Papi barusan menelvonku. Ia menanyakan
apa agendaku pagi ini. Aku lupa mengabarkannya bahwa aku dinyatakan lolos
seleksi Relawan Duta Desa ini. Aku menjelaskan kepadanya bahwa kegiatanku hari
ini sampai dengan hari minggu adalah mengikuti pembekalan dan puncaknya adalah
berkunjung ke Kampung Jawa. Papi menyemangatiku dan mendoakan semua urusanku
lancar. Pagi ini jadi lebih bertenaga atas restu yang telah diberikan oleh
kedua orang tuaku. Meskipun hanya lewat telvon, semoga tak mengurangi apapun
dari kata kerja yang ku sebut CINTA.
***
Aku sudah tiba di LPPM UR pada
pukul 07.46wib. Belum ada orang satu pun di sini. Kecuali seorang ESU yang
sedang membersihkan ruangan. Sayup-sayup ku dengar suara bu Riri dari dalam
ruangan interview kemarin. Ku ketuk pintu dan ku ucapkan salam sebelum membuka
pintu.
“Hay Elysaaaaa!” sapa bu Riri
terlebih dulu sebelum aku membuka kata.
“Selamat pagi Buuukkk.
Pembekalannya di ruangan yang mana ya Buu?”
“Itu yang didepan. Tunggu aja ya
Elysa.”
“Iya Buuu. Mari…”
Aku duduk di sofa hijau, di dekat
jendela; tempat pak AJ duduk kemarin sore ketika aku menunggu giliran
interview. Ku sempatkan berfoto beberapa jepretan. Mungkin sebagian orang
menilaiku alay atau over narsis, tapi aku sendiri tidak merasa demikian. Karena
aku punya kepentingan dengan semua foto-foto yang ku ambil ini. Insya Allah
tidak ada yang tersia dan tak bermakna.
Satu per satu peserta mulai
berdatangan. Sebagiannya ada yang sudah ku kenal dan sebagiannya lagi baru ku
lihat wajahnya. Aku mulai membaca buku sambil menunggu giliran registrasi.
“KTPnya tolong dikumpulkan sebentar
yaa!” pinta kak Uci.
“Kak… Elisa nggak bawa KTP Kak,
gimana nih?” tanya, memelas.
“KTM ada dibawa?”
“Nggak ada juga Kak. hehee. Yang ada
cuma bawa kartu ATM, ehhee.”
“Waduh, gimana ceritanya pergi
nggak bawa identitas apapun tuh?” kata kak Uci.
Aha! Aku baru sadar kalau
dilaptopku ada scan KTM. Akhirnya ku sodorkan foto KTMku untuk difoto oleh bang
Yogi. Huft! Syukurlah pemirsaaa. Panitia memberikan kami buku, pena dan goodie
bag. Kemudian kami dipersilahkan memasuki ruangang. Aku memilih duduk paling
depan, di deretan sebelah kanan. awalnya, tidak ada satu pun yang mau duduk di
sebelahku. Tapi, aku selow aja, karena toh waktu kuliah pun aku sering juga
duduk sendirian di depan, hehe.
“Kak, Rahmat duduk sini yaa!”
“Owhh, silahkan Dek! Silahkan.”
Meskipun Rahmat duduk di
sampingku, tapi dia terus saja kode-kodean dengan Solihin yang duduk
berseberangan dengannya. Setelah ku tanya, ternyata mereka berdua masih ragu
untuk mengikuti RDDSIBU ini karena takut tidak terkejar ujian Hasil Penelitian
dan akhirnya terlambat Sidang. Sementara keduanya punya target untuk wisuda
bulan Oktober dan bebas SPP setelah semester ini. Aku menganjurkan keduanya
untuk berkonsultasi dengan dosen pembimbing mereka supaya lebih meyakinkan. Mereka
sepakat, dan akan permisi setelah pukul 10.00wib.
Pukul 09.02wib acara dibuka oleh
bu Riri dengan sebuah tuturan pantun nan indah. Kesempatan pertama diberikan
kepada pak Adi untuk menyampaikan laporan acara kemudian disusul oleh pak
Almasdi selaku ketua LPPM UR untuk memberikan kata sambutan. Pembukaan ditutup
dengan doa yang dipimpin oleh salah satu panitia. Pembukaan selesai dan seluruh
peserta dipersilahkan menikmati coffe break.
Yang menjadi moderator kali ini
adalah pak Ahmad Muhammad dan materi pertama akan disampaikan oleh pak Haris
dengan topik ‘Cegah Jerebu’.
Topik : Cegah Jerebu
Oleh Dr. Harris (Direktur/Kepala Pusat Studi Bencana (PSB)
Pukul : 10.08wib
“Data mengungkapkan bahwa 99% menyatakan
bahwa kebakaran hutan itu adalah akibat Prilaku Manusia. Artinya, tidak mungkin
ada kebakaran besar dengan sendirinya. Pasti ada manusia dan kepentingannya di
sebaliknya. Mengapa materi ini penting? Karena nanti anda semua akan
ditempatkan di lahan gambut. RDDSIBU ini belum ada di internet karena ini
adalah inovasi. Tak mengapa kecil, tapi konkret. Karena, yang memahalkan suatu
bangsa adalah INOVASI, KREATIVITASNYA.”
MENCIPTA HARMONI, MELAWAN SUNYI
Sebuah judul tulisan muncul di slide
selanjutnya. Itu adalah judul tulisan pak Haris rupanya. Pak Haris juga
merupakan relawan ahli KLHK dan Riau; Gambut Berkelanjutan dan Pencegahan
Karhutla.
“Saya suka dengan kata ‘sunyi’.
Jangan diterjemahkan dengan sendiri dan sepi. Tapi, ini ‘sunyi’ di sini
menunjukkan kepedulian kita ketika orang-orang tidak ada yang peduli terhadap
suatu fenomena, maka kenapa kita tidak membacanya? Iqro. Itulah artinya sunyi.
Kami yang berada di Pusat Studi Bencana adalah orang-orang yang merasakan
kesunyian. RDDSIBU itu adalah istilah yang diperoleh dari pemaknaan yang dalam.
RDD itu adalah Relawan Duta Desa. SI, itu adalah bersih. Kita ingin memurnikan
kembali negri kita ini. Kemudian IBU, kita selalu suka dengan kata IBU. Tanpa
Ibu, kita tidak akan pernah ada di sini. Itulah mengapa, arti sebuah nama itu
sangat penting. Kalau ada di antara
kalian yang punya nama yang kurang nyaman dari orang tua kalian, lebih baik
ganti saja nama kalian ya, hehe,” ujar pak Haris dengan gaya kocaknya. “Saya
dosen FMIPA, tapi saya lebih banyak ngajar di luar; di kampung-kampung.
Bukannya di kelas. Ketika kalian di alam, saatnya kalian berdoa yang tidak
biasa di doakan oleh orang-orang di kota; semoga dapat jodoh bupati, dapat masa
depan yang sejahtera. Pokoknya berdoalah yang tinggi-tinggi, karena di
kampung-kampung itu banyak malaikat yang baik-baik. Mungkin loh ya, mungkin,
ehhe.”
“Tidak akan ada gambut, kalau
tidak ada rawanya. Artinya, kalau 18 tahun asap melanda, berarti kita sudah
mengotak-ngatik ciptaan TuhanCiptaan Tuhan itu adalah RAWA GAMBUT, bukan
GAMBUT. Tadi malam saya di sini sampai
jam 12 sedangkan teman-teman relawan
tiba di sini jam setengah 2 untuk mempersiapkan semua ini. ketika ditanya; ‘Pak
Haris, untuk apa kita mengadakan program ini sebenarnya?’ dan saya jawab saja;
‘Saya trauma. Saya nggak mau lagi JEREBU itu kembali. Pejabat-pejabat itu sih
enak, karena nggak semuanya yang tinggal di Riau. Kemarin, sewaktu Riau
berasap, kelas-kelas menengah ke atas itu sudah mengevakuasi dirinya ke luar.
Riau kosong. Mereka sih enak, kita yang tetap diam di sini ini yang merasakan
dampaknya.”
“Di kampung itu ada
situasi-siatuasi orang ingin begitu kaya. Ini yang harus kita putus, supaya
mereka nggak serakah. Saya pernah meneliti di Meranti, ada 1 orang yang
menguasai 700ha kebun sagu tapi ada pula 200KK yang hanya menguasai 1 kebun.
Kalau kalian ingin minum es teh, jangan hanya menilai es teh dari tampaknya
saja ketika terhidang, tetapi setelah kaian haus dan kalian meneguknya, itu
baru Es Teh yang sebenarnya. Saat ini, ada penyakit sosial yang membuat orang
antipati, nggak peduli dan diam saja. Jangan sampai rakyat jadi resisten,
bebal, nggak peka dan hanya jadi penonton. Ada orang yang sekeliling rumahnya
sudah terbakar sementara si pemilik rumah masih bisa dengan santainya hanya
menonton itu semua. Gambut itu berada di daerah pesisir dan gambut kita adalah
yang terdalam di dunia. Gambut itu pembentukannya ribuan tahun, kita bakar setahun
ya selesai. Saya ingin mengatakan bahwa:
You should always say – ‘We have to love
our ecosystem’. Meskipun persoalan
gambut ini sangat kompleks dan harus kita benahi bersama, tapi jangan pernah
pesimis yaaa.. Minimal menulis puisi bagi yang suka menulis, heheh,” kata pak
Haris sambil melirik ke arahku.
“Kalau kalian ke Jepang, mereka
menjadikan air hitam (air gambut) sebagai SPA. Luar biasa kan? Dan kalau
diamati dari titik hotspot di daerah-daerah rawan itu ternyata, kebakaran itu
selalu berulang di tempat yang sama. Apa yang bisa kita analissi dari fenomena
itu? Berarti lahan itu memang SENGAJA di bakar baik oleh masyarakat atau
perusahaan untuk mengembangkan lagi usahanya. Pelajaran utama yang perlu
diingat adalah jangan lupakan AIR. Kerja kita bukan untuk menyelamatkan
siapapun, kerja kita di RDDSIBU adalah untuk menyelematkan KEHIDUPAN,” tutup
pak Haris.
Topik : Masyarakat Desa
Oleh : Prof. Ashaluddin Jalil
Pukul : 10.49wib
Sebelum memasuki materi, pak AJ
bertanya kepada audience apakah Pekanbaru ini adalah kota? Kami sepakat
menjawab YA.
“Menurut saya, Pekanbaru bukan
kota, tapi adalah Desa yang besar dan luas. Pekanbaru juga bukan kota yang
macet, tapi SEMRAWUT dan kitalah penyebab kesemrawutan itu. Penghulu adalah
salah satu kekhasan di desa. Penghulu adalah bahasa masa lalu dan sekarang
dinami Kepala Desa yang dipilih oleh warganya. Biasanya bisa 8-10 tahun
jabatannya dan masih ada hubungan kekeluargaan. Desa punya karakteristik yang
berbeda-beda. Ada yang tahu berapa jumlah desa di Indonesia? Tidak ada?
Alhamdulillah. Saya pun lupa berapa jumlahnya. Yang jelas, Puluhan ribu
banyaknya. Ada beberapa jenis desa, diantaranya adalah Desa TERRITORIAL seperti
desa Transmigrasi. Sedangkan desa GENOLOGIS adalah desa tradisional yang
berkembang secara alami dan turun temurun. Desa itu cenderung homogen; ketika
ada orang baru yang masuk desa, sangat mudah diketahui dan perubahannya akan
terasa ketika desa itu terletak di jalan Lintas. Masyarakat desa masih mengenal
KETOKOHAN; Imam masjid, mantan kepala desa, guru pensiunan, tetua adat dan
tokoh-tokoh lainnya yang sangat disegani dan menjadi tempat bertanya. Penghulu
dulu juga rangkap peran; KUA, Imam, Penasehat dan ini disebut Pemimpin
KHARISMATIK. Tapi kekhasan itu sudah dihapuskan oleh peraturan otonomi desa
alias diformalkan,” jelas prof AJ.
“Data sosial dalam sosiologi
antropologi itu dsebut Fenomena empirik, jika berulang secara terus-menerus
disebut Fakta sosial dan apabila diterima secara luas maka ia menjadi TRADISI.
Makanya, banyak yang kurang suka dengan ilmu antropologi karena meneliti manusia
itu tidak mudah, manusia kan selalu berubah tapi kita harus menelitinya melalui
perencananaan,” lanjutnya lagi.
“Sawit bukan tanaman budaya masyarakat
Riau. Pertanian di desa masih bersifat subsistence (untuk dikonsumsi sendiri
bahkan sering tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari). Masyarakat desa
adalah garda terdepan dan menyatu dengan kehidupan (lahan dan hutan). Kasihan
orang-orang kampung sekarang, mau membangun rumah pun sulit, karena tidak ada
lagi kayu. Lalu, apa yang kita lakukan nanti di desa? Pasang telinga, pasang mata, pasang hati, perhatikanlah apa potensi
di desa tersebut lalu ikutlah berpartisipasi. Inilah yang disebut PARTISIPASI
PENUH dan yang paling sering terlihat itu gotong royong. Pelajari juga tampak
desannya, bagaimana bentuknya? Apakah memanjang atau berliku. Itu berguna untuk
Mobilitas dan memperoleh informasi. Masing-masing anda harus punya motivasi di
dalam diri untuk membangun mindset masyarakat karena kalian adalah jembatannya.
Motivasi itu bisa dipelajari, karena sebenarnya motivasi itu adalah SENI sama
seperti memimpin. Hanya bisa dipelajari dan difahami oleh diri sendiri. Oh iya,
sudah habis waktu saya bicara?”
“5 menit lagi Pak,” kata pak Haris.
“Oke, Pak Haris. Ingat ya… Kita
datang, bukan untuk menggurui. Tapi, kita datang untuk mengubah masa depan
dengan 1 titik temu; Bersih JEREBU. Semua itu bisa dilakukan dengan pendekatan
observasi partisipasi. Kalau kalian berbuat salah, jangan sungkan meminta
maaf,” lanjut pak AJ.
Aku ingin bertanya. Pertanyaan ini
lebih ditujukan kepada pak Haris. Aku ingin melihat di mana titik temu antara
pak Haris yang tidak tidak berpihak kepada sawit sebagai komoditi primadona
Riau dan pak Almasdi yang penelitiannya justru menyajikan peningkatan ekonomi
Riau dengan perkebunan sawit.
“Ini sebenarnya polemik ya Elysa.
Sebenarnya, perlu ada rekayasa teknologi supaya tanah gambut tidak perlu
dikeringkan untuk menanam sawit, kalau memang sawit itu ingin tetap
dipertahankan di Riau. seharusnya ada
mozaik-mozaik; sepetak ada sawit, ada buah-buahan, ada hutan. Makanya, kita
harus sunyi; melawan. kita harus berbicara Quatum (melompat) bukan jalan di
tempat. Tanya saja orang desa, ketika sawit belum datang, tidak pernah ada
kebakaran kan?. Lalu, apakah sawit itu diharamkan? Tidak! Yang diharamkan itu
adalah ketika semuanya ingin ditanami sawit. Sebagai ahli gambut, saya tidak
akan rekomendasikan sawit (mono culture). Makanya ini agak berat sebenarnya
ketika kita membahas SAWIT, apalagi ini di Riau. Mesti ada refleksi dan
perenungan panjang. Kalau saya berdebat dengan Pak Al pun nggak ada titik
temunya. Ketemunya kalau udah ada asap. Ternyata uang tidak ada gunanya,” jelas
pak Haris.
Topik : Berbagai program Survival dan Motivator perubahan desa
Oleh : Adhy Prayitno
Pukul : 13.53wib
“Kita ingin melihat hutan kita
kembali seperti dulu yang kaya dengan keragaman flora dan fauna, airnya banyak.
Mulai hari ini, kalian sudah dipanggil sebagai Sukarelawan; perpanjangan tangan
antara PSB UR dengan masyarakat desa. Yang dimaksud dengan Kawasan Terjangkau
adalah hutan-hutan yang termasuk dalam kawasan batas desa. Kegiatan ini berupa
aksi bersama dengan masyarakat terkait pemantauan Kawasan Terjangkau menghadapi
musim kering yang rawan lahan terbakar. Selama ini banyak pihak yang
menyalahkan ‘kenapa membakar lahan?’ tapi jarang sekali yang memberikan solusi
apa yang harus dilakukan sebagai pengganti ‘membakar lahan’ tadi. Output progam
ini adalah kawasan terjaga, zero hot spot, desa bersih Jerebu, membersihkan
lahan tanpa membakar dengan metode sosial berbasis kesantunan dan nilai-nilai
moral. Sebagai Duta, harus survive hidup berbaur dengan cara :
-
Menampilkan karakter santun
-
Menampilkan karakter rendah hati
-
Menampilkan karakter penuntut ilmu (Berguru pada
yang tahu, bertanya jika tak tahu, mendengar kata yang tua, berikan pendapat
bresih dari cela, berbagi ilmu tentang sesuatu yang baru)
-
Menempatkan sebagai bagian dari sebagai bagian
keluarga masyarakat (di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Ikutilah
tumbuh sirih, bukan contoh tumbuh benalu, cepat kaki ringan tangan. Berat sama
dipikul, ringan sama dijinjing)
Bawalah diri anda sebagai sosok
yang patut dipanuti. Relawan adalah pemuda terpilih, berpendidikan, cerdas dan
tetap menjaga nilai-nilai adat dan budaya. Ada yang baru berbaur dengan
lingkungan baru, tapi sudah bertengkar dengan orang lain. Nah, itu kan nggak
survive namanya. Adapun program survival di lapangan/hutan :
-
Memahai karakter hutan
-
Membekali dengan survival skill
-
Memahami panduan aktifitas di kawasan lahan dan
hutan
-
Memahami sifat kebakaran lahan dan hutan dan
karakter penyebaran api pada kebakaran lahan gambut
Kalau dihutan, makanlah apa yang
dimakan oleh Monyet dan Burung, pasti kita akan survive.”
Rahmat baru datang. Dia langsung
duduk lagi di sampingku.
“Ini kenapa Pak Adi
memperkenalkan kita sama binatang-binatang ini ya?” bisikku kepada Rahmat.
“Iya yaa Kak, hehee,” jawab
Rahmat.
“Ada kebiasaan-kebiasaan tertentu
di desa yang harus kalian perhatikan. Misalnya, kalau nanti relawan yang
laki-laki tinggal di rumah warga yang ada anak gadisnya dan orang tuanya
menawarkan sarung kepada anda, maka anda harus hati-hati. Itu maksudnya anda
ingin dijodohkan dengan anak gadis mereka,” jelas pak Adi.
Kami terperanga dan akhirnya
terbahak-bahak setelah mengetahui fakta unik yang satu ini. demikian pun
terhadap relawan perempuan yang mungkin tinggal di rumah warga yang punya anak
lajang. Maka, pak Adi menyarankan kami untuk bawa sarung/kain panjang
masing-masing untuk menghindari kesalahfahaman pengertian seperti itu. Huahh….thanks
infonya paaak. Selanjutnya adalah materi tentang Pengembangan Kepribadian. Nah,
ini nih yang paling aku tunggu-tunggu…
Topik : Pengembangan Kepribadian
Oleh : Fajriana Ananda
Pukul : 14.35wib
Sebelum banyak berbicara, bu Riri
meminta kami menuliskan 5 kelebihan, 5 kelemahan dan 5 passion kami dalam waktu
5 menit. Aku agak bingung nulisin kelemahanku, sepertinya gara-gara terlalu
banyak kelemahan, jadi agak bingung mau nulisin yang mana, hehee.
“Banyak cara yang bisa kita
tempuh untuk meningkatkan kapasitas diri kita. Nanti saya beri tahu kenapa saya
meminta anda menuliskan 5 passion, 5 kelemahan dan 5 kekurangan. Saya juga
berharap teman-teman Duta Desa ini punya passion sebagai PENGABDI. Seandainya
ada keuntungan materi yang kalian dapatkan karena mengabdi, maka itu bonus.
Jika pun bukan uang, yang jelas adalah pahala. Saya berharap, dengan kalian
turun ke desa itu akan ada gebrakan; arti penting menjaga lingkungan. Ada
banyak peluang yang bisa anda kembangkan dari potensi yang anda punya. Saya
punya trik bagaimana caranya anda bisa menyimak ilmu dengan cepat. Ada doanya.
Mau tahu apa doanya?”
“Mauuuuuuu,” jawab kami serentak.
Tapi setelah kami mengaku mau, bu
Riri malah nggak mau ngasih tahu. Katanya, rahasia perusahaan. Hihii.
“Apapun yang kita lakukan,
semuanya terkait dengan waktu. Saya dan anda selalu dibatasi waktu. Makanya,
sebisa mungkin tepat waktu lah. Saya sudah menerapkan ini kepada diri saya. Sekalipun
saya tahu acaranya akan molor, tapi saya tetap komit untuk datang tepat waktu. Sambil
menunggu, kita kan bisa baca buku atau ngobrol dengan teman baru. Nah, saya
ingin menjelaskan bahwa Kepribadian itu adalah cara berpenampilan dan bereaksi,
bertindak sistematis dalam setiap situasi setiap hari (tindak-tanduk
sehari-hari). Faktor-faktor utama dalam kepribadian: Perwujudan fisik dan tata
karma pergaulan serta tata busana, tingah laku fisik, kemampuan berbicara dan
mendengar.”
Bu Riri menjelaskan bahwa
penilaian fisik itu tidak selalu menjadi penilaian utama. Karena tidak semua
orang menjadikan fisik sebagai penilaian utamanya dan sebagian lagi tidak
mempersoalkannya.
“Kemampuan public speaking itu
bisa dilatih dan saya pun tidak serta merta berani berbicara seperti ini di
depan anda. Kemarin sewaktu interview, saya sudah bisa menilai diri anda ketika
anda masuk ke ruangan dan sebelum anda duduk atau berbicara. Tapi, ya untuk
itulah saya memberikan pembekalan hari ini supaya anda lebih pede dan siap
diterjunkan ke lapangan. Pada dasarnya, tingkat intelegencia seseorang tidak
berkaitan dengan tingkat pendidikan. Contohnya adalah Thomas Alfa Edison; dia
hanya berguru pada ibunya, tidak di sekolah formal tapi bisa menemukan sesuatu
yang sangat bermanfaat hingga saat ini,” jelas bu Riri lebih lanjut.
Ospa bertanya, “Bu, ada banyak
orang yang berkata; ‘Jadilah dirimu sendiri,’ tapi tadi Ibu sempat menjelaskan
bahwa sebenarnya kita sedang menggunakan topeng untuk bisa diterima
dillingkungan sosial. Maka, manakah yang lebih baik Bu? Memakai topeng atau
menjadi diri sendiri?”
“Dalam ilmu sosial itu tidak ada
benar dan salah. Makanya mahasiswa itu suka kalau kuliah dengan saya, karena
saya tidak pernah menyalahkan. Nah, emmang benar bahwa kita semua memang sedang
memakai TOPENG. Percaya atau tidak dan diakui atau tidak. Elysa paka topeng,
Rahmat pakai topeng, kalian pakai topeng dan saya pun pakai topeng. Dan, topeng
yang kita gunakan itu tidak hanya 1, tetapi banyak. Sebenarnya tidak ada
masalah dengan topeng-topeng itu. kita kan memang dibentuk oleh lingkungan
kita. Nah, tugas kita adalah menjadikan topeng-topeng itu sebagai diri kita
yang baru, yang lebih baik daripada sebelumnya. Kan lama kelamaan topeng tadi
benar-benar bisa menjadi diri kita. Faham yaa?”
Aku manggut-manggut. Wah, ini
pengetahuan baru lagi! Makasih ya Allah.
Selanjutnya, bu Riri menjelaskan
tentang Filosofi TRAFIC LIGHT :
-
Lampu merah – Anda harus menghentikannya karena akan menghalangi
anda
-
Lampu kuning – Hati-hati, jangan sampai salah
langkah
-
Lampu hijau – Teruskan dan kembangkanlah
Selanjutnya bu Riri menjelaskan
bahwa Kelemahan yang bisa dikelola dengan baik bisa menjadi kekuatan juga. Disiplin
(mutu, waktu, prosedur), team work, gigih, komitmen dan inisiatif – adalah soft skill yang menguatkan Duta Desa. Ruang
lingkup pendidikan karakter: Olah hati, olah raga, olah fikir.
Acara hari ini ditutup dengan
foto bersama. Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih atas segala nikmat ilmu dan
persahabatan baru di hari ini. Memang, aku masih kesulitan mengingat nama
mereka semua. Tapi, setidaknya aku sudah mengawalinya dengan berusaha duduk di
antara orang-orang baru. ^_^
“Ki… aku mau tanya… nasi kotak
yang sisa itu ada yang punya nggak Ki?” tanyaku pada Riski, salah satu pantia.
“Nggak ada kayaknya Lis. Kan tadi
udah pada makan semuanya kan?”
“Aku boleh nyolong 1 nggak Ki?”
tanyaku, agak malu-malu.
“Nggak apa-apa Lis. Bawa ajaaa.”
YESSS! Alhamdulillah, ada rezeki
untuk makan malam nanti. Ehhe. Tak hanya aku, Yudi pun ikutan nyolong,
kebetulan ada 2 nasi kotak yang tersisa. Hupsss!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar