Minggu, 13 Desember 2015

Yang Yakin pun bisa Ragu



Alarm sudah berbunyi pada pukul 04.00wib, tapi aku baru terjaga pukul 04.30wib. Segera ku dirikan sholat Tahajud dan setelahnya aku segera membuka laptop untuk mengangsur slide presentaseku. Tapi, belum sempat mengerjakan apa pun, aku melirik ke arah si ganteng (baca: kucing) yang sedang tidur melingkar dengan demikian lelap dan aku malah tertarik untuk tiduran di sampingnya sambil memeluknya. Posisi itu bertahan beberapa menit sampai azan Subuh berkumandang. *niat banget ya Qtime-an sama kucing? Hihiii.
           Aku segera mendirikan sholat Subuh. Setelah itu, bukannya langsung mengerjakan slide, aku malah jadi ngantuk berat dan memilih untuk tidur sejenak. Pastinya, di samping si ganteng lagi. Ehhee. Dia tidur sangat nyenyak nampaknya, bahkan ketika aku sholat subuh pun dia nggak terbangung. Tapi, baguslah karena kalau dia sempat terbangun, aku pasti nggak akan khusuk sholatnya karena dia sering melompat tiba-tiba ke wajahku.
          Kira-kira pukul 06.30wib aku baru terjaga dan bukannya langsung ngerjakan slidenya, aku malah nonton film dulu. Ntah kenapa otakku benar-benar masih enggan dibawa serius nih! Akhirnya, pada pukul 07.00wib, aku baru bisa 100% fokus ke slide. *si B mah selalu begini, baru ke luar cerdasnya ketika underdeadline, hikss, buruk banget ya? Dan… pukul 08.30wib, I am ready to go to ruang F3 Pendidikan Kimia.

           Di parkiran motor, di samping gedung Microteaching…
“Dek, mau ke acara pelatihan KTI di Pendidikan Kimia ya?” tanyaku pada cewek di sebelahku.
“Iya Kak. Yuk bareng Kak!”
          Aku disambut ramah oleh dek Novia, panitia PKTI yang sangat rajin memfolllow up-ku selama ini. Ia mengantarkanku ke bangku terdepan untuk mengikuti acara Pembukaan.
“…Terimakasih kepada Ayunda Elysa Rizka Armala yang telah berkenan hadir pada hari ini. Semoga ilmu yang nantinya ia berikan dapat bermanfaat untuk kita semua terutama dalam mengikuti perlombaan Karya Tulis Ilmiah. Setelah ini akan ada follow up oleh HIMA PROSTPEK untuk peserta yang mengikuti PKTI hari ini supaya bisa dibina lebih lanjut lagi. Saya jadi teringat oleh perkataan kakanda Zulfa Hendri berikut ini; ‘Kalau idemu hanya sekedar kau ucapkan saja tanpa dituliskan, maka ia akan menguap dan hilang bersama udara’. Maka, akhirnya saya ucapkan selamat mengikuti pelatihan ini dan dengan mengucapkan bismillahirrohmanirrohim, secara resmi acara ini saya buka.”
            Tepuk tangan bergemuruh dari seisi ruangan. Setelah sambutan Ketua Pelaksana, aku meminta untuk break sejenak untuk persiapan slide dan microfon. Setelah segala sesuatunya terkondisikan, dek Nisa membuka bicara sebagai MOT dan ia memperkenalkanku sebelum ia memanggilku. Seperti biasa, aku membuka bicara dengan menggunakan pantun.
Jalan-jalan ke Yogyakarta. Jangan lupa membeli Bakpia. Assalamualaikum mulanya kata. Saya sembah pembuka bicara. Assalamualaikum warohmatullohi wabaro kaatuh,” sapaku dengan wajah sumringah.

           Aku selalu mengawali materi dengan kisah dari masa laluku yang berbeda drastis dengan sekarangku. Berharap dari sana para audience akan termotivasi. Sebelum mulai menjelaskan materi, aku menjelaskan 3 poin yang akan dikupas pada hari ini; Apa defenisi KTI, bagaimana sistematika penulisan KTI dan bagaima tips-tips memenangkan KTI. The power of Three yang diajarkan oleh bang Wira kepadaku setahun yang lalu memang terasa sekali manfaatnya hingga saat ini. Alhamdulillah terbukti, urutan penyampaianku bisa lebih sistematis dan terurut dengan jelas. *thx bang Wiraaaa.
“…oh ya, sebelum Kakak menjelaskan lebih lanjut tentang Abstrak, ada yang tahu nggak apa perbedaan Abstrak dengan kesimpulan?” pancingku.
Salah seorang dari peserta di deretan bangku sebelah kananku mengangkat tangan.
“Silahkan!” kataku.
“Menurut saya Kak, Abstrak itu berisi tentang poin-poin penting di semua BAB sedangkan Kesimpulan itu hanya menyimpulkan Rumusan Masalah, Kak,” jelasnya.
“Waahhh.. luar biasa! Emmm…sepertinya Kakak pernah melihat wajah Adek ya sebelumnya?”
“Iya Kak. Aku kan yang di FAPERTA kemarin.”
“Oh iyaaa, iyaa. Namanya siapa Dek?”
“Hana Kak.”
“Oh iyaaa.. maaf Kakak lupa. Padahal kita sering BBM-an ya Dek? Hehe. Wahh… luar biasa ternyata dari 35 orang peserta hari ini ternyata ada juga yang berasal dari luar FKIP ya. Hebat!”

          Dalam sesi tanya-jawab, ada 3 orang yang bertanya padaku. Padahal, aku berharap jumlah penanya-nya akan lebih dari itu. Tapi, seperti inilah kenyataannya. Dulu, aku pun seperti mereka; Enggan bertanya atau memang bingung mau bertanya apa. hehee. Bahkan, aku juga sering merasa kalau apa yang ku tanyakan itu nggak penting dan terlalu sepele. Biasanya, aku lebih memilih untuk diam daripada bertanya tentang hal biasa. Makanya, kali ini aku nggak akan memaksa mereka untuk bertanya dan berharap semoga mereka benar-benar faham dengan materi yang ku sampaikan ini. aamiin.
          Tepat setelah aku menjelaskan jawaban terakhir, aku melihat pembicara kedua hari ini sudah datang. Setelah menutup bicara, acara kembali diberi jeda. Aku segera menyalami bu Eva, menyapanya dan berbasa-basi tentang pemilihan dosen Award kemarin. Luar biasa sekali! Ternyata bu Eva adalah pengajar terbaik di FKIP dan menjadi pemenang Dosen Terbaik juga ditingkat Universitas Riau. wew! Luar biasa sekali bisa berkenalan dengannya.
          Tak lama. Aku hanya mendengarkan bu Eva beberapa menit saja karena teringat dengan janjiku pada bang Wira untuk segera di acara HIGH IMPACT PUBLIC SPEAKING-nya hari ini. Tapi, tiba-tiba aku juga teringat dengan 10 cerpen yang diberikan oleh dek Joni semalam ternyata belum ku sentuh sama sekali. Aku jadi panik ketika ingat bahwa pengumuman pemenang akan digelar pukul 15.00wib nanti. Huahhhhh…! Mana yang harus ku pilihh?

Dek Jhoniii.. Kakak baru selesai ngisi acara di HIMA PROSTPEK. Setelah ini ada acara juga sampai sore. Emang pasti akan diumumkan sore nanti ya Dek hasil cerpennya? Kakak nggak sempat kayaknyaa niii. Gimana?
Iya Kak. Sore ini diumumkannya. Plisss Kak. Baca dikit-dikit
ajalah Kak naskahnya. Tolong kali Kaakkk.
        Aku paling nggak tega melihat orang sampai bermohon seperti ini. Akhirnya aku minta izin kepada bang Wira untuk ke sana setelah Zuhur saja karena harus menjadi juri cerpen terlebih dahulu. Alhamdulillah, bang Wira ngerti. Segera aku beranjak ke ruang kelas yang kosong, tepat berseberangan dengan ruang seminar ini. Sempat merepotkan dek Nisa juga untuk memintanya berbagi WIFI denganku. Alhamdulillah, ternyata aku hanya butuh 1 jam untuk menyelesaikan penilaianku ini. Hasilnya segera ku kirimkan lewat screenshoot BBM kepada dek Dea.

***

“Duhh… mana sih dek Teguuh niii? Lama amat sih!” keluhku.
        Aku sudah 10 menit menunggunya di Kalasan. Sebenarnya bisa saja aku segera ke acaranya bang Wira setelah menyelesaikan kewajibanku tadi, tapi ada hal penting yang harus segera ku cari tahu dari Teguh. Ini adalah tentang rasa penasaranku sejak semalam. Dan, aku nggak mau menundanya lagi untuk segera tahu.
5 menit kemudian, Teguh tiba. Kami segera memesan menu makan siang dan mulailah ngobrol ngalur ngidul sambil melahap hidangan. Di sela curhat, ia tiba-tiba menceritakan hal yang sangat serius dan ia memohon kepadaku untuk tidak menceritakannya kepada siapa pun apalagi sampai menuliskannya di blog, hehee. *sebagian besar teman-teman memang jadi waspada kalau cerita padaku karena takut kalau ku kisahkan di blog, hehee. 

Ketika giliranku memintanya untuk segera menceritakan hal yang membuatku penasaran sejak semalam, eh ternyata dia tak ubahnya seperti Okta; “Nanti dulu cerita yang itu! Ada yang mau diceritakan ni sekarang.” Grrrr…. Di tunda-tunda kayak gini nih yang membuatku geram tak tertahankan. Setelah aku mengancam tidak akan mendengarkan ceritanya kalau ia tidak bercerita padaku terlebih dahulu. Akhirnya Teguh menyerah! Barulah aku puas hehe.
“Sholat di mana kita Dek?” tanyaku setelah selesai makan.
“Di Musrek yok?”
“Apaan tuh?”
“Mushola Rektorat loh!”
“Ohohooo. Yoklah!”
            Setelah sholat Zuhur, Teguh berpamitan ke BEM sementara aku langsung ke tempat Nilam. Mami sudah mendesakku untuk segera memberikan uang bulanan kepada Nilam. Sejujurnya aku hanya punya Rp 150.000 dan ini pun minjam sama Romcek. Tapi Alhamdulillah, ketika aku membuka parsel dari HIMA PROSTPEK tadi, ternyata aku mendapat amplop berisi uang Rp 100.000. Aku memberikan Nilam Rp 200.000 dari Rp 250.000 yang dimintanya, karena Rp 50.000nya untuk ‘pegangan’ku. Tapi, setelah 10 menit ku tunggu, Nilam nggak turun-turun juga. Akhirnya ku titipkan saja parcel buah dan uang Rp 200.000 itu kepada temannya karena aku harus buru-buru pergi.

Menuju jalan Arifin Ahmad, tempat acara HIGH IMPACT PUBLIC SPEAKING berlangsung. Yang aku ingat bang Wira semalam mengatakan bahwa letak Resto Bintang 5 itu setelah pembelokan Indonesian Creative School dan aku sudah mengulangi jalan ini 2 kali tapi tak juga ku temui apa yang ku cari. Akhirnya ku putuskan untuk berhenti sejenak dan mengecheck SMS bang Wira.
Alamatnya di Arifin Ahmad ujung ya Lis. Udah dekat lampu merah Arengka
           Aku langsung berbalik arah menuju lampu merah Arengka sambil terus melihat kiri dan kanan. Tapi, hasilnya tetap NIHIL. Aku berhenti lagi dan kali ini untuk mengSMS bang Wira bahwa aku memutuskan untuk nggak jadi datang. Selain karena aku bosan berbelok-belok, aku pun merasa lelah. Sebenarnya, kesulitan menemukan alamat seperti ini bukan sekali saja ku alami. Pada beberapa momen, aku pernah mengalami ‘kekaburan tujuan’ serupa, bahkan parahnya untuk alamat yang sudah pernah aku tahu sebelumnya.
“Berarti lain kali aku harus antisipasi kebingungan kayak gini sebelum hari H acara kalau tempatnya memang belum aku tahu sebelumnya!” gumamku sambil menunggu lampu merah berganti hijau.

          Aku segera menuju Balam Sakti untuk mencuci motor. Tadi, sewaktu mengisi bensin, aku bertanya kepada penjualnya yang kebetulan adalah tukang bengkel juga. Katanya, bunyi berisik dari rantaiku itu bukan dikarenakan rantainya kendor atau kekurangan oli, tapi karena gigi tariknya sudah tipis dan harus diganti. Hemmm… karena harganya di atas 100ribu, aku putuskan untuk menundanya dulu. Sementara motor dicuci, aku nyebrang ke mushola Arrafah dan tidur di sana hingga sebuah panggilan masuk mengagetkanku…
“Hallo…assalamualaikum Kak. Kakak di mana? Kami mau ngantarkan parcel buat Kakak.”
“Waalaikumsalam. Oh, ini dari Almaidan ya? Kakak di mushola Arafah Dek. Sinilah.”
           Alhamdulillah, ternyata buah-buahan yang ku dapat kali ini lebih banyak daripada yang telah ku berikan kepada Nilam tadi. Terimakasih ya Alla, berarti hari ini aku dapat 2 plakat dan 2 parcel. Ye yeee.

***

            Petang ini, aku kembali meragu. Sambil menyuap tahu krispy di warung Sambal Lesung ini, aku terus saja ngobrol dengan fikiranku. Lalu, aku teringat pada seseorang yang ku harap bisa mencerahkanku. Sebenarnya ini bukan perkara baru. Sebelumnya, aku pun sudah pernah meragu dan Rini sudah menjawab keraguanku ini. Tapi, kali ini keraguan itu kembali terulang. Aku memang aneh.
Menurut abang, lanjutkan aja dek DIARYmu itu! Kemarin kan adek yang bilang bahwa ‘Rasa bersalah terbesar seorang Penulis adalah ketika ia tidak menulis’. Hayooo?
         Yap! Aku sedang meragukan DIARYku. Aku meragukan urgensinya. Aku meragukan manfaatnya. Aku meragukan kegunaannya. Aku pun meragukan diriku; ‘Memangnya Penting banget untuk selalu ku perjuangkan untuk menulisnya setiap hari?’. Sekali lagi, aku memang aneh. Pada saat yang lain, aku punya 1001 alasan tentang kesungguhanku menulis diary. Tapi, saat ini aku seolah-olah kehilangan semua alasan itu. Ini yang ku sebut kondisi ragu. Aku memang aneh.
Yang INGAT pun suatu saat bisa LUPA. Yang YAKIN pun suatu saat bisa RAGU. Karena itulah aku ingin bertanya…
Tulisku di PM BBM.
Detik ini juga, mendadak aku bisa memotivasi diri dengan ungkapan yang ku ciptakan sendiri…
Kamu akan mendapatkan apa yang tidak ORANG LAIN tidak dapatkan, El. Karena kamu melakukan apa yang tidak ORANG LAIN lakukan.
           Mungkin, Rini pun akan bosan kalau ku tanyai keraguan ini lagi padanya. Dan mungkin, dia pun akan menghela nafas panjang ketika mendadak aku bisa memotivasi diri sendiri sebelum ia sempat memberikan solusi. Haha.

***

“Taraaaaammmm… Ante bawa buah-buahaaan niiih!”
“Waahhh…. Mauuuu Nteee!”
Indah dan Keysa masing-masing mengambil apel merah. Nggak apa-apa deh aku nggak dapat apel, karena kelihatannya mereka sangat suka dengan apel. Upsss… tapi baru beberap gigitan saja Indah menyerahkan apelnya kepadaku karena katanya keras. Setelah ku gigit, ternyata lembut kok! Tapi, Indah tetap kekeh kalau apelnya keras.
“Iyalah… gigi Ante kan udah ganti semua. Kalau Indah belum semuanya lagi, jadi belum kuat giginya, Ntee,” jelas Indah.
“Emang ngaruh ya?”
“Iyalah Nteeee.”
          Aku baru tahu dari cerita Indah bahwa Tasya kemarin jatuh dari motor dan kakinya memar. Pantas saja sudah 2 hari ini dia nggak datang les. Semoga Tasya cepat sembuh dan pulih ya Allah. Aamiin. Aku jadi kangen dengan nada bicaranya yang berapi-api banget kalau sedang nyeritain teman-temannya di sekolah yang nyebelin.

“Eh, sini Ante kasih tau. Kalian boleh membenci sifat teman kalian yang buruk, tapi jangan sekali-kali kalian menghina fisiknya. Tahu fisikkan?” tanyaku. Khawatir kalau mereka nggak familiar dengan istilah itu.
“Tahu Nte. Badannya kan?”
“Emmm…iya. Karena apa coba? Karena fisik kita ini emang udah pemberian dari Allah, dari sejak kita dilahirkan ke dunia. Jadi, kalau kita menghina fisik seseorang berarti sama saja kita sedang MEMPROTES Allah. Sementara sifat kita, itu masih bisa kita ubah asal kita mau berusaha mengubahnya.”
“Oooo…gitu Nte.”
          Aku rindu moment-moment itu lagi. Belum lagi kalau mereka sengaja menahanku supaya nggak cepat-cepat pulang dengan memaksaku mendengarkan curhatan mereka. Eh, setelah mereka selesai curhat, giliran Keysa pula yang minta di dengarkan. Huahhhh… anak TK kayak Keysa ternyata udah ngerti masalah hidup juga. Hehehee.
“Kapan ujiannya, Ndah?”
“Hari Kamis ini Nte. Sampai hari rabu depan.”
“Tolong perhatikan betul si Indah ya Lis, supaya nggak turun peringkatnya. Indah belajar yang betul ya Naak!!” pinta kak Era. Setelah itu kak Era berpamitan ke Stadion untuk berjualan.
         Seperti biasa, ketika azan Isya berkumandang, kami jeda sejenak dari belajar dan segera menunaikan sholat Isya bersama. Terlihatlah olehku tumpukan piring kotor yang lumayan banyak. Kak Era pasti nggak sempat masak dan nyuci piring hari ini karena kesibukan dan kelelahannya. Aku ingin membantunya!

“Ndahhhh.. kita cuci piring yuk? Kasihan Bunda kalau nanti harus nyuci piring pula padahal udah kecapean kali. Indah yang nyusun piringnya, Ante yang nyuri piringnya yaa? Setuju?” ajakku setelah selesai belajar.
“Setuju. Eh, kemarin kata Bunda, Ante nyucinya nggak bersih. Masih ada minyak-minyaknya.”
“HAH? Masa iyaaa? Hhahaaa. Ternyata Bunda teliti banget ya? Kayak Mama Ante aja. Kalau di rumah, Ante pun selalu dimarahin Mama karena masih ada minyak-minyaknya di piring. Padahal, menurut Ante itu udah yang paling bersih loh! Huahhh..”
“Jadinya, diulang lagi nyuci piringnya sama Bunda kemarin Nte.”
“Oh iya yaa? Lagian, kenapa nggak dimaafkan aja ya minyaknya? Toh, kan cuma dikit nyoo. Heehe.”
“Kalau Indah sih nggak masalah Ntee. Tapi Ayah tu nggak mau pakai piring yang masih ada minyaknya, walaupun cuma dikit.”
“Ohhh…berarti Ayah Indah pun teliti banget tuh! Makanya, Bunda pun kayak gitu. hihii. Oke! Kali ini Ante akan berusaha lebih bersih dan lebih teliti lagi! Supaya besok nggak ada satu piring pun yang diulang Bunda nyucinya.”
“Semangat Nteee!”

Tidak ada komentar: