"Cek! Kakak mau tanya nih!” kataku ketika kami melintas di
depan gedung Gasing.
Okta melambatkan laju motornya supaya mengiringiku.
“Kalau seandainya Cek memenangkan sesuatu, atau habis
terbang ke manaaa gitu, atau sedang ulang tahun, terus ada seseorang yang nggak
ngucapkan selamat ke Cek padahal dia cukup tahu Cek dan Cek yakin dia tahu
tentang kisah Cek tadi, nah gimana sikap Cek ke dia?”
“Emmm…biasa aja sih. Okta tu tipenya kalau orang ngasih
selamat ya Okta bahagia, kalau nggak dapat ucapan selamat ya nggak apa-apa.”
“Ini bukan tentang apa-apa atau nggak apa-apanya Cek. Tapi
ini lebih kepada gimana Cek ‘membalas’ orang tersebut. Sederhananya gini,
ketika dia tahu ulang tahun Cek tapi ntah karena alasan apa ternyata dia nggak
ngucapin selamat, maukah Cek nanti ngucapin di hari ulang tahunnya?” tanyaku
dengan intonasi dan ekspresi power full sehingga Okta mudah memahaminya.
“Nggak! Okta nggak mau ngucapin!” jawab Okta akhirnya.
“Iya. Sama. Kakak juga! Ini bukan tentang benar dan salah
kan Cek? Ini hanya soal PILIHAN. Lagian, kita nggak SALAH kan kalau kita
memilih untuk nggak ngucapin ke dia?”
“Iya, bener tuh! Kita kan nggak berhutang apa-apa sama dia.
Ucapan itu pun adalah pilihan kita. Kalau mau ngucapin ya silahkan, kalau nggak
mau ya itu pilihan kita.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar