Alarm sudah
berbunyi pada pukul 04.00wib, tapi aku baru terjaga pukul 04.30wib. Segera ku
dirikan sholat Tahajud dan setelahnya aku segera membuka laptop untuk
mengangsur slide presentaseku. Tapi, belum sempat mengerjakan apa pun, aku
melirik ke arah si ganteng (baca: kucing) yang sedang tidur melingkar dengan
demikian lelap dan aku malah tertarik untuk tiduran di sampingnya sambil
memeluknya. Posisi itu bertahan beberapa menit sampai azan Subuh berkumandang.
*niat banget ya Qtime-an sama kucing? Hihiii.
Aku
segera mendirikan sholat Subuh. Setelah itu, bukannya langsung mengerjakan
slide, aku malah jadi ngantuk berat dan memilih untuk tidur sejenak. Pastinya,
di samping si ganteng lagi. Ehhee. Dia tidur sangat nyenyak nampaknya, bahkan
ketika aku sholat subuh pun dia nggak terbangung. Tapi, baguslah karena kalau
dia sempat terbangun, aku pasti nggak akan khusuk sholatnya karena dia sering
melompat tiba-tiba ke wajahku.
Kira-kira
pukul 06.30wib aku baru terjaga dan bukannya langsung ngerjakan slidenya, aku
malah nonton film dulu. Ntah kenapa otakku benar-benar masih enggan dibawa
serius nih! Akhirnya, pada pukul 07.00wib, aku baru bisa 100% fokus ke slide.
*si B mah selalu begini, baru ke luar cerdasnya ketika underdeadline, hikss,
buruk banget ya? Dan… pukul 08.30wib, I am ready to go to ruang F3 Pendidikan
Kimia.
Di
parkiran motor, di samping gedung Microteaching…
“Dek, mau ke acara pelatihan KTI
di Pendidikan Kimia ya?” tanyaku pada cewek di sebelahku.
“Iya Kak. Yuk bareng Kak!”
Aku disambut ramah oleh dek Novia, panitia PKTI yang sangat rajin memfolllow up-ku selama ini. Ia mengantarkanku ke bangku terdepan untuk mengikuti acara Pembukaan.
Aku disambut ramah oleh dek Novia, panitia PKTI yang sangat rajin memfolllow up-ku selama ini. Ia mengantarkanku ke bangku terdepan untuk mengikuti acara Pembukaan.
“…Terimakasih kepada Ayunda Elysa
Rizka Armala yang telah berkenan hadir pada hari ini. Semoga ilmu yang nantinya
ia berikan dapat bermanfaat untuk kita semua terutama dalam mengikuti
perlombaan Karya Tulis Ilmiah. Setelah ini akan ada follow up oleh HIMA
PROSTPEK untuk peserta yang mengikuti PKTI hari ini supaya bisa dibina lebih
lanjut lagi. Saya jadi teringat oleh perkataan kakanda Zulfa Hendri berikut
ini; ‘Kalau idemu hanya sekedar kau ucapkan saja tanpa dituliskan, maka ia akan
menguap dan hilang bersama udara’. Maka, akhirnya saya ucapkan selamat
mengikuti pelatihan ini dan dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim, secara resmi acara ini saya buka.”

“Jalan-jalan ke Yogyakarta. Jangan lupa membeli Bakpia. Assalamualaikum
mulanya kata. Saya sembah pembuka bicara. Assalamualaikum warohmatullohi
wabaro kaatuh,” sapaku dengan wajah sumringah.
Aku
selalu mengawali materi dengan kisah dari masa laluku yang berbeda drastis
dengan sekarangku. Berharap dari sana para audience
akan termotivasi. Sebelum mulai menjelaskan materi, aku menjelaskan 3 poin yang
akan dikupas pada hari ini; Apa defenisi KTI, bagaimana sistematika penulisan
KTI dan bagaima tips-tips memenangkan KTI. The power of Three yang diajarkan
oleh bang Wira kepadaku setahun yang lalu memang terasa sekali manfaatnya
hingga saat ini. Alhamdulillah terbukti, urutan penyampaianku bisa lebih
sistematis dan terurut dengan jelas. *thx bang Wiraaaa.
“…oh ya, sebelum Kakak
menjelaskan lebih lanjut tentang Abstrak, ada yang tahu nggak apa perbedaan
Abstrak dengan kesimpulan?” pancingku.
Salah seorang
dari peserta di deretan bangku sebelah kananku mengangkat tangan.
“Silahkan!” kataku.
“Menurut saya Kak, Abstrak itu
berisi tentang poin-poin penting di semua BAB sedangkan Kesimpulan itu hanya
menyimpulkan Rumusan Masalah, Kak,” jelasnya.
“Waahhh.. luar biasa!
Emmm…sepertinya Kakak pernah melihat wajah Adek ya sebelumnya?”
“Iya Kak. Aku kan yang di FAPERTA
kemarin.”
“Oh iyaaa, iyaa. Namanya siapa
Dek?”
“Hana Kak.”
“Oh iyaaa.. maaf Kakak lupa.
Padahal kita sering BBM-an ya Dek? Hehe. Wahh… luar biasa ternyata dari 35
orang peserta hari ini ternyata ada juga yang berasal dari luar FKIP ya. Hebat!”
Dalam
sesi tanya-jawab, ada 3 orang yang bertanya padaku. Padahal, aku berharap
jumlah penanya-nya akan lebih dari itu. Tapi, seperti inilah kenyataannya. Dulu,
aku pun seperti mereka; Enggan bertanya atau memang bingung mau bertanya apa.
hehee. Bahkan, aku juga sering merasa kalau apa yang ku tanyakan itu nggak
penting dan terlalu sepele. Biasanya, aku lebih memilih untuk diam daripada
bertanya tentang hal biasa. Makanya, kali ini aku nggak akan memaksa mereka
untuk bertanya dan berharap semoga mereka benar-benar faham dengan materi yang
ku sampaikan ini. aamiin.
Tepat
setelah aku menjelaskan jawaban terakhir, aku melihat pembicara kedua hari ini
sudah datang. Setelah menutup bicara, acara kembali diberi jeda. Aku segera
menyalami bu Eva, menyapanya dan berbasa-basi tentang pemilihan dosen Award
kemarin. Luar biasa sekali! Ternyata bu Eva adalah pengajar terbaik di FKIP dan
menjadi pemenang Dosen Terbaik juga ditingkat Universitas Riau. wew! Luar biasa
sekali bisa berkenalan dengannya.
Tak
lama. Aku hanya mendengarkan bu Eva beberapa menit saja karena teringat dengan
janjiku pada bang Wira untuk segera di acara HIGH IMPACT PUBLIC SPEAKING-nya
hari ini. Tapi, tiba-tiba aku juga teringat dengan 10 cerpen yang diberikan
oleh dek Joni semalam ternyata belum ku sentuh sama sekali. Aku jadi panik
ketika ingat bahwa pengumuman pemenang akan digelar pukul 15.00wib nanti.
Huahhhhh…! Mana yang harus ku pilihh?
Dek Jhoniii.. Kakak baru selesai ngisi
acara di HIMA PROSTPEK. Setelah ini ada acara juga sampai sore. Emang pasti
akan diumumkan sore nanti ya Dek hasil cerpennya? Kakak nggak sempat kayaknyaa
niii. Gimana?
Iya Kak. Sore ini diumumkannya.
Plisss Kak. Baca dikit-dikit
ajalah Kak naskahnya. Tolong kali Kaakkk.

***
“Duhh… mana sih dek Teguuh niii?
Lama amat sih!” keluhku.
Aku
sudah 10 menit menunggunya di Kalasan. Sebenarnya bisa saja aku segera ke
acaranya bang Wira setelah menyelesaikan kewajibanku tadi, tapi ada hal penting
yang harus segera ku cari tahu dari Teguh. Ini adalah tentang rasa penasaranku
sejak semalam. Dan, aku nggak mau menundanya lagi untuk segera tahu.
5 menit
kemudian, Teguh tiba. Kami segera memesan menu makan siang dan mulailah ngobrol
ngalur ngidul sambil melahap hidangan. Di sela curhat, ia tiba-tiba
menceritakan hal yang sangat serius dan ia memohon kepadaku untuk tidak
menceritakannya kepada siapa pun apalagi sampai menuliskannya di blog, hehee.
*sebagian besar teman-teman memang jadi waspada kalau cerita padaku karena
takut kalau ku kisahkan di blog, hehee.
Ketika giliranku
memintanya untuk segera menceritakan hal yang membuatku penasaran sejak
semalam, eh ternyata dia tak ubahnya seperti Okta; “Nanti dulu cerita yang itu!
Ada yang mau diceritakan ni sekarang.” Grrrr…. Di tunda-tunda kayak gini nih
yang membuatku geram tak tertahankan. Setelah aku mengancam tidak akan
mendengarkan ceritanya kalau ia tidak bercerita padaku terlebih dahulu.
Akhirnya Teguh menyerah! Barulah aku puas hehe.
“Sholat di mana kita Dek?”
tanyaku setelah selesai makan.
“Di Musrek yok?”
“Apaan tuh?”
“Mushola Rektorat loh!”
“Ohohooo. Yoklah!”
Setelah
sholat Zuhur, Teguh berpamitan ke BEM sementara aku langsung ke tempat Nilam. Mami
sudah mendesakku untuk segera memberikan uang bulanan kepada Nilam. Sejujurnya aku
hanya punya Rp 150.000 dan ini pun minjam sama Romcek. Tapi Alhamdulillah, ketika
aku membuka parsel dari HIMA PROSTPEK tadi, ternyata aku mendapat amplop berisi
uang Rp 100.000. Aku memberikan Nilam Rp 200.000 dari Rp 250.000 yang
dimintanya, karena Rp 50.000nya untuk ‘pegangan’ku. Tapi, setelah 10 menit ku
tunggu, Nilam nggak turun-turun juga. Akhirnya ku titipkan saja parcel buah dan
uang Rp 200.000 itu kepada temannya karena aku harus buru-buru pergi.
Menuju jalan
Arifin Ahmad, tempat acara HIGH IMPACT PUBLIC SPEAKING berlangsung. Yang aku
ingat bang Wira semalam mengatakan bahwa letak Resto Bintang 5 itu setelah
pembelokan Indonesian Creative School dan aku sudah mengulangi jalan ini 2 kali
tapi tak juga ku temui apa yang ku cari. Akhirnya ku putuskan untuk berhenti
sejenak dan mengecheck SMS bang Wira.
Alamatnya
di Arifin Ahmad ujung ya Lis. Udah dekat lampu merah Arengka
Aku
langsung berbalik arah menuju lampu merah Arengka sambil terus melihat kiri dan
kanan. Tapi, hasilnya tetap NIHIL. Aku berhenti lagi dan kali ini untuk mengSMS
bang Wira bahwa aku memutuskan untuk nggak jadi datang. Selain karena aku bosan
berbelok-belok, aku pun merasa lelah. Sebenarnya, kesulitan menemukan alamat
seperti ini bukan sekali saja ku alami. Pada beberapa momen, aku pernah
mengalami ‘kekaburan tujuan’ serupa, bahkan parahnya untuk alamat yang sudah
pernah aku tahu sebelumnya.
“Berarti lain kali aku harus
antisipasi kebingungan kayak gini sebelum hari H acara kalau tempatnya memang
belum aku tahu sebelumnya!” gumamku sambil menunggu lampu merah berganti hijau.
Aku
segera menuju Balam Sakti untuk mencuci motor. Tadi, sewaktu mengisi bensin,
aku bertanya kepada penjualnya yang kebetulan adalah tukang bengkel juga. Katanya,
bunyi berisik dari rantaiku itu bukan dikarenakan rantainya kendor atau
kekurangan oli, tapi karena gigi tariknya sudah tipis dan harus diganti. Hemmm…
karena harganya di atas 100ribu, aku putuskan untuk menundanya dulu. Sementara motor
dicuci, aku nyebrang ke mushola Arrafah dan tidur di sana hingga sebuah
panggilan masuk mengagetkanku…
“Hallo…assalamualaikum Kak. Kakak
di mana? Kami mau ngantarkan parcel buat Kakak.”
“Waalaikumsalam. Oh, ini dari
Almaidan ya? Kakak di mushola Arafah Dek. Sinilah.”
Alhamdulillah,
ternyata buah-buahan yang ku dapat kali ini lebih banyak daripada yang telah ku
berikan kepada Nilam tadi. Terimakasih ya Alla, berarti hari ini aku dapat 2
plakat dan 2 parcel. Ye yeee.
***
Petang
ini, aku kembali meragu. Sambil menyuap tahu krispy di warung Sambal Lesung
ini, aku terus saja ngobrol dengan fikiranku. Lalu, aku teringat pada seseorang
yang ku harap bisa mencerahkanku. Sebenarnya ini bukan perkara baru. Sebelumnya,
aku pun sudah pernah meragu dan Rini sudah menjawab keraguanku ini. Tapi, kali
ini keraguan itu kembali terulang. Aku memang aneh.
Menurut
abang, lanjutkan aja dek DIARYmu itu! Kemarin kan adek yang bilang bahwa ‘Rasa bersalah terbesar seorang Penulis
adalah ketika ia tidak menulis’. Hayooo?
Yap!
Aku sedang meragukan DIARYku. Aku meragukan urgensinya. Aku meragukan
manfaatnya. Aku meragukan kegunaannya. Aku pun meragukan diriku; ‘Memangnya Penting banget untuk selalu ku
perjuangkan untuk menulisnya setiap hari?’. Sekali lagi, aku memang aneh.
Pada saat yang lain, aku punya 1001 alasan tentang kesungguhanku menulis diary.
Tapi, saat ini aku seolah-olah kehilangan semua alasan itu. Ini yang ku sebut
kondisi ragu. Aku memang aneh.
Yang
INGAT pun suatu saat bisa LUPA. Yang YAKIN pun suatu saat bisa RAGU. Karena itulah
aku ingin bertanya…
Tulisku di PM
BBM.
Detik ini juga,
mendadak aku bisa memotivasi diri dengan ungkapan yang ku ciptakan sendiri…
Kamu akan mendapatkan apa yang tidak ORANG LAIN tidak dapatkan, El. Karena
kamu melakukan apa yang tidak ORANG LAIN lakukan.
Mungkin,
Rini pun akan bosan kalau ku tanyai keraguan ini lagi padanya. Dan mungkin, dia
pun akan menghela nafas panjang ketika mendadak aku bisa memotivasi diri
sendiri sebelum ia sempat memberikan solusi. Haha.
***
“Taraaaaammmm… Ante bawa
buah-buahaaan niiih!”
“Waahhh…. Mauuuu Nteee!”
Indah dan Keysa
masing-masing mengambil apel merah. Nggak apa-apa deh aku nggak dapat apel,
karena kelihatannya mereka sangat suka dengan apel. Upsss… tapi baru beberap
gigitan saja Indah menyerahkan apelnya kepadaku karena katanya keras. Setelah ku
gigit, ternyata lembut kok! Tapi, Indah tetap kekeh kalau apelnya keras.
“Iyalah… gigi Ante kan udah ganti
semua. Kalau Indah belum semuanya lagi, jadi belum kuat giginya, Ntee,” jelas
Indah.
“Emang ngaruh ya?”
“Iyalah Nteeee.”
Aku
baru tahu dari cerita Indah bahwa Tasya kemarin jatuh dari motor dan kakinya
memar. Pantas saja sudah 2 hari ini dia nggak datang les. Semoga Tasya cepat
sembuh dan pulih ya Allah. Aamiin. Aku jadi kangen dengan nada bicaranya yang
berapi-api banget kalau sedang nyeritain teman-temannya di sekolah yang
nyebelin.
“Eh, sini Ante kasih tau. Kalian boleh
membenci sifat teman kalian yang buruk, tapi jangan sekali-kali kalian menghina
fisiknya. Tahu fisikkan?” tanyaku. Khawatir kalau mereka nggak familiar dengan
istilah itu.
“Tahu Nte. Badannya kan?”
“Emmm…iya. Karena apa coba? Karena
fisik kita ini emang udah pemberian dari Allah, dari sejak kita dilahirkan ke
dunia. Jadi, kalau kita menghina fisik seseorang berarti sama saja kita sedang
MEMPROTES Allah. Sementara sifat kita, itu masih bisa kita ubah asal kita mau
berusaha mengubahnya.”
“Oooo…gitu Nte.”
Aku
rindu moment-moment itu lagi. Belum lagi kalau mereka sengaja menahanku supaya
nggak cepat-cepat pulang dengan memaksaku mendengarkan curhatan mereka. Eh,
setelah mereka selesai curhat, giliran Keysa pula yang minta di dengarkan. Huahhhh…
anak TK kayak Keysa ternyata udah ngerti masalah hidup juga. Hehehee.
“Kapan ujiannya, Ndah?”
“Hari Kamis ini Nte. Sampai hari
rabu depan.”
“Tolong perhatikan betul si Indah
ya Lis, supaya nggak turun peringkatnya. Indah belajar yang betul ya Naak!!”
pinta kak Era. Setelah itu kak Era berpamitan ke Stadion untuk berjualan.
Seperti
biasa, ketika azan Isya berkumandang, kami jeda sejenak dari belajar dan segera
menunaikan sholat Isya bersama. Terlihatlah olehku tumpukan piring kotor yang
lumayan banyak. Kak Era pasti nggak sempat masak dan nyuci piring hari ini
karena kesibukan dan kelelahannya. Aku ingin membantunya!
“Ndahhhh.. kita cuci piring yuk? Kasihan
Bunda kalau nanti harus nyuci piring pula padahal udah kecapean kali. Indah
yang nyusun piringnya, Ante yang nyuri piringnya yaa? Setuju?” ajakku setelah
selesai belajar.
“Setuju. Eh, kemarin kata Bunda,
Ante nyucinya nggak bersih. Masih ada minyak-minyaknya.”
“HAH? Masa iyaaa? Hhahaaa.
Ternyata Bunda teliti banget ya? Kayak Mama Ante aja. Kalau di rumah, Ante pun
selalu dimarahin Mama karena masih ada minyak-minyaknya di piring. Padahal,
menurut Ante itu udah yang paling bersih loh! Huahhh..”
“Jadinya, diulang lagi nyuci
piringnya sama Bunda kemarin Nte.”
“Oh iya yaa? Lagian, kenapa nggak
dimaafkan aja ya minyaknya? Toh, kan cuma dikit nyoo. Heehe.”
“Kalau Indah sih nggak masalah
Ntee. Tapi Ayah tu nggak mau pakai piring yang masih ada minyaknya, walaupun
cuma dikit.”
“Ohhh…berarti Ayah Indah pun
teliti banget tuh! Makanya, Bunda pun kayak gitu. hihii. Oke! Kali ini Ante
akan berusaha lebih bersih dan lebih teliti lagi! Supaya besok nggak ada satu
piring pun yang diulang Bunda nyucinya.”
“Semangat Nteee!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar