Jumat, 18 September 2015

Lagi-lagi, Ini Bukan Soal Itu



Pukul 21.14wib. Ku coba membuka  FB, tapi leletnya parah! Eh, giliran buka blog, lancarnya pake banget. Emang diwajibkan nulis nih kayaknya. Udah beberapa hari vakum dari diary meskipun tetap ku angsurkan,hanya saja tak selesai.
Aku baru aja nangis dan cerita sama Teguh. Tentang sebuah krisis bangsa. Tentang krisis yang mengiris-iris. Tentang rakyat ini yang rupanya sangat miskin. Apakah kamu akan sepakat denganku atau tidak? Mari ku ceritakan apa yang terjadi…
Tadi, setelah sholat Maghrib aku ditelvon oleh Novi. Ketika kami sedang asyik mengobrol, kak Dewi –penjaga kosku memintaku untuk ke luar sebentar. Ada abang iparnya yang akan menjelaskan tentang bisnis katanya. Aku menangguhkannya sebentar untuk menuntaskan obrolanku dulu dan Novi.
“Ni Abang Ipar Kakak, El…” kata kak Dewi ketika aku sudah berada di bibir pintu.
“Halooo?” sapa bapak itu sambil menyodorkan tangannya kepadaku. Aku hanya balas menangkupkan tangan di dada.
“Jadi, Bapak ingin menawarkan peluang bisnis kepada Adek. Kebetulan, Bapak memang sedang mencari partner mahasiswa karena bisnis ini modalnya kecil tapi peluangnya sangat besar. Baru saja dilaunching semalam dan hari ini membernya sudah lebih dari 40.000 orang.”
Mulailah si bapak menjelaskan tentang modal dan sistem kerja bisnis ini. Persis! Persis banget dengan bisnis-bisnis lain yang pernah ku lihat berkelebatan di internet. Teman-teman boleh buka salah satu contohnya di sini. Intinya gini; kita diminta transfer uang, setelah itu kita dapat web replika persis seperti yang sedang kita baca itu dan tugas kita adalah menyebarkan link itu ke semua orang supaya mereka pun bayar dengan jumlah yang sama, tapi kali ini ke no.rek kita yang udah otomatis tayang di web replika tadi. Mudah kan? Kalau kita bayarnya Rp 100.000 diawal, ya kita akan mendapatkan kelipatannya terus menerus.

Gimana? Tergiur? Aku sih insya Allah berkata; NO. Kenapa?  Gini nih, kalau niat kita hanya sebatas ingin mendapatkan uang, ingin cepat kaya, pasti kita akan langsung YES dengan bisnis ini. ya, karena memnag benar nggak ada penipuan di sini. Semua orang membayar atas kesadarannya sendiri (nggak dihipnotis). Tapi, pertanyaan selanjutnya adalah; “Bisnis ini dibolehin Allah nggak? Allah ridho nggak?” kita pasti akan dibuatnya berfikir sejenak, merenung, menimbang-nimbang dan semoga jawaban kamu sama denganku; NO.
Jujur, aku terenyuh selama si bapak menjelaskan poin demi poin bisnis itu. Bukan terenyuh bahagia, tapi terenyuh karena pengen nangis. Ya Allah, ternyata seperti ini ya kondisi bangsaku sekarang? Hidup mereka serba sulit ya Allah. Mereka melakukan banyak hal untuk membuat hidupnya lebih ‘mampu’. Dan, timbullah tekad di dalam hati bahwa aku harus menjadi orang yang berilmu supaya tidak terbodohi zaman dan setidaknya bisa menyelamatkan orang-orang terdekat dari virus pembodohan.

“…Wah, ini berbeda Dek. Saya nggak setuju kalau dibilang bisnis ini cuma ngumpulin duit doank. Karena, dalam bisnis ini, siapa yang bekerja, dialah yang akan kaya. Memang nggak ada barang yang dijual, tapi ada sistem yang dibeli. Naahhh, ini peluang Dek. Baru aja saya gabung semalam, saya sudah dapat 1 member di Bukit Tinggi. Dan, member saya itu langsung dapat pula 2 member. Ingat Dek, kita hanya perlu sekali bayar saja; Rp 100.000. Saya rasa Rp 100.000 itu tidak terlalu berat untuk mahasiswa, apalagi teman-teman Adek banyak nih di kampus dan ini akan semakin menguntungkan.”
Aku terus mempersilahkannya melanjutkan penjelasan. Aku sudah menjelaskan keberatanku yang diawali dengan terimakasihku.
“Terimakasih Pak, tapi saya tidak tertarik,” tegasku.
“Ya tidak apa-apa. Tidak masalah, wajar saja ada yang tertarik dan ada yang tidak.”

Setelah sedikit berbasa basi aku memohon diri untuk kembali ke kamar. Begitu masuk kamar, aku menangis sesenggukan sambil berkata; Ya Allah, beginilah bangsa ini sekarang! Bantu aku untuk menjadi perpanjangan tanganku sebagai pencerah… Sekali lagi, ini bukan tentang siapa yang ingin kaya, tapi siapa yang ingin selamat. Aku tak bisa banyak berbuat untuk mencegah penyebaran virus ini, karena aku tidak punya sesuatu sebagai pengganti harapan masyarakat tentang kebebesan financial. Bukan yang bermodal Rp 100.000 saja, bahkan yang hanya bermodal Rp 10.000 pun ada. Tapi lagi-lagi, ini bukan soal itu.

Terimakasih ya Allah, sudah mengajarkanku hal baru lagi hari ini. Aku jadi semakin tahu mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak. Islam sudah mengatur segalanya dengan sempurna. Dan, meskipun aku haus dengan uang, sangat pengen segera punya rumah, tapi aku ingin meraihnya dengan usaha. Baru-baru ini aku ikutan survey online, share info, ngiklan Pay Per Click dan ada yang baru yang kayaknya bakal aku tekuni; Jual Foto. Yap, setidaknya ada upaya yang harus ku lakukan untuk mendapatkan penghasilan. Real dan ada pembayarnya, bukannya ngumpulin uang orang.
Cek, telvon mbak! Mbak mau ngomong. Penting!
Ku SMS si Romcek, berharap dia segera menelvon agar tertumpahkan semua kebingungan dan keresahan ini. Tapi, tak ada respon. Kalau pulsaku cukup untuk TM, sudah sejak tadi ku hubungi dia bah!
Dek, telvon mak! Penting!
Dan, inilah baru anakku; langsung menelvon, hehe. mulailah aku menceritakan dari A sampai Z kepadanya. Kelihatannya sih dia sependapat sama aku. Tapi, pembahasan seru ini nggak berlanjut karena rupanya dia menyeka dengan cerita baru yang nggak nyambung sama keresahanku, yaaahh.. tapi sangat nyambung dengan kegelisahannya. Hehe. 

“Mak, tadi kan Adek lihat-lihat video MAWAPRES di you tube. Dan, si Andika yang jadi MAWAPRES UI itu persiapannya udah dimulai selama setahun sebelum dia ikut MAWAPRES. Targetnya, 1 minggu minimal ikut 1 lomba. Keyeeennnn kan Mak?”
“Kereennn. Makanya, semangatlah! Ini udah nyerah duluan sebelum tanding.”
Mulailah dia merengek-rengek nggak jelas. Dari MAWAPRES, sekarang pembahasan berganti topik ke konsep Green City kota Pekanbaru. *wewww, kece-kece ya pemirsa tema bincang-bincang kali ini. hehe.
“…gimana ide Adek Mak? Jelek ya? Tulah makanya tadi minder duluan.”
“Eh, jangan ribet kali mikirnya. Ini kan KTInya nggak ada panduannya harus seperti apa, tulis aja secara teoritis Dek. Mak aja tadi ngerjain KTInya dari jam 8 pagi, udah kelar jam 3 sore. Ya karena kita nggak harus merancang ide….”
Dan, waktu sedang asyik-asyiknya aku ngasih ide…
“Eh, Mak, Mak, udah dulu ya ntar paketnya kelewatan,” tutupnya.
Lah? Tadi katanya bikin TM tapi kok malah udah habis aja? Belum juga sejam. Aku menerima SMS college dari Romcek. Ternyata dia nggak punya pulsa bah! Hahaha. Mungkin besok aja aku ceritanya kalau ketemu dia.

***
Pukul 15.40wib. Azan Ashar sudah berkumandang. Untungnya aku sedang tidak sholat sehingga bisa langsung bersiap-siap pergi. Nggak pake mandi, ku pakai blazer krim semalam, pashmina krim semalam dan langsung cusss ke tempat cuci foto. Tadi niatnya sih mau berpakaian compang-camping aja, tapi mikir lagi; Ini kan aku aku akan dipilih sebagai Duta Lingkungan, masa penampilanku nggak ramah lingkungan gini sih? *nggak ramah lingkungan=membuat mata dan hati orang lain jadi sakit kalau lihat penampilanku. Hehehe. Makanya, setidaknya aku pakai blazer supaya lebih rapi.
“Kak, ada 3 foto diflashdisk ini. Tolong cucikan semua ya. Ukuran 4R,” pintaku.
Sambil menunggu, aku duduk di kursi tunggu tepat di depan si kakak. Lumayan, aku masih punya waktu untuk melengkapi daftar isi dan kata pengantar untuk KTIku ini. Ku lirik jam di dinding; Pukul 16.10wib. huft, sedikit melegakan. Aku masih punya 20 menit lagi.
“Kak, fotonya yang mana?”
“Di dalam folder FOTO Kak. Ada 3 foto di situ. Cuci semua ya Kak.”
“Nggak ada Kak. Kosong.”

Setelah ku check, iya ternyata memang kosong. Perasaan, tadi aku udah benar-benar mengkopinya deh. Akhirnya ku transfer ulang foto-fotoku itu ke dalam flashdisk. Dan, baru saja aku mau menyentuh laptopku kembali, si kakak bilang bahwa fotoku cuma ada 2. Ku transfer ulang lagi dan ternyata kejadian yang sama berulang. Keringat mulai menetes bulat-bulat dari keningku. Aku berdebar-debar. Takut, kalau keterlambatanku ini membatalkan segalanya.
“Kak, Kakak punya flasdisk lain nggak?” pintaku akhirnya. Yap, mungkin flashdisk-ku yang bervirus.
Alhamdulillah, kali ini fotoku berhasil dikopi dan tidak hiden lagi. Setelah menyelesaikan daftar isi dan kata pengantar, aku berpindah ke sebelah; Mandala Foto Kopi. Lumayan, bisa berhemat waktu dengan mengerjakan 2 hal sekaligus; memprint KTI, mencetak foto.
“Bang, tolong dijilid ya! Covernya yang bening aja.”
“Eh, adindaaaa… assalamualaikuumm!” sapa bang Zulfa yang hendak memutar motornya.
“Eh, waalaikumsaalam Banggg.”
“Abang ingat, masih ada utang sama Elisss. Kapan rencana mau diterbitkan?”
“Akhir bulan ini insya Allah Bang.”
“Oke, kalau gitu akan Abang serahkan segera yaa. Itu apa? PKM?” tanya bang Zulfa kepada berkas KTIku.
“Bukan Bang. Yang lain. Hehe.”
“Oke deh. Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalaam.”

Aku juga mengkopi sertifikat-sertifikatku. Prinsip give more, harus ku pegang Teguh selama aku tinggal di Indonesia pemirsaaa; meskipun sertifikat-sertifikat ini nggak diminta, aku akan tetap melampirkannya. Kalau di USA sih, kabarnya yang sistem give more begini nggak laku, huahhhh.
“Udah Kak fotonya?”
“Udah.”
Setelah membayar, aku mengisi bensin terlebih dahulu sebelum kembali ke foto kopian. Alhamdulillah, semuanya jadi efisien. Aku melaju dengan kecepatan tinggi, menebas hadangan kabut putih di mana-mana. Ya Allah, mudahkan jalanku. Persingkat jaraknya.
Udah di mana dek? Ibu abang udah nelvon. Hehe.
Ku SMS itu. pukul 16.50wib masuknya. Sekarang, pukul 16.56wib. 6 menit yang lalu. Wah, jangan-jangan aku terlambat!
Bang saya sudah di sini. Ku kirimkan padanya, berharap ada sosok yang tiba-tiba ke luar dari salah satu pintu-pintu ruangan itu.
Si abang menelvonku. Ternyata ia sudah di jalan. Ia memintaku untuk kembali lagi hari senin. Aku mendegus, sebenarnya bukan kesal tapi justru bahagia karena berharap pada hari senin itu aku bisa bersama Okta, Teguh dan Novi juga. Eh, mendengar dengusanku itu si abang malah menawarkan diri untuk kembali lagi ke kantor untuk menjemput berkasku.

“Eh, eh, nggak usah Bang. Biar saya datang lagi ke sini hari Senin. Nggak apa-apa kok Bang.”
Kalau aku memaksakan diri menyerahkan berkas hari ini, berarti aku hanya memenangkan diriku sendiri. Tapi, kalau hari senin, aku sedang memberikan kesempatan emas kepada orang lain. Hemm… meskipun rasanya capek banget karena baru aja nyampek dan harus pulang lagi, tapi aku tetap memilih untuk langsung pulang saja. Niatnya sih mau nongkrong dulu di Matahari yang letaknya pas banget di seberang jalan, tapi menyadari waktuku akan banyak terbuang di sana, ku pilih untuk tetap pulang.
Di kosan, aku meronta-ronta karena pinggangku sakit nggak tertahankan. Ku ambil sapu tanganku dan ku rendam ke dalam air hangat untuk mengompresnya. Kalau Teguh jadi ngumpulin berkasnya tadi, aku pasti akan menitipkannya saja kepadanya. Sejak tadi pagi memang udah nggak fit dan mungkin inilah puncaknya. Ya Allah, tolong hapus dosaku yang banyak atas nyeri haid yang kurasakan ini. aamiin..

Tidak ada komentar: