meja makan cowok-cowok itu.
“Kasih ini El sama dia,” pinta Rini sambil menyodorkan uang Rp 2000.
Aku takut banget akan disakiti olehnya. Tapi syukurlah, dia hanya mengucapkan terimakasih dan berlalu.

***
Aku masuk ke dalam Prodi dan ternyata kosong. Nggak ada orang. Tapi ada Bunda (baca: Aisyah) yang sedang telvonan di koridor, aku bisa bertanya kepadanya.
“Bun, Bapak ke mana ya?”
“Ke bawah Lis.”
“Ke bawah?”
“Di C9, kan ada PKA di Pekon.”
Aku berdiri-berdiri nggak jelas di sekitar Prodi. Melihat banner penelitiannya pak Almasdi dan puluhan saran judul penelitian yang ditempel di depan ruangannya. Wahhh, aku baru lihat nih. Hemm….tapi kalau pun ku ajukan, aku pun nggak yakin prosesnya bakal mulus ketika teringat aku harus menghadapi siapa untuk mendapatkan persetujuan judul. Hiksss… Willy nilly, aku harus mensyukuri judul yang udah ku punya saat ini. semoga lancar hingga ke sidang SKRIPSI nanti.
“Ya Allah, sampai jam berapa Pak Riadi kembali ke sini? Kalau pun dia kembali, mungkinkah tidak akan timbul masalah ketika ku nyatakan maksudku? Tapi, kalau nggak hari ini, kapan lagi aku akan mendaftar ujian? Bagaimana kalau hari ini deadlinenya?”
Apa rencana-Mu ya Allah?, Tanya sisi putihku.
Jangan tanya begitu El, tapi tanyalah; Apa tujuanmu menunda-nunda El?, tanya sisi hatiku yang lain.

Ku beranikan diri lagi untuk mengganggu Bunda yang sedang telvonan dengan serius dan ekspresi wajah sedang kesal, sepertinya.
“Bun,” aku menyentuh tangan bunda. “Kapan ya terakhir pendaftaran ujian?”
“Nggak tahu Lis,” jawab bunda.
“Nggak hari ini kan Bund?”
“Nggak Lis. Hari ini nggak bisa daftar.”
NYESSSSSSS! Lega banget dengar penjelasan bunda barusan. Ya Allah, terimakasih untuk selalu memberikan tambahan waktu untukku. Alhamdulillah, hati yang tadinya sudah sesak, sekarang lapang seketika.

***
Nilam bisik-bisik dengan mami ketika aku sedang ngaji. Ku dorong-dorong badan Nilam dengan tangan kiriku dengan maksud; ‘Hey, ngomongin gue yaa?!’
“Apalah Mbak Elaa niii,” kata Nilam sambil bergeser menjauhiku dan bisik-bisiknya semakin pelan.
Setelah aku selesai mengaji, kami makan bersama dengan bakso yang mami bawakan dan sudah ku panaskan. Ye yeee.. nyummiii.
“Rini nggak suka bakso kan? Ini baksonya yang kecil-kecil aja ya. Nanti nggak habis pula, kan mubaziir.”
“Iya Rin? Nggak suka bakso?” tanya mami.
“Iya Mi. Kalau El ajak beli bakso dia pasti maunya mie ayam,” jawabku cepat. Rini yang tadinya mau bilang; ‘Suka kok!’ kayaknya nggak berminat lagi ngomong. Hehehe. Rini langsung saja meraih semangkok bakso yang sudah ku sajikan dengan pentolan-pentolan kecil tadi. Lalu melahapnya.
Aku seperti kembali ke rumah; Rebutan makanan sama Nilam dan bilang ‘Nilam nggak habis baksonya? Nggak mau sedekah sama Mbak Ela?’ haha.. How nice this family is.
“El, nanti nyari Kristal-kristal yang untuk hiasan lemari yuk?”
“Untuk apa Mi?”
“Ada orang nitip untuk lemarinya,” jawab mami.
Aku mulai curiga nih. Jangan-jangan lemarinya udah dibeli mami. Tapi, aku pura-pura tidak curiga untuk menghargai upaya mami mengerjaiku. Hehe.
“Yuklah. Habis Isya ya Mi.”

***
“Ini kok rame kali sih El jalannya?”
“Emang kayak gini Mi tiap malam.”
“Ohhh gituuu.”
“Ini malam minggu bukan sih Mi?”
“Iyaa. Oh iyaa ya, pantesan aja rame banget. Hemmm…ginilah ya kehidupan di kota, ekonominya cepat bergeraknya. Kalau siang nggak sempat belanja karena kerja, malamnya bisa keluyuran sambil belanja. Tempat hiburan juga banyak.”
“La jadi Mi?”
Aku mampir di *APPY Furniture.
“Emang di sini ada El?”
“Kayaknya ada Mi. Kita lihat dulu aja Mi.”
Wahhh.. baru masuk aja udah kelihatan barang-barang yang dijual ini mewah-mewah. Tapi, pernak-pernik yang ada sepertinya hanya sebagia pajangan meja dan lemarin saja.
“Mana sih ini SPGnya?” gerutuku ketika melihat 2 orang SPG sedang duduk di meja kasir melayani 1 orang yang mungkin akan deal.

Tapi tetap aja kami butuh direspon. Masa ketika tahu kami datang, mereka sama sekali nggak nggak menyambut? Aku sengaja mendekat ke arah mereka, berharap ditanyai, ‘Nyari apa Ibu? Biar saya bantu’ tapi nyatanya NIHIL.
“Yuklah Mi. Kita tinggalkan tempat ini. Masa kita dikacan gorengin!”
“Oh gituu ya?” kata mami sambil mengikutiku dari belakang.
Aku paling nggak bisa ngelihat mami nggak dihargai. Setiap kali belanja bareng mami dan melihat pelayanan yang tidak baik, rasanya ingin ku beri pelajaran pelayan itu. Biasanya, aku akan bergumam di hati, ‘Kasihan ya bosmu. Salah mempekerjakan orang!’
Waktu udah tiba di depan Mashrum Mabel udah mulai tutup rukonya ternyata dan sepertinya pun yang kami cari nggak ada.
“Kayaknya adanya di tempat Pecah Belah deh El,” kata mami.
“Iya ya, tapi nggak tahu pula di mana Mi. Kalau siang, kelihatan. Kalau malam gini El nggak ingat pula letaknya. Mungkin di Toserba ada Mi.”
“Ya udah, ke Toserba aja.”
Akhirnya, kami menemukan apa yang kami cari di Toserba kedua. Di Toserba pertama, mami beli keperluan rumah saja.
“Mami udah jadi beli Magnum kemarin?”
“Belum. Pilihlah yang mana, Nilam kepengen kali tuh.”
“El mau yang ini aja Mi. Mami yang ini juga?”
“Iyaa. Sama aja. Soalnya Ummi kalau yang coklat tu cepet eneg.”

Ku ambil 1 Magnum Gold dan 2 es krim Feast. Sampai detik ini aku masih berpura-pura nggak curiga kepada mami tentang 4 buah guci itu. Padahal, sejak memilih-milih tadi, berulang kali aku hampir aja keceplosan bilang; ‘Untuk lemari kita nyo kan ini Mi? Ciyeeee…udah dibeli yaa.’
Nilam sedang nonton film Merry Riana di kamar sendirian, karena Rini udah hijrah ke kamar Andin. Ketika kami pulang, kami langsung menikmati es krim itu bersama. Nyummmiiii… makasih ya Allah atas nikmatmu ini.
“Tadi Abi nelvon Mi. Nanyain kok Kakak sendirian di kamar.”
“Iya, tadi pun ada miscall waktu kami lagi belanja.”
Mami balas memiscall papi dan tak lama kemudian papi nelvon balik. Mami papi telvonan sementara aku dan Nilam langsung mencoba lulur baru yang tadi dibeli.. Haruummm… yuuuhuu.

Tidak ada komentar: