Aku memburu senja. Berusaha mendahului petang sebelum petang
sampai di peraduan. Masih ada jejak-jejak senja yang tertinggal di langit
Pekanbaru, pertanda masih ada harapan untuk menandingi datangnya petang. Aku
sudah tiba di pembelokan tugu Songket, Panam sudah menyambutku. Okta dan Nova
mungkin sudah ketinggalan jauh di belakang. Lajuku memang ku pacu, demi sebuah
demi.
“Pembaca
tak pernah mau TAHU bagaimana Penulis Menulis.”
Ntah ilham dari mana ini. Belakangan aku baru menyadari
bahwa ternyata aku selalu ngobrol dengan fikiran dan hatiku sendiri. Maka, tak
heran jika kalimat-kalimat ‘supranatural’ seperti yang barusan itu
bermunculan. Untungnya aku selalu sadar
dan segera mememenjarakannya dalam ingatan. Adapun maksud kalimat itu seperti
ini…
“Pembaca
tulisan-tulisanku yang rajin banget nagih tulisanku setiap kali aku terlambat
update itu tidak pernah bertanya; ‘Kenapa terlambat meng-up-date? Apa
kendalanya?’. Tidak pernah. Mereka tidak pernah mau tahu itu. Yang terpenting
adalah TULISANKU HARUS SELALU TERHIDANG. Tak peduli, betapa sibuknya aku,
betapa tidak sempatnya aku, betapa lelahnya aku dan betapa aku pun sering kali
‘kalah’ dan dipecundangi oleh diriku sendiri.”
Ah…. Tapi tak apa. Aku justru menikmati semua momen indah
bersama tulisan dan segala resiko ‘tagihan’ yang mengiringinya. Aku suka sekali
dipaksa oleh keadaan seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar