Aku sudah meminta tolong kepada Teguh untuk menyampaikan
izinku kepada pantiia bahwa pagi ini aku akan datang terlambat. Karena, ada
beberapa hal mendesak yang harus ku selesaikan. Tujuan pertamaku pagi ini
adalah ke bank BTN untuk mengurus slip pembayaran Sidang Skripsiku yang ntah di
mana rimbanya. Tapi, sebelumnya ku paksakan diri menyinggahi kak Yil yang sudah
lebih dari 3 bulan tak ku singgahi. Kalau ku turuti kekhawatiran, tentulah aku
akan ragu dan akhirnya niatku batal; takut dibilang sombong, takut disangka
sengaja menghindari, takut dikira bosan ke sana dan lainnya. Tapi Alhamdulillah,
energy posifitku berlimpah ruah hari ini sehingga kekhawatiran itu tak sempat
ku gubris.
“Kaaaak Yiiillll!” teriakku dari halaman rumahnya.
Yang dipanggil baru ke luar dari dapur menuju ke arahku. Aku
langsung memeluknya sebelum ia berkata apapun.
“Ke mana aja Elisss?” tanyanya.
“Kak, Alhamdulillah, Adek Kakak ini udah S.Pd sekarang. Makasih
ya Kak atas sindiran, desakan dan dukungan Kakak selama iniii,” ungkapku.
Berulang kali kak Yil mengucapkan syukur atas berita baikku
ini. Aku terharu. Agak sedikit menyesal, kenapa kemarin tidak menyempatkan diri
untuk singgah ke sini? Kenapa juga tak menyempat untuk meminta doa sebelum ke
kampus? Ah, kemarin aku memang sedang kalut, tak sempat mempertimbangkan
beberapa hal dengan matang. Yang terpenting saat itu adalah doa dan restu dari
kedua orang tua dan pematangan persiapanku.
Tak lama, hanya sekitar 10 menit aku bercerita kepada kak
Yil dan segera memohon diri. Alhamdulillah, yang terpenting silaturahmi sudah
terjalin kembali. Berharap, membawa kebaikan untukku dan untuk kak Yil juga. Selanjutnya,
aku menuju bank BTN Panam. Satpamnya langsung mengarahkanku untuk mengurus slip
pembayaran yang hilang ke bank BTN Sudirman. Ah, aku yakin jam 10 pun aku belum
tentu bisa kembali ke Panam kalau ku paksakan ke Sudirman. Belum lagi antrian
yang pasti panjang. Akhirnya ku putuskan untuk menemui pak RM, menjelaskan
kepadanya bahwa aku sedang mengikuti pembekalan RDDSIBU dan mohon izin untuk
mengurusnya hari senin saja. Alhamdulillah, beliau mengizinkan dan aku bisa
langsung menuju LPPM UR.
***
“Sudah materi ke berapa ini Bang?” tanyaku kepada bang Yogi.
“Baru saja dimulai.”
Oh, Alhamdulillah itu artinya aku belum terlambat. Syukurlah
pemirsaaa…melegakan sekali! Huft. Aku langsung duduk di deretan bangku nomor 2
karena bangku terdepan sudah diduduki oleh staf KLHK yang mendampingi bu Hanni.
Kali ini aku duduk di samping Rian. Ah, nama ini…
Sebelum memasuki materi pertama, pak Haris memberikan
sambutan di awal acara…
Topik : Pembukaan
materi
Oleh : Haris
Pukul : 09.15wib
“Kita berharap para relawan ini bisa memobilisasi modal
SOSIAL yang ada di masyarakat. Sehingga permasalahan KARHUTLA ini bisa disudahi
dan di-cut siklusnya. Anda adalah anak-anak muda yang 6 tahun kemudian akan
menggenggam Riau di tangan anda sebagai penggerak dan penggebrak.”
Kalimat pak Haris barusan disambut oleh ‘Aamiin’ dari
seluruh peserta.
Pukul : 09.17 wib
Oleh :Bu Hanni Adiati
(Staf khusus menteri LHK)
Topik : Strategi
pencegahan KARHUTLA berbasis masyarakat
“Kami menurunkan teman-teman dari Greenpeace yang sangat
sudah mahir dalam hal investigasi. Mereka sudah dilatih di Korsel, Belanda dan
Jerman. Kami memberi semangat kepada generasi muda di sana supaya peduli dengan
budayanya. Ketika kami sedang mengabdi, saar itu ada kebakaran; EL-NINO. Tapi,
kami tetap bertahan di sana karena sudah komit. Saya ingin mengatakan bahwa
volunterisme pada zaman dulu itu sudah sangat militant. Kami tidak mengharapkan
apapun selain untuk pengabdian di sana. Aktivis, kelompok adat, petani, LSM, harus
diberdayakan sesuai perannya masing-masing tapi orientasinya tetap untuk
mencintai daerahnya. saya ingin mengingatkan bahwa, walaupun kita sudah
sarjana, kalau bertemu dengan tokoh-tokoh lokal kita harus tetap menghormati
mereka. kelemahan kita sebagai relawan di kampung adalah kita cenderung mau ngajarin.
Kita ajak dialog aja para orang tua di sana atau minimal anaknya supaya dia
tahu bahwa yang dilakukan bapaknya tidak benar.”
“Saya berharap, relawan ini memang harus MILITAN; terutama
untuk lingkungan, karena itu adalah tempat kita dan makhluk lainnya HIDUP.
Harus difahami juga BUDAYA LOKAL yang ada di sana supaya kita bisa mudah
bergaul dan berbaur dengan masyarakat setempat. Sekarang kita masih fokus
kepada kebakaran, mungkin tahun depan kita akan pemulihan kembali landscape
hutan-hutan dan pencegahan banjir. Adek-adek nanti pun baru bersifat investigasi.
Kalau nanti adik-adik ternyata jatuh cinta kepada kegiatan volunterisme ini
maka sebenarnya kegiatan ini adalah bekal rohani. Ajang permulaan ini tolong
dihayati dengan mempelajari benar-benar materi substansi dari pak Haris tadi.
Saya latar belakangnya adalah WALHI, maka jiwa saya adalah jiwa advokasi;
ngotot terus. Di mana pun nanti anda berada, jiwa volunterisme ini harusnya
selalu ada. Hati-hati mengkoreksi BUDAYA LOKAL; Jangan pernah melawan tembok.
Agama apapun mengajarkan kita bahwa hidup di dunia ini hanya sementara; hanya
se per sejuta bagian dari kehidupan di akhirat nanti. Orang Lingkungan itu
sangat AGAMIS sebenarnya, tapi mereka plural, tidak sektoral. Sekali lagi saya
himbau, jatuh cintalah kepada volunterisme sebagaimana saya dulu pun jatuh
cinta kepada jalan ini,” jelas bu Hani dengan penuh semangat.
"Yang penting, nanti ketika mengabdi, jangan kecentilan. Jangan dandan, bagi yang cewek dan jangan sok kegantengan bagi yang cowok. Dan... satu lagi, jangan lupa untuk membuat catatan harian. Seperti Diary. Tulis apapun yang kalian temukan dan lakukan di sana. Apalagi saya dengan tadi akan ada buku sebagai luaran kan? Nah, catatan harian tadi sangat penting untuk merekam apa saja yang sudah kalian laksanakan selama di sana. Jangan malas menulis intinya ya."
Aku langsung tersenyum. Saking lepasnya senyumku, aku sampai-sampai harus menyembunyikannya dengan menunduk. Ternyata 'sunyi'ku selama ini tidak tersia. Sunyi dalam menuliskan diary atas setiap hari yang terlewati. Kebiasaan menulis Diary ini sudah ku bangun sejak 4 tahun yang lalu ketika awal memasuki perguruan tinggi. Anjuran bu Hanni barusan seolah mengoabrkan semangatku untuk terus menulis Diary. Mendadak aku mencetuskan sebuah quotes...
"Yang penting, nanti ketika mengabdi, jangan kecentilan. Jangan dandan, bagi yang cewek dan jangan sok kegantengan bagi yang cowok. Dan... satu lagi, jangan lupa untuk membuat catatan harian. Seperti Diary. Tulis apapun yang kalian temukan dan lakukan di sana. Apalagi saya dengan tadi akan ada buku sebagai luaran kan? Nah, catatan harian tadi sangat penting untuk merekam apa saja yang sudah kalian laksanakan selama di sana. Jangan malas menulis intinya ya."

MENULIS DIARY
adalah
Caraku Mengsyukuri Hari
*elysarizka.blogspot.co.id
Ku tulis di atas kertas putih, ku letakkan pena yang ku gunakan untuk menulis di atasnya. Kemudian ku post di Instagram dengan caption; 'Ini caraku mensyukuri hari. Bagaimana denganmu?'
“Terimakasih bu Hani yang sangat menginspirasi dan sangat mengguncang emosional. seharusnya ini menjadi media kita untuk bisa lebih berkreasi. Satu hal yang sangat saya ingat dari kata-kata Bu Hani tadi; Jatuh cintalah pada jiwa kerelawanan ini. Nah, selanjutnya kita dengarkan langsung Pak AJ untuk bisa lebih menjelaskan tentang bagaimana ‘jatuh cinta’ yang sesungguhnya. Silahkan Prof..” ujar pak Haris, mempersilahkan.
“Terimakasih bu Hani yang sangat menginspirasi dan sangat mengguncang emosional. seharusnya ini menjadi media kita untuk bisa lebih berkreasi. Satu hal yang sangat saya ingat dari kata-kata Bu Hani tadi; Jatuh cintalah pada jiwa kerelawanan ini. Nah, selanjutnya kita dengarkan langsung Pak AJ untuk bisa lebih menjelaskan tentang bagaimana ‘jatuh cinta’ yang sesungguhnya. Silahkan Prof..” ujar pak Haris, mempersilahkan.
Oleh : Prof.
Ashaluddin Jalil, MA
Topik : Eksplorasi
dan mobilisasi modal sosial untuk pencegahan KARHUTLA
Pukul : 09.43wib
“Satu hal, memahami lingkungan lebih dalam itu ada pada
filosofi Buddha. Mari kita baca lagi sejarah Thailand. Setiap warga
Thailand, yang mengaku warga Thailand,
mereka harus menjalani minimal sekali seumur hidup layaknya biksu. Kita tahu
bahwa semua orang, komunitas dan masyarakat mempunyai MODAL SOSIAL (Social
Capital); Kemampuan BERINTERAKSI kepada sesama. Setiap orang, ketika pertama
kali memasuki suasana baru, yang pertama kali di lakukan adalah Melihat,
Mendengar, Berkomunikasi dan akhirnya ikut Berinteraksi. Dari sanalah anda
mulai memperkenalkan diri; SENI Komunikasi, misalnya “Saya sangat suka Pak
dengan udara di sini. Lebih segar rasanya’. Hilangkanlah tendensi-tendensi yang
membuat orang lain mengagap kita BERBEDA dari mereka. Berjalanlah, pura-pura
mau beli nasi bungkus atau beli minuman sambil melakukan observasi. Dan,
percayalah di antaranya sekian banyak orang yang tidak peduli, pasti ada
orang-orang yang masih menginginkan suasan yang murni, asri seperti dulu kala. Mereka
inilah yang mesti kita ‘gandeng’ untuk ikut mendukung pelestarian lingkungan. Kita
memang perlu MEMBANGUN, tapi jangan MERUSAK.”
Aku melirik ke arah Rian. Matanya nyaris terpejam. Kepalanya
mulai kehilangan keseimbangan karena terkantuk-kantuk. Lucu sekali melihatnya. Mungkin,
kelucuan inilah yang dirasakan oleh teman-temanku ketika aku sering mengantuk
di kelas dulu ya? hheheh.
“Ingat! Jangan menggurui, jangan sok pintar dan sesuaikan
diri anda dengan kebiasaan setempat. Yang paling mudah, masuklah melalui pemuda
dan diimbangin dengan dekat kepada tokoh masyarakat. Dan ingat, pasti ada yang
tidak suka kepada anda. Anggap saja itu adalah bunga-bunga cinta yang membumbui
perjuangan anda. Kalau tidak ada tantangan, tentu tidak enak pula kan? Andai,
anda sedang bersama dengan imam masjid dan ada yang dirasa tidak sesuai dengan ideologi,
jangan tunjukkan perbedaan, ikuti saja! Karena dikhawatirkan urusannya akan
semakin melebar dan berbahaya.”
Pukul : 10.04wib
Topik : Amral
Lembaga : Pusat
penggalian Pembangungan eko region LHK Sumatera
“Kemarin tidak ada paksaan kan ketika mendaftar kegiatan
ini? Niatnya harus ditingkatkan; Untuk menjadi relawan karena panggilan hati
atas permasalahan yang ada. Selama ini kita lebih banyak kegiatan ceremonial;
rapat-rapat. Kebakaran hutan itu karena Lahan Gambut dan kalau kita spesifikkan
lagi bahwa itu disebabkan oleh SAWIT, inilah biang utamanya. Rasanya tidak etis
ketika kita di sini sering kali rapat sementara masyarakat di desa pun pada
cuek. Makanya, untuk mengubah hal itu ya salah satunya melalui kehadiran
adek-adek. Padahal, ketika terjadi kebakaran, mereka yang pertama kali
menderita kan? Amunisi-amunisi ini harus diledakkan dan harus diberikan dengan
cara yang elok sehingga mereka bisa berfikir. Makanya, niat adek-adek nanti
harus ikhlas, kalau tidak ya akan berat dan sulit nantinya.”
Sepertinya, aku mengenal wajah pak Amral. Dan, setelah ku
ingat-ingat, ternyata beliau adalah salah satu juri Duta Lingkungan kota
Pekanbaru kemarin. Wah, how a greet
chance to look him here.
“Lahan gambut itu, strukturnya seperti spon. Kalaupun yang
di atas sudah padam, tapi bawahnya masih membara. Inilah yang harus difahamkan
untuk masyarakat desa. Makanya, membangun itu memang harus dimulai dari Desa.
Jangan pakai STANDAR GANDA; Menyalahkan pemerintah tapi kita diam saja. Yang
harus kita tahu, pemerintah itu sudah berupaya sebaik mungkin tapi emang bukan
tugas mereka masuk-masuk ke dalam hutan. Yang paling sering didengar oleh
Adik-adik ini kan tentang AMDAL. Ini diatur dalam udang-udang, tapi kalian
punya hak untuk menginvestigasinya, cuma bedanya kalian tidak memegang pistol,
haha. Sekarang ini POLRI dan TNI ada di belakang kita. Karena Presiden sudah
janji, kalau mereka menyalahi tugas, maka komandan-komandan di daerah kebakaran
itu akan dicopot jabatannya. Kalau ke-15 desa yang akan kalian datangi itu
punya peningkatan yang signifikan luar biasaaa, mereka ini harus kita beri
penghargaan ya Buk Hanni?”
“Boleh. Nanti kita beri pelatihan, pendidikan dan kesempatan
untuk menjadi relawan lagi,” sahut bu Hanni.
Sebelum bu Hanni meninggalkan LPPM, kami berfoto bersama. Setelah
itu, aku pun tak ingin melewatkan kesempatan untuk berfoto berdua dengannya.
Teguh, Ospa, Pea, Gompar pun rebutan dan ngantri, hehe. Sebenarnya, aku pun
ingin berfoto dengan pak Amral, tapi segan. Siapalah aku ini? *Sok-sok malu.
***
Seluruh peserta dan panitia laki-laki sholat Jumat. Tinggallah
beberapa orang perempuan saja di sini. Sambil menunggu waktu Zuhur, aku membaca
buku lagi dan barulah mengajak yang lainnya sholat. Usai sholat, aku minta
tolong Diah untuk memfotokanku untuk mengisi waktu menunggu. Soalnya kami harus
menunggu para cowok kembali dulu barulah makan siang bersama.
“Udah Kak?” tanya Diah. Sepertinya dia sudah lelah memfotokanku
pemirsa. Hehee.
“Sini Kakak fotoin gantian!”
Awalnya Diah menolak karena mengaku kurang suka berfoto. Tapi
setelah ku paksa, akhirnya dia mau juga. Sebenarnya aku suka banget ketika yang
memfotokanku adalah orang yang tidak suka berfoto. Jadi, aku bisa minta
difotoin sepuasnya. Ehhee.
“Kalian kok belum makan?” tanya Riski ketika ia baru tiba.
“Loh, tadi kan Rizki bilang kami harus nunggu yang cowok
pulang Jumatan duluuu,” sahutku.
“Oh, bukan gitu maksudnya. Kita makannya sama-sama di sini
tapi kalian boleh mulai duluan. Karena yang cowok kan sampai jam 1 jumatannya,”
jelasnya.
Langsung deh kami menikmati santap siang bersama. Kali ini
aku duduk bareng Jaelani, Sopan, Diah, Yeni dan beberapa orang lagi yang aku
lupa namanya. (maap, yak?).
***
Materi siang ini adalah Dasar Komunikasi Masyarakat yang
akan disampaikan oleh bapak Arifudin. Aku paling suka nih dengan topik
Komunikasi atau Psikologi!
Topik : Dasar
Komunikasi Masyarakat
Oleh : Arifudin SP.,
MP
Waktu : 14.32wib
“Kami pernah punya pengalaman selama di Kalimantan bagaimana
mencegak KARHUTLA berbasis Desa. Inilah yang akan saya bagikan hari ini. Tadi,
kita telah sepakat bahwa 99% penyebab KARHUTLA disebabkan oleh manusia. Nah, ada
beberapa kelemahan di masyarakat, yang pertama adalah tata kelo lahan; mereka
tidak faham apa yang harus di tanam di lahan gambut dan bagaimana cara
menanamnya. Kedua, dari segi organisasional, contohnya MPA itu banyak
menuntutnya di masyarakat dan lemahnya peraturan desa yang peduli dengan
kebakaran lahan. Yang ketiga, ekonomi masyarakat yang monoton; ketika si fulan
menanam sawit, semuanya menanam sawit pula. Tidak ada keberagaman, karena
ikut-ikutan. Padahal, keberagaman itu justru membentuk suatu pertahanan.”
“Apa yang bisa dilakukan selama 2,5 bulan? Sosialisasi upaya
preventif kebakaran lahan berupa adaptasi,
sosialisasi, informasi dan evaluasi.
Peta potensi lahan desa adalah hal yang penting juga untuk dicari tahu
supaya kita bisa melihat potensi ekonomi desa dari sana. Nanti ujungnya adalah
bagaimana terwujudnya pembangungan Desa Mandiri yang Ramah Lingkungan. Oke,
saya potong dulu yaa… kita lanjut ke slide lain. Adapun sSosialisasi kegiatan
awal adalah sebagai berikut :
-
Mengetahui keadaan, potensi, masalah dan harapan
masyarakat
-
Menyampaikan tujuan kegiatan
-
Sasaran kepala desa, tokog-tokoh masyarakat, BPD
Dan kunci keberhasilannya adalah :
-
Persiapan yang matang
-
Terbangunnya kebersamaan
-
Memahami maksud dan tujuan kita
-
Dukungan aparat desa
Metode yang harus diterapkan itu aalah PRA (Participatory
rural aprrasial) yaitu pendekatan partisipatif kita terhadap masyarakat. Ada
beberapa prinsip PRA. Yang pertama adalah prinsip mengutamakan yang terabaikan,”
jelas pak Arifudin.
Ini prinsip pertamanya kok agak bikin Baper yak? Ehehe.
“Menurut anda, yang terpenting itu adalah keberadaan anda
atau masyarakat desa?”
Beberapa suara terdengar menjawab ‘Masyarakat Desa’.
“Yap, benar! Kita tidak akan ada gunanya jika kehadiran anda
ditolak di sana.”
Jam sudah menunjukkan pukul 16.10wib. Pembekalan hari ini
sudah ditutup oleh pak Adhy, tapi panitia mempersilahkan bu Riri untuk
memberikan beberapa arahan lagi untuk kami. Awalnya, aku berfikir bu Riri akan
mengarahkan kami untuk mempersiapkan beberapa hal untuk hari esok. Tapi,
ternyata bukan.
“Ini sudah hari ke-2. Dan saya selalu memperhatikan anda ya.
Jujur, saya kecewa. Apa sulitnya sih meletakkan lagi sampah makanan anda ke
tempat yang sudah disediakan? Saya tidak meminta anda meletakkannya di bawah
kok! Bagiamana mungkin anda mau mengubah mindset masyarakat sementara hal-hal
kecil seperti ini pun masih luput? Saya bisa bicara seperti ini karena saya
sudah terlebih dulu menerapkannya kepada diri saya sendiri. Sorry to say, di
sini tidak ada cleaning service dan teman-teman fasilitator ini bukan pembantu
yang harus membuangkan sampah dan merapikan meja anda. Memangnya tidak risih di
mana-mana banyak sampah berserakan? Saya mohon inisiatifnya lah yaa. Saya juga
kecewa karena ada yang tidak mengikuti pembekalan 2 hari penuh dan ada yang
tidak konfirmasi kepada panitia. Dan perlu kalian tahu bahwa jumlah kalian hari
ini tinggal 29 orang. Ada 1 orang yang mengundurkan diri dan menurut saya itu
lebih baik daripada anda setengah hati di sini. Silahlah! Kalau ada yang ingin
mengundurkan diri lagi, saya akan hargai. Dan, saya bisa mengurangi jumlah desa
yang akan menjadi tempat pengabdian nanti.”
Kami tertunduk. Aku benar-benar nggak nyangka bu Riri sebegitu
kecewanya kepada kami. Tapi, kalau tidak begini, mungkin kami tidak akan pernah
belajar. Terimakasih buu atas wejangannya. Terimakasih sudah mengingatkan kami.
^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar