Jumat, 12 Februari 2016

RDDSIBU Day 2: Jatuh Cintalah pada Volunterisme



Aku sudah meminta tolong kepada Teguh untuk menyampaikan izinku kepada pantiia bahwa pagi ini aku akan datang terlambat. Karena, ada beberapa hal mendesak yang harus ku selesaikan. Tujuan pertamaku pagi ini adalah ke bank BTN untuk mengurus slip pembayaran Sidang Skripsiku yang ntah di mana rimbanya. Tapi, sebelumnya ku paksakan diri menyinggahi kak Yil yang sudah lebih dari 3 bulan tak ku singgahi. Kalau ku turuti kekhawatiran, tentulah aku akan ragu dan akhirnya niatku batal; takut dibilang sombong, takut disangka sengaja menghindari, takut dikira bosan ke sana dan lainnya. Tapi Alhamdulillah, energy posifitku berlimpah ruah hari ini sehingga kekhawatiran itu tak sempat ku gubris.
“Kaaaak Yiiillll!” teriakku dari halaman rumahnya.
Yang dipanggil baru ke luar dari dapur menuju ke arahku. Aku langsung memeluknya sebelum ia berkata apapun.
“Ke mana aja Elisss?” tanyanya.
“Kak, Alhamdulillah, Adek Kakak ini udah S.Pd sekarang. Makasih ya Kak atas sindiran, desakan dan dukungan Kakak selama iniii,” ungkapku.
Berulang kali kak Yil mengucapkan syukur atas berita baikku ini. Aku terharu. Agak sedikit menyesal, kenapa kemarin tidak menyempatkan diri untuk singgah ke sini? Kenapa juga tak menyempat untuk meminta doa sebelum ke kampus? Ah, kemarin aku memang sedang kalut, tak sempat mempertimbangkan beberapa hal dengan matang. Yang terpenting saat itu adalah doa dan restu dari kedua orang tua dan pematangan persiapanku.


Tak lama, hanya sekitar 10 menit aku bercerita kepada kak Yil dan segera memohon diri. Alhamdulillah, yang terpenting silaturahmi sudah terjalin kembali. Berharap, membawa kebaikan untukku dan untuk kak Yil juga. Selanjutnya, aku menuju bank BTN Panam. Satpamnya langsung mengarahkanku untuk mengurus slip pembayaran yang hilang ke bank BTN Sudirman. Ah, aku yakin jam 10 pun aku belum tentu bisa kembali ke Panam kalau ku paksakan ke Sudirman. Belum lagi antrian yang pasti panjang. Akhirnya ku putuskan untuk menemui pak RM, menjelaskan kepadanya bahwa aku sedang mengikuti pembekalan RDDSIBU dan mohon izin untuk mengurusnya hari senin saja. Alhamdulillah, beliau mengizinkan dan aku bisa langsung menuju LPPM UR.

***

Ku lirik jam di tangan. Pukul 09.15wib.
“Sudah materi ke berapa ini Bang?” tanyaku kepada bang Yogi.
“Baru saja dimulai.”
Oh, Alhamdulillah itu artinya aku belum terlambat. Syukurlah pemirsaaa…melegakan sekali! Huft. Aku langsung duduk di deretan bangku nomor 2 karena bangku terdepan sudah diduduki oleh staf KLHK yang mendampingi bu Hanni. Kali ini aku duduk di samping Rian. Ah, nama ini…
Sebelum memasuki materi pertama, pak Haris memberikan sambutan di awal acara…

Topik : Pembukaan materi
Oleh : Haris
Pukul : 09.15wib

“Kita berharap para relawan ini bisa memobilisasi modal SOSIAL yang ada di masyarakat. Sehingga permasalahan KARHUTLA ini bisa disudahi dan di-cut siklusnya. Anda adalah anak-anak muda yang 6 tahun kemudian akan menggenggam Riau di tangan anda sebagai penggerak dan penggebrak.”
Kalimat pak Haris barusan disambut oleh ‘Aamiin’ dari seluruh peserta.

Pukul : 09.17 wib
Oleh :Bu Hanni Adiati (Staf khusus menteri LHK)
Topik : Strategi pencegahan KARHUTLA berbasis masyarakat

“Kami menurunkan teman-teman dari Greenpeace yang sangat sudah mahir dalam hal investigasi. Mereka sudah dilatih di Korsel, Belanda dan Jerman. Kami memberi semangat kepada generasi muda di sana supaya peduli dengan budayanya. Ketika kami sedang mengabdi, saar itu ada kebakaran; EL-NINO. Tapi, kami tetap bertahan di sana karena sudah komit. Saya ingin mengatakan bahwa volunterisme pada zaman dulu itu sudah sangat militant. Kami tidak mengharapkan apapun selain untuk pengabdian di sana. Aktivis, kelompok adat, petani, LSM, harus diberdayakan sesuai perannya masing-masing tapi orientasinya tetap untuk mencintai daerahnya. saya ingin mengingatkan bahwa, walaupun kita sudah sarjana, kalau bertemu dengan tokoh-tokoh lokal kita harus tetap menghormati mereka. kelemahan kita sebagai relawan di kampung adalah kita cenderung mau ngajarin. Kita ajak dialog aja para orang tua di sana atau minimal anaknya supaya dia tahu bahwa yang dilakukan bapaknya tidak benar.”

“Saya berharap, relawan ini memang harus MILITAN; terutama untuk lingkungan, karena itu adalah tempat kita dan makhluk lainnya HIDUP. Harus difahami juga BUDAYA LOKAL yang ada di sana supaya kita bisa mudah bergaul dan berbaur dengan masyarakat setempat. Sekarang kita masih fokus kepada kebakaran, mungkin tahun depan kita akan pemulihan kembali landscape hutan-hutan dan pencegahan banjir. Adek-adek nanti pun baru bersifat investigasi. Kalau nanti adik-adik ternyata jatuh cinta kepada kegiatan volunterisme ini maka sebenarnya kegiatan ini adalah bekal rohani. Ajang permulaan ini tolong dihayati dengan mempelajari benar-benar materi substansi dari pak Haris tadi. Saya latar belakangnya adalah WALHI, maka jiwa saya adalah jiwa advokasi; ngotot terus. Di mana pun nanti anda berada, jiwa volunterisme ini harusnya selalu ada. Hati-hati mengkoreksi BUDAYA LOKAL; Jangan pernah melawan tembok. Agama apapun mengajarkan kita bahwa hidup di dunia ini hanya sementara; hanya se per sejuta bagian dari kehidupan di akhirat nanti. Orang Lingkungan itu sangat AGAMIS sebenarnya, tapi mereka plural, tidak sektoral. Sekali lagi saya himbau, jatuh cintalah kepada volunterisme sebagaimana saya dulu pun jatuh cinta kepada jalan ini,” jelas bu Hani dengan penuh semangat.

"Yang penting, nanti ketika mengabdi, jangan kecentilan. Jangan dandan, bagi yang cewek dan jangan sok kegantengan bagi yang cowok. Dan... satu lagi, jangan lupa untuk membuat catatan harian. Seperti Diary. Tulis apapun yang kalian temukan dan lakukan di sana. Apalagi saya dengan tadi akan ada buku sebagai luaran kan? Nah, catatan harian tadi sangat penting untuk merekam apa saja yang sudah kalian laksanakan selama di sana. Jangan malas menulis intinya ya."
Aku langsung tersenyum. Saking lepasnya senyumku, aku sampai-sampai harus menyembunyikannya dengan menunduk. Ternyata 'sunyi'ku selama ini tidak tersia. Sunyi dalam menuliskan diary  atas setiap hari yang terlewati. Kebiasaan menulis Diary ini sudah ku bangun sejak 4 tahun yang lalu ketika awal memasuki perguruan tinggi. Anjuran bu Hanni barusan seolah mengoabrkan semangatku untuk terus menulis Diary. Mendadak aku mencetuskan sebuah quotes...

MENULIS DIARY
adalah
Caraku Mengsyukuri Hari
*elysarizka.blogspot.co.id
Ku tulis di atas kertas putih, ku letakkan pena yang ku gunakan untuk menulis di atasnya. Kemudian ku post di Instagram dengan caption; 'Ini caraku mensyukuri hari. Bagaimana denganmu?'

“Terimakasih bu Hani yang sangat menginspirasi dan sangat mengguncang emosional. seharusnya ini menjadi media kita untuk bisa lebih berkreasi. Satu hal yang sangat saya ingat dari kata-kata Bu Hani tadi; Jatuh cintalah pada jiwa kerelawanan ini. Nah, selanjutnya kita dengarkan langsung Pak AJ untuk bisa lebih menjelaskan tentang bagaimana ‘jatuh cinta’ yang sesungguhnya. Silahkan Prof..” ujar pak Haris, mempersilahkan.

Oleh : Prof. Ashaluddin Jalil, MA
Topik : Eksplorasi dan mobilisasi modal sosial untuk pencegahan KARHUTLA
Pukul : 09.43wib

“Satu hal, memahami lingkungan lebih dalam itu ada pada filosofi Buddha. Mari kita baca lagi sejarah Thailand. Setiap warga Thailand,  yang mengaku warga Thailand, mereka harus menjalani minimal sekali seumur hidup layaknya biksu. Kita tahu bahwa semua orang, komunitas dan masyarakat mempunyai MODAL SOSIAL (Social Capital); Kemampuan BERINTERAKSI kepada sesama. Setiap orang, ketika pertama kali memasuki suasana baru, yang pertama kali di lakukan adalah Melihat, Mendengar, Berkomunikasi dan akhirnya ikut Berinteraksi. Dari sanalah anda mulai memperkenalkan diri; SENI Komunikasi, misalnya “Saya sangat suka Pak dengan udara di sini. Lebih segar rasanya’. Hilangkanlah tendensi-tendensi yang membuat orang lain mengagap kita BERBEDA dari mereka. Berjalanlah, pura-pura mau beli nasi bungkus atau beli minuman sambil melakukan observasi. Dan, percayalah di antaranya sekian banyak orang yang tidak peduli, pasti ada orang-orang yang masih menginginkan suasan yang murni, asri seperti dulu kala. Mereka inilah yang mesti kita ‘gandeng’ untuk ikut mendukung pelestarian lingkungan. Kita memang perlu MEMBANGUN, tapi jangan MERUSAK.”

Aku melirik ke arah Rian. Matanya nyaris terpejam. Kepalanya mulai kehilangan keseimbangan karena terkantuk-kantuk. Lucu sekali melihatnya. Mungkin, kelucuan inilah yang dirasakan oleh teman-temanku ketika aku sering mengantuk di kelas dulu ya? hheheh.
“Ingat! Jangan menggurui, jangan sok pintar dan sesuaikan diri anda dengan kebiasaan setempat. Yang paling mudah, masuklah melalui pemuda dan diimbangin dengan dekat kepada tokoh masyarakat. Dan ingat, pasti ada yang tidak suka kepada anda. Anggap saja itu adalah bunga-bunga cinta yang membumbui perjuangan anda. Kalau tidak ada tantangan, tentu tidak enak pula kan? Andai, anda sedang bersama dengan imam masjid dan ada yang dirasa tidak sesuai dengan ideologi, jangan tunjukkan perbedaan, ikuti saja! Karena dikhawatirkan urusannya akan semakin melebar dan berbahaya.”

Pukul : 10.04wib
Topik : Amral
Lembaga : Pusat penggalian Pembangungan eko region LHK Sumatera

“Kemarin tidak ada paksaan kan ketika mendaftar kegiatan ini? Niatnya harus ditingkatkan; Untuk menjadi relawan karena panggilan hati atas permasalahan yang ada. Selama ini kita lebih banyak kegiatan ceremonial; rapat-rapat. Kebakaran hutan itu karena Lahan Gambut dan kalau kita spesifikkan lagi bahwa itu disebabkan oleh SAWIT, inilah biang utamanya. Rasanya tidak etis ketika kita di sini sering kali rapat sementara masyarakat di desa pun pada cuek. Makanya, untuk mengubah hal itu ya salah satunya melalui kehadiran adek-adek. Padahal, ketika terjadi kebakaran, mereka yang pertama kali menderita kan? Amunisi-amunisi ini harus diledakkan dan harus diberikan dengan cara yang elok sehingga mereka bisa berfikir. Makanya, niat adek-adek nanti harus ikhlas, kalau tidak ya akan berat dan sulit nantinya.”
Sepertinya, aku mengenal wajah pak Amral. Dan, setelah ku ingat-ingat, ternyata beliau adalah salah satu juri Duta Lingkungan kota Pekanbaru kemarin. Wah, how a greet chance to look him here.

“Lahan gambut itu, strukturnya seperti spon. Kalaupun yang di atas sudah padam, tapi bawahnya masih membara. Inilah yang harus difahamkan untuk masyarakat desa. Makanya, membangun itu memang harus dimulai dari Desa. Jangan pakai STANDAR GANDA; Menyalahkan pemerintah tapi kita diam saja. Yang harus kita tahu, pemerintah itu sudah berupaya sebaik mungkin tapi emang bukan tugas mereka masuk-masuk ke dalam hutan. Yang paling sering didengar oleh Adik-adik ini kan tentang AMDAL. Ini diatur dalam udang-udang, tapi kalian punya hak untuk menginvestigasinya, cuma bedanya kalian tidak memegang pistol, haha. Sekarang ini POLRI dan TNI ada di belakang kita. Karena Presiden sudah janji, kalau mereka menyalahi tugas, maka komandan-komandan di daerah kebakaran itu akan dicopot jabatannya. Kalau ke-15 desa yang akan kalian datangi itu punya peningkatan yang signifikan luar biasaaa, mereka ini harus kita beri penghargaan ya Buk Hanni?”
“Boleh. Nanti kita beri pelatihan, pendidikan dan kesempatan untuk menjadi relawan lagi,” sahut bu Hanni.
Sebelum bu Hanni meninggalkan LPPM, kami berfoto bersama. Setelah itu, aku pun tak ingin melewatkan kesempatan untuk berfoto berdua dengannya. Teguh, Ospa, Pea, Gompar pun rebutan dan ngantri, hehe. Sebenarnya, aku pun ingin berfoto dengan pak Amral, tapi segan. Siapalah aku ini? *Sok-sok malu.

***

Seluruh peserta dan panitia laki-laki sholat Jumat. Tinggallah beberapa orang perempuan saja di sini. Sambil menunggu waktu Zuhur, aku membaca buku lagi dan barulah mengajak yang lainnya sholat. Usai sholat, aku minta tolong Diah untuk memfotokanku untuk mengisi waktu menunggu. Soalnya kami harus menunggu para cowok kembali dulu barulah makan siang bersama.
“Udah Kak?” tanya Diah. Sepertinya dia sudah lelah memfotokanku pemirsa. Hehee.
“Sini Kakak fotoin gantian!”
Awalnya Diah menolak karena mengaku kurang suka berfoto. Tapi setelah ku paksa, akhirnya dia mau juga. Sebenarnya aku suka banget ketika yang memfotokanku adalah orang yang tidak suka berfoto. Jadi, aku bisa minta difotoin sepuasnya. Ehhee.
“Kalian kok belum makan?” tanya Riski ketika ia baru tiba.
“Loh, tadi kan Rizki bilang kami harus nunggu yang cowok pulang Jumatan duluuu,” sahutku.
“Oh, bukan gitu maksudnya. Kita makannya sama-sama di sini tapi kalian boleh mulai duluan. Karena yang cowok kan sampai jam 1 jumatannya,” jelasnya.
Langsung deh kami menikmati santap siang bersama. Kali ini aku duduk bareng Jaelani, Sopan, Diah, Yeni dan beberapa orang lagi yang aku lupa namanya. (maap, yak?).

***

Materi siang ini adalah Dasar Komunikasi Masyarakat yang akan disampaikan oleh bapak Arifudin. Aku paling suka nih dengan topik Komunikasi atau Psikologi!

Topik : Dasar Komunikasi Masyarakat
Oleh : Arifudin SP., MP
Waktu : 14.32wib

“Kami pernah punya pengalaman selama di Kalimantan bagaimana mencegak KARHUTLA berbasis Desa. Inilah yang akan saya bagikan hari ini. Tadi, kita telah sepakat bahwa 99% penyebab KARHUTLA disebabkan oleh manusia. Nah, ada beberapa kelemahan di masyarakat, yang pertama adalah tata kelo lahan; mereka tidak faham apa yang harus di tanam di lahan gambut dan bagaimana cara menanamnya. Kedua, dari segi organisasional, contohnya MPA itu banyak menuntutnya di masyarakat dan lemahnya peraturan desa yang peduli dengan kebakaran lahan. Yang ketiga, ekonomi masyarakat yang monoton; ketika si fulan menanam sawit, semuanya menanam sawit pula. Tidak ada keberagaman, karena ikut-ikutan. Padahal, keberagaman itu justru membentuk suatu pertahanan.”
“Apa yang bisa dilakukan selama 2,5 bulan? Sosialisasi upaya preventif kebakaran lahan berupa adaptasi, sosialisasi, informasi dan evaluasi.  Peta potensi lahan desa adalah hal yang penting juga untuk dicari tahu supaya kita bisa melihat potensi ekonomi desa dari sana. Nanti ujungnya adalah bagaimana terwujudnya pembangungan Desa Mandiri yang Ramah Lingkungan. Oke, saya potong dulu yaa… kita lanjut ke slide lain. Adapun sSosialisasi kegiatan awal  adalah sebagai berikut :

-          Mengetahui keadaan, potensi, masalah dan harapan masyarakat
-          Menyampaikan tujuan kegiatan
-          Sasaran kepala desa, tokog-tokoh masyarakat, BPD
Dan kunci keberhasilannya adalah :
-          Persiapan yang matang
-          Terbangunnya kebersamaan
-          Memahami maksud dan tujuan kita
-          Dukungan aparat desa
Metode yang harus diterapkan itu aalah PRA (Participatory rural aprrasial) yaitu pendekatan partisipatif kita terhadap masyarakat. Ada beberapa prinsip PRA. Yang pertama adalah prinsip mengutamakan yang terabaikan,” jelas pak Arifudin.
Ini prinsip pertamanya kok agak bikin Baper yak? Ehehe.
“Menurut anda, yang terpenting itu adalah keberadaan anda atau masyarakat desa?”
Beberapa suara terdengar menjawab ‘Masyarakat Desa’.
“Yap, benar! Kita tidak akan ada gunanya jika kehadiran anda ditolak di sana.”
Jam sudah menunjukkan pukul 16.10wib. Pembekalan hari ini sudah ditutup oleh pak Adhy, tapi panitia mempersilahkan bu Riri untuk memberikan beberapa arahan lagi untuk kami. Awalnya, aku berfikir bu Riri akan mengarahkan kami untuk mempersiapkan beberapa hal untuk hari esok. Tapi, ternyata bukan.

“Ini sudah hari ke-2. Dan saya selalu memperhatikan anda ya. Jujur, saya kecewa. Apa sulitnya sih meletakkan lagi sampah makanan anda ke tempat yang sudah disediakan? Saya tidak meminta anda meletakkannya di bawah kok! Bagiamana mungkin anda mau mengubah mindset masyarakat sementara hal-hal kecil seperti ini pun masih luput? Saya bisa bicara seperti ini karena saya sudah terlebih dulu menerapkannya kepada diri saya sendiri. Sorry to say, di sini tidak ada cleaning service dan teman-teman fasilitator ini bukan pembantu yang harus membuangkan sampah dan merapikan meja anda. Memangnya tidak risih di mana-mana banyak sampah berserakan? Saya mohon inisiatifnya lah yaa. Saya juga kecewa karena ada yang tidak mengikuti pembekalan 2 hari penuh dan ada yang tidak konfirmasi kepada panitia. Dan perlu kalian tahu bahwa jumlah kalian hari ini tinggal 29 orang. Ada 1 orang yang mengundurkan diri dan menurut saya itu lebih baik daripada anda setengah hati di sini. Silahlah! Kalau ada yang ingin mengundurkan diri lagi, saya akan hargai. Dan, saya bisa mengurangi jumlah desa yang akan menjadi tempat pengabdian nanti.”

Kami tertunduk. Aku benar-benar nggak nyangka bu Riri sebegitu kecewanya kepada kami. Tapi, kalau tidak begini, mungkin kami tidak akan pernah belajar. Terimakasih buu atas wejangannya. Terimakasih sudah mengingatkan kami. ^_^

Tidak ada komentar: