Kamis, 27 Agustus 2015

Pembalap (Pemuda Berbadan Gelap)



“El, El, sahurrr! Kita makan pakai sambal tempe aja, soalnya kompornya udah habis minyaknya rupanya. Nggak bisa goreng telur.”
Aku menyipitkan mata, melihat sekitar. Aroma kompor sudah tercium tapi Rini bilang nggak jadi masak. Aku beranjak dari tempat tidur dan mendapati banyak batang korek di lantai. Hemmm…ternyata ini adalah jejak upaya Rini untuk menghidupkan kompor. Great.
Meskipun ku lihat sudah pukul 4.30wib, tapi tak ada salahnya ku sempatkan menunaikan 2 rakaat sebelum sahur.
“Rin, hidup ini kadang memang aneh. Selain ada orang yang tiba-tiba menghilang dari hidup kita, ada juga yang tiba-tiba datang dalam hidup kita. Iya kan?”
Rini memanggut cepat.
“Semalam Bang **o tiba-tiba nelvon aku Rin. Ingat kan siapa dia?”
Rini berfikir sejenak dan mengangguk ragu. Ah, tak masalah lah. Dia memang seperti itu; tak terlalu ingat kalau belum pernah melihat secara langsung.
“Beberapa hari sebelumnya, dia tu pernah inbox aku di FB gini; Elis, mana nomor HP Elis?. Nggak ada basa-basi, persis banget kayak sedang neror aku. Hahha. Ya, semalam itu dia nanya kabar, udah sampek mana proses SKRIPSIku. Aku sempat terpancing juga sih untuk cerita gimana ribetnya ngajuin judul kemarin. Anehanya Rin, aku merasa dia itu kok bedaaaaa banget ya sekarang. Kok ngomongnya nggak ngotot lagi, rendah hati banget, ngalah, tempo ngomongnya lebih lambat. Ini pencitraan atau dia sedang kesambet apaa gitu? hehehe. Tapi ya, semoga itu memang dia. Dan semoga dia lebih baik.”
Rini mendengarkanku sambil terus menyuap nasi ke dalam mulutnya. Nasinya hampir habis, sedangkan aku baru beberapa suapan.

“Dia itu yang kerja di Perkebunan Nusantara kan?”
“Hahaha.. aku juga dulu mikirnya kayak Rini. Bukan Rin, itu PTPN. Kalau dia di PTPP. Itu loh, kalau ada pembangunan biasanya ada labelnya PP. Nah, itulah perusahaannya. Contohnya RS UR kita ini PT PP yang bangun. Haaa, aku masih ingat kali loh gimana keselnya aku waktu terakhir kali BBMan sama dia Rin. Nggak mau ngalah kali orangnya. Masih merasa aneh lah aku nih tahu dia yang kayak semalam tu.”
Adek lebih memilih untuk diam dan membaca blog mak ketika sudah terlalu bosan dengan (luka) di sini. Terimakasih mak.
“Rin, kayaknya si Teguh ini sedang mengalami  guncangan jiwa. Tapi, aku nggak tahu seberapa besar itu. Yang jelas ekspektasi dia tentang keadaan di sana pasti jauh dari harapan. Owalaahh Dekkk, kasihannya kamu Nakkk. Tapi, untunglah katanya dia nggak pernah slek sama Yana. Nah, besok kalau mau dengerin cerita Teguh, Yana harus ada juga biar lengkap mereka berdua ceritanya. Wehhh, pasti bakal seru.”
“Hemmm..bener, bener tuh.”
Semoga segala luka menjelma menjadi maaf-Nya. Aamiiin..
“Belum lagi cerita dari Okta, Romcek, Joni, Riiinn. Pasti mereka juga punya hot issue. Hehe. Emang ya Rin, walaupun kurang berguna, KKN ini penting banget esensinya. Anggaplah setelah kita tamat itu berarti kita sudah memasuki usia dewasa, nah KKN ini gunanya merebus karakter kita sebelum menghadapi dunia yang sesungguhnya. Iya kan Rin?”
“Yap, setuju.  Karena di sana, kita ngerasain semuanya. Itulah kata orang, sekalipun KKN itu indah tapi nggak ada yang mau mengulangnya 2 kali.”
“Hhhaa..betul tuh Rin. Setiap satu orang dari ratusan mahasiswa KKN per tahunnya di UNRI ini, pasti ada banyak kisah  yang aneh-aneh ya Rin. Kalau mau nyari inspirasi tinggal datengin aja satu per satu dan dengerinlah cerita mereka.”
“Arassooh.”

***
Assalamualaikum Dutt.. Ini Elis. Udah bisa daftar ujian atau belum ya sekarang, Dut?
Udah bisa Liss..
Emangnya kapan jadwal ujiannya?
Belum tahu kuruss..
Wew, aku dipanggil kurus? Hihiii.. makasih ya Duutt, nggak sia-sia kami manggil kamu Widut (Widya gendut). Hehe.
Setelah memposting diary untuk hari kemarin, aku bergegas ke bersiap-siap ke kampus. Setelah sholat Duha, aku sempet-sempetin ngaji dulu 2 halaman. Ini adalah kebiasaan baru yang baru ku biasakan. Nah, gini nasehatnya pemirsaa, kalau kita ingin kualitas hidup kita meningkat, permudah itu dengan meningkatkan pengabdian kita sama Allah. Supaya nggak timpang sebelah; Dunia Oke tapi akhirat Keo (baca: keyok). Heehe. Selamat mengupgrade dan mengupdate ibadah pemirsaa..
Hari ini aku pakai baju dongker dengan lengan ¾ yang ku lapisi dengan kaos hitam panjang di dalamnya. Rok span dan jilbab bermotif ikut menyemarakkan hariku hari ini ^_^. Have a donker day.
“Elisss..?” sapa Widut ketika aku baru mematikan mesin motor.
“Eh, Widuuutt.. gimana? Udah dapat tandatangan Bapak?”
“Alhamdulillah udah. Elis cepatlah daftar ujian sanaa.”
“Iya Dut. Eh, ntar ada ditanya-tanya nggak ya tentang proposal kita Dutt? Ntah dibilang kurang rapi lah, kurang masuk akal atau kurang nyambung gitu ada nggak?”
“Nggak ada doh Lis, Icha aja tadi daftar langsung-langsung tanda tangan aja nyo Lis. Cepatlah, mumpun di atas sedang rame tuuh!”
“Oke, oke Dut. Makasihhh. Daaa..”
Aku berlari-lari kecil sampai ke lantai 2. Di dalam Prodi ada beberapa orang yang juga sedang ngantri.
“Kakak mau daftar ujian juga?” tanyaku kepada kak Fitri.
“Apa yang mau diujiankan Dek, Kakak baru mau bimbingan nih sama Pak RM.”
“Oh gituuu. Itu siapa yang di sampingnya Bu Tiko Kak?”
“Nggak tahu, mungkin Kakak-kakak sebelah, yang dijurusan nggak?”
“Ohh..mungkin.”
Aku ketemu Adel, Anti, Musor dan Sari yang baru datang. Waahh.. mereka ini ramahnya bukan main sama aku. Ada aja pertanyaan atau pernyataan mereka yang bikin aku salah
tingkah. Hihii. Tapi, yang nggak ketinggalan itu ya yang satu itu. (Apa?) Yaahh… yang itu loh, masa nggak tahu? (Iya, beneran nggak ingat nih. Yang mana sih?). Yang ini; “Wihhhh, Elisss pipinya makin tembem aja. Makin subur nih nampaknya.” Ingat? (Oh, ya, ya, sekarang aku baru ingat, eheh). GUBRAKKK.
Pas aku menoleh ke dalam, cewek berjilbab merah yang ku kira benar adalah staf di jurusan, ternyata bukan. Aku melihat selintas wajahnya dan cepat-cepat ku palingkan kembali wajahku sebelum dia melihatku. Dia adalah bu dosen yang membuat jantungku berdegub cepat. Yang membuatku selalu mengkhawatirkan nasib per-UJIAN-anku. Yang membuatku selalu mendoakannya memaafkanku.
“Eh, kita perlu apa aja sih untuk ndaftar ujian Say?”
“Nggak ada sih, proposal ini aja yang dirangkap 5. Udah ditandatangani Pak Riadi belum proposal Elis?”
“Belum. Inilah mau minta dulu.”
“Oh gituu. Elis ada ganti judul nggak? Pakai kartu konsultasi Lis, biar nanti waktu ditanya bisa dijelaskan.”
“Oh, gitu ya caranya? Kartu konsultasi darimana dapatnya?”
“Dari foto kopi Ajo ada tuh. Minta aja.”
“Terus, terus, setelah itu apa lagi?”
“Bayar Rp 300.000. Tapi, itu belum termasuk konsumsi yaa..”
“Iya, hiksss.. mahal juga ya biaya mau ke luar dari kampus ini. hihii.”
Setelah tinggal bu Tiko saja yang ngobrol dengan pak Riadi, aku memberanikan diri masuk ke dalam ruangan. Kapan lagi? Nunggu apa lagi? Yah, mungkin bapak akan bertanya; ‘Kamu ganti judul ya?’ yah, tinggal dijawab aja ‘Iya Pak’ kalau butuh penjelasan, ya dijelaskan. Sesimpel itu aja sebenarnya. Ku enyahkan segala rasa khawatir dan takutku.
Bismillah…
“Pak…” sapaku setelah duduk di bangku di sebelah kiri bu Tiko.
Pak Riadi tidak mendengarku karena masih fokus membaca SKRIPSI yang baru diterimanya.
“Ibuu, Sehat Buuukkk?” sapaku kepada bu Tiko yang sedang fokus dengan HPnya.
“Ehh Eliss rupanya..” ia menyambut tanganku. “Udah mau maju ya Lis?”
“Iya nih Bu, tapi mau minta tanda tangan Bapak dulu.”
“Paakkk…” yang disapa, menoleh ke arahku. “Pak, saya mau minta tanda tangan di lembar pengesahan proposal sayaa,” kataku sambil menyodorkan map hijauku.
Ia menyambutnya dan membuka halaman judul. Aku mulai deg-degan. Takut kalau sebentar lagi bapak bakal mengomentari judulku. Hikss..
“Kamu ini ganti judul baru ya?”
Duh, kannn…bener dugaanku.
“Iya Pak.”
“Ditulis ya di kartu konsultasinya. Biar saya tahu gimana tahapannya.”
“Iya Lis, di jelasin tahapnya di kartu konsultasi. Supaya nanti Elis pun gampang jelasinnya. Supaya nggak dikira itu maunya Elis secar sepihak aja,” tambah bu Tiko.
Aku manggut-manggut.
Pak Riadi membuka lembar pengesahanku. Jantungku semakin tak karuan.
“Siapa yang menyarankan judul ini?”
DEGGG!
“Kedua-dua pembimbing saya Pak, karena dengan judul yang awal itu mereka sama-sama nggak setuju Pak. Makanya diganti dengan yang ini akhirnya.”
Ketika terlihat gejala akan adanya tambahan komentar selanjutnya, HP pak Riadi berdering. Ternyata beliau dapat SMS penipuan yang katanya akan memberikan hadiah jutaan rupiah. Gara-gara SMS itu, bu Tiko dan pak Riadi jadi berkelakar. Huaahhhh.. selamatlah aku karena selanjutnya pak Riadi secara refleks langsung menandatangani proposalku. Huft! Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih.
“Ya, nanti dicantumkan di kartu konsultasinya.”
“Baik Pak. Terimakasih Pak.”
Aku tersenyum ketika ke luar dari ruangan.
“Gimana Lis? Bisa?” tanya Sari.
“Alhamdulillah Ayii. Makaciih yaa.”
Ada Dian dan Aisyah yang udah standby di depan pintu dan akan masuk setelahku. Aisyah melihatku ketika membuka map dan ia membaca judulnya.
“Pasti jelek tuh nanti.”
“Hah? Apanya yang jelek?” tanyaku.
“Yah, karena KOPMA tu kan udah nggak jalan lagi sekarang,”
katanya dengan cuek.
“Justru itulah persepsi mahasiswa Pekonnya mau dilihat. Yaah,,, jadi yang Elis teliti itu nanti mahasiswa kita aja, bukan KOPMAnya. Simpel.”
Selanjutnya, ia tidak lagi berfokus kepadaku. Ah, biarlah. Mungkin ia sedang berdebar-debar juga masuk ke dalam ruangan ‘panas’ itu. Dari luar, kami bisa mendengar Dian dimarahi  di dalam. Bahkan, terdengar juga perintah supaya Dian mengulangi lagi ujian hasilnya. Ya Allah, ada apa sebenarnya? Semoga prosesku penuh kelancaran dan keberkahan nanti. Semoga mereka juga menemukan penyelesaian terbaik dan terbijak atas halangan ini. aamiin…

***
“Elysaaa…?” Teriak Dian dari koridor  biro.
Aku menoleh ke arahnya, Vita dan Rona.
“Prodi masih buka?”
“Nggak Yan. Udah tutup.”
“Oh, berarti Bapak udah pulang tuh. Digembok nggak pintunya El?”
“Digembok.”
Hemmm… aku berharap urusan pendaftaran ini bisa selesai hari ini tadinya. Tapi, apa boleh buat kalau memang nggak bisa. Ya udah deh. Yang penting semua persyaratannya udah selesai, tinggal diajukan.
Cuy…udah diap urusanmu? Aku pengen ke SKA lihat stand yang kemarin.
Belum siap El. Masih ngantri di perpus UNRI. Nanti malam aja yok? Soalnya adek PPRUku ada yang minta kawankan ke SKA juga. Biar sama aja kita. Atau sore ini setelah aku siap daftar. Oke?
Yuhuuuu.. mana baiknya ajaww…
Aku putuskan untuk ke Puskom aja. Lumayan, bisa download video papi Mario Teguh.
“Cuyyyyy!” teriakku kepada Lia yang sedang ngobrol di pinggir jalan dengan Vina.
“Eh Cuyyyy! Mau ke manaaa?”
“Puskom.”

***
Hemmm… duduk di dalam atau di bawah pohon aja ya? Kayaknya lebih asyik di bawah pohon aja deh.
“Kak? Aman Kak?” sapa seorang cowok yang wajahnya taka sing bagiku.
“Heyyy, Adekk? Aman Dekk. Adek gimana kabarnya?”
“Alhamdulillah Kak. Kakak udah selesai?”
“Belum Dek. Doain yak.”
Aku masih mengingat-ngingat siapa dan pernah bertemu di mana aku dengan cowok ini ya?
“Dek, kita pernah ketemu di mana ya? Kok Kakak lupa ya.”
Dia hanya tersenyum kecil, sok cool gitu.
“Duhh, bener-bener lupa loh Kakak Dek.. pernah ketemu di acara apa ya kita?”
“Ya ampuun Kak, ni Dilo. Dah? URC. Dah?”
“Owalaaaahhhhhhh. Ya ampuunnnn.. maaf ya Dek. Hikss.. padahal kemarin kita sama-sama panitia MAWAPRES yak. Hihii. Adek lagi SP?”
“Iya Kak. Tadi baru aja selesai semua ujiannya.”
“Setelah ini rencananya mau mneyibukkan diri dengan apa?”
“Emmm…pengen jalan-jalan Kak.”
“Ke mana?”
“Ke Duri. Diajak teman..”
Oh, kalau nggak ada planning kan rencananya kakak mau ngajak jadi LO Workshop Keliling Dunie Dek..
“Yah, nggak apa-apa. Bagus tuh Dek! Jalan-jalanlah selagi sempat dan memungkinkan.”
Aku sedang mendownload videonya MT yang judulny Menyesal. Tapi, kok lama amat ya loadingnya? Duh, jangan-jangan sampek maghrib pun nggak bakal selesai-selesai nih. Hikss.
Teguh memanggill…
“Halloh Dekk?”
“Makkk… lagi di mana nih?”
“Di kampus Dekk.”
 Jangan bilang mak disuruh batalin TIKI yang kemarin ya Dekkk! Grrr..
“Makkk…paketnya udah nyampekk loh!”
“APAAHHHH? Serius lah Dekkk.”
“Iya. Adek aja heran. Kami sedang duduk-duduk di depan, eh tiba-tiba pengantar TIKInya datang.”
“Alhamdulillah kalau gituuuu Dek. Lega kali Mak dengarnya.”
“Yah, semoga punya teman yang satu lagi juga cepet ya Mak.”
“Amiiin ya Allah. Katanya sih yang punya temanmu itu lebih cepat sampainya kemarin.”
“Oh, iyalah. Semoga. Makasih ya Makk. Maaf ngerepotiin.”
“Iya..sama-sama.”
Huft… selesai urusan dengan si bungsu. Lega..

***

Tidak ada komentar: