Kamis, 11 Februari 2016

RDDSIBU Day 1: Terbakar atau Dibakar?



Papi barusan menelvonku. Ia menanyakan apa agendaku pagi ini. Aku lupa mengabarkannya bahwa aku dinyatakan lolos seleksi Relawan Duta Desa ini. Aku menjelaskan kepadanya bahwa kegiatanku hari ini sampai dengan hari minggu adalah mengikuti pembekalan dan puncaknya adalah berkunjung ke Kampung Jawa. Papi menyemangatiku dan mendoakan semua urusanku lancar. Pagi ini jadi lebih bertenaga atas restu yang telah diberikan oleh kedua orang tuaku. Meskipun hanya lewat telvon, semoga tak mengurangi apapun dari kata kerja yang ku sebut CINTA.

***

Aku sudah tiba di LPPM UR pada pukul 07.46wib. Belum ada orang satu pun di sini. Kecuali seorang ESU yang sedang membersihkan ruangan. Sayup-sayup ku dengar suara bu Riri dari dalam ruangan interview kemarin. Ku ketuk pintu dan ku ucapkan salam sebelum membuka pintu.
“Hay Elysaaaaa!” sapa bu Riri terlebih dulu sebelum aku membuka kata.
“Selamat pagi Buuukkk. Pembekalannya di ruangan yang mana ya Buu?”
“Itu yang didepan. Tunggu aja ya Elysa.”
“Iya Buuu. Mari…”
Aku duduk di sofa hijau, di dekat jendela; tempat pak AJ duduk kemarin sore ketika aku menunggu giliran interview. Ku sempatkan berfoto beberapa jepretan. Mungkin sebagian orang menilaiku alay atau over narsis, tapi aku sendiri tidak merasa demikian. Karena aku punya kepentingan dengan semua foto-foto yang ku ambil ini. Insya Allah tidak ada yang tersia dan tak bermakna.
Satu per satu peserta mulai berdatangan. Sebagiannya ada yang sudah ku kenal dan sebagiannya lagi baru ku lihat wajahnya. Aku mulai membaca buku sambil menunggu giliran registrasi.
“KTPnya tolong dikumpulkan sebentar yaa!” pinta kak Uci.

“Kak… Elisa nggak bawa KTP Kak, gimana nih?” tanya, memelas.
“KTM ada dibawa?”
“Nggak ada juga Kak. hehee. Yang ada cuma bawa kartu ATM, ehhee.”
“Waduh, gimana ceritanya pergi nggak bawa identitas apapun tuh?” kata kak Uci.
Aha! Aku baru sadar kalau dilaptopku ada scan KTM. Akhirnya ku sodorkan foto KTMku untuk difoto oleh bang Yogi. Huft! Syukurlah pemirsaaa. Panitia memberikan kami buku, pena dan goodie bag. Kemudian kami dipersilahkan memasuki ruangang. Aku memilih duduk paling depan, di deretan sebelah kanan. awalnya, tidak ada satu pun yang mau duduk di sebelahku. Tapi, aku selow aja, karena toh waktu kuliah pun aku sering juga duduk sendirian di depan, hehe.
“Kak, Rahmat duduk sini yaa!”
“Owhh, silahkan Dek! Silahkan.”

Meskipun Rahmat duduk di sampingku, tapi dia terus saja kode-kodean dengan Solihin yang duduk berseberangan dengannya. Setelah ku tanya, ternyata mereka berdua masih ragu untuk mengikuti RDDSIBU ini karena takut tidak terkejar ujian Hasil Penelitian dan akhirnya terlambat Sidang. Sementara keduanya punya target untuk wisuda bulan Oktober dan bebas SPP setelah semester ini. Aku menganjurkan keduanya untuk berkonsultasi dengan dosen pembimbing mereka supaya lebih meyakinkan. Mereka sepakat, dan akan permisi setelah pukul 10.00wib.
Pukul 09.02wib acara dibuka oleh bu Riri dengan sebuah tuturan pantun nan indah. Kesempatan pertama diberikan kepada pak Adi untuk menyampaikan laporan acara kemudian disusul oleh pak Almasdi selaku ketua LPPM UR untuk memberikan kata sambutan. Pembukaan ditutup dengan doa yang dipimpin oleh salah satu panitia. Pembukaan selesai dan seluruh peserta dipersilahkan menikmati coffe break.
Yang menjadi moderator kali ini adalah pak Ahmad Muhammad dan materi pertama akan disampaikan oleh pak Haris dengan topik ‘Cegah Jerebu’.

Topik : Cegah Jerebu
Oleh Dr. Harris (Direktur/Kepala Pusat Studi Bencana (PSB)
Pukul : 10.08wib 

“Data mengungkapkan bahwa 99% menyatakan bahwa kebakaran hutan itu adalah akibat Prilaku Manusia. Artinya, tidak mungkin ada kebakaran besar dengan sendirinya. Pasti ada manusia dan kepentingannya di sebaliknya. Mengapa materi ini penting? Karena nanti anda semua akan ditempatkan di lahan gambut. RDDSIBU ini belum ada di internet karena ini adalah inovasi. Tak mengapa kecil, tapi konkret. Karena, yang memahalkan suatu bangsa adalah INOVASI, KREATIVITASNYA.” 

MENCIPTA HARMONI, MELAWAN SUNYI
Sebuah judul tulisan muncul di slide selanjutnya. Itu adalah judul tulisan pak Haris rupanya. Pak Haris juga merupakan relawan ahli KLHK dan Riau; Gambut Berkelanjutan dan Pencegahan Karhutla.
“Saya suka dengan kata ‘sunyi’. Jangan diterjemahkan dengan sendiri dan sepi. Tapi, ini ‘sunyi’ di sini menunjukkan kepedulian kita ketika orang-orang tidak ada yang peduli terhadap suatu fenomena, maka kenapa kita tidak membacanya? Iqro. Itulah artinya sunyi. Kami yang berada di Pusat Studi Bencana adalah orang-orang yang merasakan kesunyian. RDDSIBU itu adalah istilah yang diperoleh dari pemaknaan yang dalam. RDD itu adalah Relawan Duta Desa. SI, itu adalah bersih. Kita ingin memurnikan kembali negri kita ini. Kemudian IBU, kita selalu suka dengan kata IBU. Tanpa Ibu, kita tidak akan pernah ada di sini. Itulah mengapa, arti sebuah nama itu sangat penting.  Kalau ada di antara kalian yang punya nama yang kurang nyaman dari orang tua kalian, lebih baik ganti saja nama kalian ya, hehe,” ujar pak Haris dengan gaya kocaknya. “Saya dosen FMIPA, tapi saya lebih banyak ngajar di luar; di kampung-kampung. Bukannya di kelas. Ketika kalian di alam, saatnya kalian berdoa yang tidak biasa di doakan oleh orang-orang di kota; semoga dapat jodoh bupati, dapat masa depan yang sejahtera. Pokoknya berdoalah yang tinggi-tinggi, karena di kampung-kampung itu banyak malaikat yang baik-baik. Mungkin loh ya, mungkin, ehhe.”
 
“Tidak akan ada gambut, kalau tidak ada rawanya. Artinya, kalau 18 tahun asap melanda, berarti kita sudah mengotak-ngatik ciptaan TuhanCiptaan Tuhan itu adalah RAWA GAMBUT, bukan GAMBUT. Tadi malam saya di sini sampai
jam 12 sedangkan teman-teman relawan tiba di sini jam setengah 2 untuk mempersiapkan semua ini. ketika ditanya; ‘Pak Haris, untuk apa kita mengadakan program ini sebenarnya?’ dan saya jawab saja; ‘Saya trauma. Saya nggak mau lagi JEREBU itu kembali. Pejabat-pejabat itu sih enak, karena nggak semuanya yang tinggal di Riau. Kemarin, sewaktu Riau berasap, kelas-kelas menengah ke atas itu sudah mengevakuasi dirinya ke luar. Riau kosong. Mereka sih enak, kita yang tetap diam di sini ini yang merasakan dampaknya.”
“Di kampung itu ada situasi-siatuasi orang ingin begitu kaya. Ini yang harus kita putus, supaya mereka nggak serakah. Saya pernah meneliti di Meranti, ada 1 orang yang menguasai 700ha kebun sagu tapi ada pula 200KK yang hanya menguasai 1 kebun. Kalau kalian ingin minum es teh, jangan hanya menilai es teh dari tampaknya saja ketika terhidang, tetapi setelah kaian haus dan kalian meneguknya, itu baru Es Teh yang sebenarnya. Saat ini, ada penyakit sosial yang membuat orang antipati, nggak peduli dan diam saja. Jangan sampai rakyat jadi resisten, bebal, nggak peka dan hanya jadi penonton. Ada orang yang sekeliling rumahnya sudah terbakar sementara si pemilik rumah masih bisa dengan santainya hanya menonton itu semua. Gambut itu berada di daerah pesisir dan gambut kita adalah yang terdalam di dunia. Gambut itu pembentukannya ribuan tahun, kita bakar setahun ya selesai.  Saya ingin mengatakan bahwa: You should always say – ‘We have to love our ecosystem’.  Meskipun persoalan gambut ini sangat kompleks dan harus kita benahi bersama, tapi jangan pernah pesimis yaaa.. Minimal menulis puisi bagi yang suka menulis, heheh,” kata pak Haris sambil melirik ke arahku.

“Kalau kalian ke Jepang, mereka menjadikan air hitam (air gambut) sebagai SPA. Luar biasa kan? Dan kalau diamati dari titik hotspot di daerah-daerah rawan itu ternyata, kebakaran itu selalu berulang di tempat yang sama. Apa yang bisa kita analissi dari fenomena itu? Berarti lahan itu memang SENGAJA di bakar baik oleh masyarakat atau perusahaan untuk mengembangkan lagi usahanya. Pelajaran utama yang perlu diingat adalah jangan lupakan AIR. Kerja kita bukan untuk menyelamatkan siapapun, kerja kita di RDDSIBU adalah untuk menyelematkan KEHIDUPAN,” tutup pak Haris.

Topik : Masyarakat Desa
Oleh : Prof. Ashaluddin Jalil
Pukul : 10.49wib

Sebelum memasuki materi, pak AJ bertanya kepada audience apakah Pekanbaru ini adalah kota? Kami sepakat menjawab YA.
“Menurut saya, Pekanbaru bukan kota, tapi adalah Desa yang besar dan luas. Pekanbaru juga bukan kota yang macet, tapi SEMRAWUT dan kitalah penyebab kesemrawutan itu. Penghulu adalah salah satu kekhasan di desa. Penghulu adalah bahasa masa lalu dan sekarang dinami Kepala Desa yang dipilih oleh warganya. Biasanya bisa 8-10 tahun jabatannya dan masih ada hubungan kekeluargaan. Desa punya karakteristik yang berbeda-beda. Ada yang tahu berapa jumlah desa di Indonesia? Tidak ada? Alhamdulillah. Saya pun lupa berapa jumlahnya. Yang jelas, Puluhan ribu banyaknya. Ada beberapa jenis desa, diantaranya adalah Desa TERRITORIAL seperti desa Transmigrasi. Sedangkan desa GENOLOGIS adalah desa tradisional yang berkembang secara alami dan turun temurun. Desa itu cenderung homogen; ketika ada orang baru yang masuk desa, sangat mudah diketahui dan perubahannya akan terasa ketika desa itu terletak di jalan Lintas. Masyarakat desa masih mengenal KETOKOHAN; Imam masjid, mantan kepala desa, guru pensiunan, tetua adat dan tokoh-tokoh lainnya yang sangat disegani dan menjadi tempat bertanya. Penghulu dulu juga rangkap peran; KUA, Imam, Penasehat dan ini disebut Pemimpin KHARISMATIK. Tapi kekhasan itu sudah dihapuskan oleh peraturan otonomi desa alias diformalkan,” jelas prof AJ.

“Data sosial dalam sosiologi antropologi itu dsebut Fenomena empirik, jika berulang secara terus-menerus disebut Fakta sosial dan apabila diterima secara luas maka ia menjadi TRADISI. Makanya, banyak yang kurang suka dengan ilmu antropologi karena meneliti manusia itu tidak mudah, manusia kan selalu berubah tapi kita harus menelitinya melalui perencananaan,” lanjutnya lagi.
“Sawit bukan tanaman budaya masyarakat Riau. Pertanian di desa masih bersifat subsistence (untuk dikonsumsi sendiri bahkan sering tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari). Masyarakat desa adalah garda terdepan dan menyatu dengan kehidupan (lahan dan hutan). Kasihan orang-orang kampung sekarang, mau membangun rumah pun sulit, karena tidak ada lagi kayu. Lalu, apa yang kita lakukan nanti di desa? Pasang telinga, pasang mata, pasang hati, perhatikanlah apa potensi di desa tersebut lalu ikutlah berpartisipasi. Inilah yang disebut PARTISIPASI PENUH dan yang paling sering terlihat itu gotong royong. Pelajari juga tampak desannya, bagaimana bentuknya? Apakah memanjang atau berliku. Itu berguna untuk Mobilitas dan memperoleh informasi. Masing-masing anda harus punya motivasi di dalam diri untuk membangun mindset masyarakat karena kalian adalah jembatannya. Motivasi itu bisa dipelajari, karena sebenarnya motivasi itu adalah SENI sama seperti memimpin. Hanya bisa dipelajari dan difahami oleh diri sendiri. Oh iya, sudah habis waktu saya bicara?”

“5 menit lagi Pak,” kata pak Haris.
“Oke, Pak Haris. Ingat ya… Kita datang, bukan untuk menggurui. Tapi, kita datang untuk mengubah masa depan dengan 1 titik temu; Bersih JEREBU. Semua itu bisa dilakukan dengan pendekatan observasi partisipasi. Kalau kalian berbuat salah, jangan sungkan meminta maaf,” lanjut pak AJ.
Aku ingin bertanya. Pertanyaan ini lebih ditujukan kepada pak Haris. Aku ingin melihat di mana titik temu antara pak Haris yang tidak tidak berpihak kepada sawit sebagai komoditi primadona Riau dan pak Almasdi yang penelitiannya justru menyajikan peningkatan ekonomi Riau dengan perkebunan sawit.
“Ini sebenarnya polemik ya Elysa. Sebenarnya, perlu ada rekayasa teknologi supaya tanah gambut tidak perlu dikeringkan untuk menanam sawit, kalau memang sawit itu ingin tetap dipertahankan di Riau.  seharusnya ada mozaik-mozaik; sepetak ada sawit, ada buah-buahan, ada hutan. Makanya, kita harus sunyi; melawan. kita harus berbicara Quatum (melompat) bukan jalan di tempat. Tanya saja orang desa, ketika sawit belum datang, tidak pernah ada kebakaran kan?. Lalu, apakah sawit itu diharamkan? Tidak! Yang diharamkan itu adalah ketika semuanya ingin ditanami sawit. Sebagai ahli gambut, saya tidak akan rekomendasikan sawit (mono culture). Makanya ini agak berat sebenarnya ketika kita membahas SAWIT, apalagi ini di Riau. Mesti ada refleksi dan perenungan panjang. Kalau saya berdebat dengan Pak Al pun nggak ada titik temunya. Ketemunya kalau udah ada asap. Ternyata uang tidak ada gunanya,” jelas pak Haris.

Topik : Berbagai program Survival dan Motivator perubahan desa
Oleh : Adhy Prayitno
Pukul : 13.53wib

“Kita ingin melihat hutan kita kembali seperti dulu yang kaya dengan keragaman flora dan fauna, airnya banyak. Mulai hari ini, kalian sudah dipanggil sebagai Sukarelawan; perpanjangan tangan antara PSB UR dengan masyarakat desa. Yang dimaksud dengan Kawasan Terjangkau adalah hutan-hutan yang termasuk dalam kawasan batas desa. Kegiatan ini berupa aksi bersama dengan masyarakat terkait pemantauan Kawasan Terjangkau menghadapi musim kering yang rawan lahan terbakar. Selama ini banyak pihak yang menyalahkan ‘kenapa membakar lahan?’ tapi jarang sekali yang memberikan solusi apa yang harus dilakukan sebagai pengganti ‘membakar lahan’ tadi. Output progam ini adalah kawasan terjaga, zero hot spot, desa bersih Jerebu, membersihkan lahan tanpa membakar dengan metode sosial berbasis kesantunan dan nilai-nilai moral. Sebagai Duta, harus survive hidup berbaur dengan cara :
-          Menampilkan karakter santun
-          Menampilkan karakter rendah hati
-          Menampilkan karakter penuntut ilmu (Berguru pada yang tahu, bertanya jika tak tahu, mendengar kata yang tua, berikan pendapat bresih dari cela, berbagi ilmu tentang sesuatu yang baru)
-          Menempatkan sebagai bagian dari sebagai bagian keluarga masyarakat (di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Ikutilah tumbuh sirih, bukan contoh tumbuh benalu, cepat kaki ringan tangan. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing)

Bawalah diri anda sebagai sosok yang patut dipanuti. Relawan adalah pemuda terpilih, berpendidikan, cerdas dan tetap menjaga nilai-nilai adat dan budaya. Ada yang baru berbaur dengan lingkungan baru, tapi sudah bertengkar dengan orang lain. Nah, itu kan nggak survive namanya. Adapun program survival di lapangan/hutan :
-          Memahai karakter hutan
-          Membekali dengan survival skill
-          Memahami panduan aktifitas di kawasan lahan dan hutan
-          Memahami sifat kebakaran lahan dan hutan dan karakter penyebaran api pada kebakaran lahan gambut
Kalau dihutan, makanlah apa yang dimakan oleh Monyet dan Burung, pasti kita akan survive.”
Rahmat baru datang. Dia langsung duduk lagi di sampingku.
“Ini kenapa Pak Adi memperkenalkan kita sama binatang-binatang ini ya?” bisikku kepada Rahmat.
“Iya yaa Kak, hehee,” jawab Rahmat.
“Ada kebiasaan-kebiasaan tertentu di desa yang harus kalian perhatikan. Misalnya, kalau nanti relawan yang laki-laki tinggal di rumah warga yang ada anak gadisnya dan orang tuanya menawarkan sarung kepada anda, maka anda harus hati-hati. Itu maksudnya anda ingin dijodohkan dengan anak gadis mereka,” jelas pak Adi.

Kami terperanga dan akhirnya terbahak-bahak setelah mengetahui fakta unik yang satu ini. demikian pun terhadap relawan perempuan yang mungkin tinggal di rumah warga yang punya anak lajang. Maka, pak Adi menyarankan kami untuk bawa sarung/kain panjang masing-masing untuk menghindari kesalahfahaman pengertian seperti itu. Huahh….thanks infonya paaak. Selanjutnya adalah materi tentang Pengembangan Kepribadian. Nah, ini nih yang paling aku tunggu-tunggu…

Topik : Pengembangan Kepribadian
Oleh : Fajriana Ananda
Pukul : 14.35wib

Sebelum banyak berbicara, bu Riri meminta kami menuliskan 5 kelebihan, 5 kelemahan dan 5 passion kami dalam waktu 5 menit. Aku agak bingung nulisin kelemahanku, sepertinya gara-gara terlalu banyak kelemahan, jadi agak bingung mau nulisin yang mana, hehee.
“Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk meningkatkan kapasitas diri kita. Nanti saya beri tahu kenapa saya meminta anda menuliskan 5 passion, 5 kelemahan dan 5 kekurangan. Saya juga berharap teman-teman Duta Desa ini punya passion sebagai PENGABDI. Seandainya ada keuntungan materi yang kalian dapatkan karena mengabdi, maka itu bonus. Jika pun bukan uang, yang jelas adalah pahala. Saya berharap, dengan kalian turun ke desa itu akan ada gebrakan; arti penting menjaga lingkungan. Ada banyak peluang yang bisa anda kembangkan dari potensi yang anda punya. Saya punya trik bagaimana caranya anda bisa menyimak ilmu dengan cepat. Ada doanya. Mau tahu apa doanya?”
“Mauuuuuuu,” jawab kami serentak.
Tapi setelah kami mengaku mau, bu Riri malah nggak mau ngasih tahu. Katanya, rahasia perusahaan. Hihii.

“Apapun yang kita lakukan, semuanya terkait dengan waktu. Saya dan anda selalu dibatasi waktu. Makanya, sebisa mungkin tepat waktu lah. Saya sudah menerapkan ini kepada diri saya. Sekalipun saya tahu acaranya akan molor, tapi saya tetap komit untuk datang tepat waktu. Sambil menunggu, kita kan bisa baca buku atau ngobrol dengan teman baru. Nah, saya ingin menjelaskan bahwa Kepribadian itu adalah cara berpenampilan dan bereaksi, bertindak sistematis dalam setiap situasi setiap hari (tindak-tanduk sehari-hari). Faktor-faktor utama dalam kepribadian: Perwujudan fisik dan tata karma pergaulan serta tata busana, tingah laku fisik, kemampuan berbicara dan mendengar.”
Bu Riri menjelaskan bahwa penilaian fisik itu tidak selalu menjadi penilaian utama. Karena tidak semua orang menjadikan fisik sebagai penilaian utamanya dan sebagian lagi tidak mempersoalkannya. 

“Kemampuan public speaking itu bisa dilatih dan saya pun tidak serta merta berani berbicara seperti ini di depan anda. Kemarin sewaktu interview, saya sudah bisa menilai diri anda ketika anda masuk ke ruangan dan sebelum anda duduk atau berbicara. Tapi, ya untuk itulah saya memberikan pembekalan hari ini supaya anda lebih pede dan siap diterjunkan ke lapangan. Pada dasarnya, tingkat intelegencia seseorang tidak berkaitan dengan tingkat pendidikan. Contohnya adalah Thomas Alfa Edison; dia hanya berguru pada ibunya, tidak di sekolah formal tapi bisa menemukan sesuatu yang sangat bermanfaat hingga saat ini,” jelas bu Riri lebih lanjut.
Ospa bertanya, “Bu, ada banyak orang yang berkata; ‘Jadilah dirimu sendiri,’ tapi tadi Ibu sempat menjelaskan bahwa sebenarnya kita sedang menggunakan topeng untuk bisa diterima dillingkungan sosial. Maka, manakah yang lebih baik Bu? Memakai topeng atau menjadi diri sendiri?”
“Dalam ilmu sosial itu tidak ada benar dan salah. Makanya mahasiswa itu suka kalau kuliah dengan saya, karena saya tidak pernah menyalahkan. Nah, emmang benar bahwa kita semua memang sedang memakai TOPENG. Percaya atau tidak dan diakui atau tidak. Elysa paka topeng, Rahmat pakai topeng, kalian pakai topeng dan saya pun pakai topeng. Dan, topeng yang kita gunakan itu tidak hanya 1, tetapi banyak. Sebenarnya tidak ada masalah dengan topeng-topeng itu. kita kan memang dibentuk oleh lingkungan kita. Nah, tugas kita adalah menjadikan topeng-topeng itu sebagai diri kita yang baru, yang lebih baik daripada sebelumnya. Kan lama kelamaan topeng tadi benar-benar bisa menjadi diri kita. Faham yaa?”

Aku manggut-manggut. Wah, ini pengetahuan baru lagi! Makasih ya Allah.
Selanjutnya, bu Riri menjelaskan tentang Filosofi TRAFIC LIGHT :
-          Lampu merah – Anda  harus menghentikannya karena akan menghalangi anda
-          Lampu kuning – Hati-hati, jangan sampai salah langkah
-          Lampu hijau – Teruskan dan kembangkanlah
Selanjutnya bu Riri menjelaskan bahwa Kelemahan yang bisa dikelola dengan baik bisa menjadi kekuatan juga. Disiplin (mutu, waktu, prosedur), team work, gigih, komitmen dan inisiatif –  adalah soft skill yang menguatkan Duta Desa. Ruang lingkup pendidikan karakter: Olah hati, olah raga, olah fikir. 

Acara hari ini ditutup dengan foto bersama. Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih atas segala nikmat ilmu dan persahabatan baru di hari ini. Memang, aku masih kesulitan mengingat nama mereka semua. Tapi, setidaknya aku sudah mengawalinya dengan berusaha duduk di antara orang-orang baru. ^_^
“Ki… aku mau tanya… nasi kotak yang sisa itu ada yang punya nggak Ki?” tanyaku pada Riski, salah satu pantia.
“Nggak ada kayaknya Lis. Kan tadi udah pada makan semuanya kan?”
“Aku boleh nyolong 1 nggak Ki?” tanyaku, agak malu-malu.
“Nggak apa-apa Lis. Bawa ajaaa.”
YESSS! Alhamdulillah, ada rezeki untuk makan malam nanti. Ehhe. Tak hanya aku, Yudi pun ikutan nyolong, kebetulan ada 2 nasi kotak yang tersisa. Hupsss!

Tidak ada komentar: