Jumat, 26 Februari 2016

Sejak pertama kali kamu jatuh cinta pada tulisanku



Jika kelak engkau bertanya… sejak kapan aku mencintaimu?
Maka akan ku jawab; “Sejak pertama kali kamu jatuh cinta pada tulisan-tulisanku.”
*
Tujuan orang membaca tulisanku itu beragam; Ada yang sekedar menyukai caraku bercerita, ada yang ingin tahu kabarku + apa yang ku lakukan pada hari itu, ada yang sekedar ingin mencari tahu tentang kebiasaan burukku dan ada pula yang membaca tulisanku karena ia mencintaiku. Alasan yang terakhir inilah yang paling aku sukai. Meskipun aku tahu, kamu hanya membaca tulisanku yang ku tunjukkan padamu, tapi ku harap kelak engkau akan benar-benar mencintai tulisan-tulisanku, sekalipun tidak untuk mencintaiku.

*Kapan pertama kali jatuh cinta? - Metamor(Prosa)

***

Setelah mengantarkan Ami ke sekolah, seperti biasanya aku mampir ke warung sarapan. Kali ini untuk membeli soto pesanan Rini plus 3 buah bakwan goreng. Kali ini aku tidak perlu menunggu lama karena soto dan bakwannya sudah siap disajikan.
“Rin, kita bagi 2 ya makanan ini karena keterbatasan anggaran, hehehe.”
“Yuhuuuu.”
Kami menikmati sarapan berdua sambil SUCRD. Setelah sarapan, aku meminjam HP Rini untuk mengSMS pak Sumarno tentang kapan dan di mana aku bisa menemuinya hari ini. Tak kunjung menerima jawabannya hingga aku tertidur dengan HP yang masih tergenggam di tangan. Pukul 09.00wib barulah aku terjaga dan bukan Elysa namanya kalau tidak langsung terduduk dan segera melakukan sesuatu untuk mengganti penyesalan di hati.
“Rin, kok aku bisa ketiduran ya?” tanyaku pada Rini yang sedang asik main HP. “Rin, cak miscallkan dosenku itu, sekali aja. Asal udah masuk, matikan langsung.”
“Eh, nggak apa-apa memangnya El?”
“Nggak apa-apa tuh. Palingan ntar Bapak tu ngiranya telvonku nggak terangkat. Lagian itu kan nomor baru Rin. Nggak akan tanda Bapak tu.”
Aku segera merendam pakaian, membereskan kamar dan mencuci.
“Mandiiii wooooy! Sholat Dhuhaaa woooy!” kataku pada Rini sambil menjemur baju.
“Iyaaa woooyy!” jawab Rini.
“Jangan nonton video ‘Nggak boleh manggaleh’ terus wooy!”
“Ah, selalapnya lagu-lagu koreaku El aransemen. Apa aja ya istilah-istilah aneh yang El ciptakan? Minum ekspektoran, Disetarakannya dada, Nggak boleh manggaleh, Manggaleh-galeh Manggaleh-galeh, apa lagi El?”
“The Jambu, Bububuyuu, Kuncruk, Mepong-mepong, Tipapu, Selalap, Marhepeng, Kya bai, Tuan Buncis, Penjahit Swift, Unclek, Cabreg, Emmmm… apalagi ya Rin?”
“Udah banyak tu El. Udah cukuupppp!”

***

“Kaaaan, Kakak ini nggak pernah punya lauk Ayam Cabe Merah ya kayaknya.”
“Emang itu Ayam Cabe Hijau ya yang dikasihnya Rin?”
“Iyaaa. Tapi nggak apa-apa sih. Aku suka semuanya.”
Aku memesan nasi bungkus dengan lauk telur dadar. Ah, aku sangat menikmati kepraktisan semacam ini. Tepat setelah makan siang usai, Lia menelvonku…
“Udah masuk belum pulsa tadi Cin?” tanyanya.
“Belum juga masuk loh Cin. Emangnya udah mu bilang ke Rahmalia?”
“Udah sejak jam 10 tadi dah. Ntar deh ku tanyain lagi. Oh ya Cin, biasanya kan jam 2 siang Pak Mahdum ada di kampus. Nah, rencananya aku mau ketemu Bapak tu. Mu ikut ya? Aku mau minta tolong fotoin kami, sekaligus kita bahas tentang project sosial yang dari Jepang itu. Siapa tahu Bapak tu ada rekomendasi untuk langkah kita selanjutnya. Aku sedang baca-baca infonya nih!”
“Okreeeeeehhh! Aku tunggu ya. Mu jam berapa sampai sini?”
“Jam setengah 3 paling lama.”

“Eh iya Cin, aku dapat 1 intel lagi nih dari Rini. Ternyata kontrakannya dekat dengan dia, cuma 20 meter jaraknya, bla bla bla,” ku ceritakan banyak hal yang baru ku tahu dari intel baruku itu. “Cin, Addlah facebooknya Ciiin! Biar kalau ada apa-apa, mu pun bisa ngasih tahu aku! Hhheehe.”
“Cin, aku iri sama mu sejujurnya. Mu udah ada seseorang yang bisa mu selidiki. Sementara aku nggak ada. Hahaaha.”
“Ya nggak perlu iri lah Cin. Aku kan nggak pernah punya rencana juga untuk nyelidiki kayak gini, cuma karena beberapa sebab akhirnya beginilah ceritanya. Intinya mu nyantai aja Ciiin, kelak akan ada masanya kalau memang sudah tiba masanya. Bisa jadi besok, bisa jadi lusa, bisa jadi besoknya dari besok, hehe. Eh, udah diadd belum?” tanyaku.
“Ini sedang loading. Bentaaarrr.”
“Foto profilnya, dia pakai kemeja hitam, duduk dan rambutnya akan di-spike,” jelasku.”
Sesaat kemudian, Lia berkomentar… “Ihhhhh Ciiiin, kok ganteeeeng?”
“Hhahaa… memang ganteng Cin diaa. Hehhee.”
“Berwibawa kali dia Ciiiin.”
“Nah, itu dia Cin. Kemarin salah satu intelku kan bilang; ‘Kak, ya itulah masalahnya Abang tu penampilannya kekinian gitu’, mungkin si intel itu mikirnya aku nyari yang penampilannya bener-bener kayak anak Rohis, kali ya Cin? Padahal aku nggak mempermasalahkan penampilan sih! Justru aku suka kalau dengan cowok yang penampilannya kekinian. Ya, cowok kan batasan auratnya nggak seketat kita ya Ciin. Sejujurnya aku ingin ketika aku jalan dengannya, aku merasa bangga berada di sampingnya dan aku seolah berkata kepada dunia; ‘Ini SUAMIku loh!’.”

“Wahhhh.. so sweet binggo Cin. Iya juga yaaa.”
“Yang terutama tetap agamanya ya Cin, tapi penampilan juga penting. Mu tahu bintang utama di film Tausyah Cinta? Cak tengok Instagramnya @rereresha. Nah, dia dan suaminya itu sering photoshoot dan penampilan mereka kekinian juga. kece banget dah mereka berdua. Serasi.”
“Ohhh, dia udah menikah ya Cin?”
“Udaaaah Cin. Dan yang lebih so sweet lagi, mereka itu memilih tinggal di kontrakan kecil katanya biar lebih romantis dan kayak anak kosan. hahaha.”
“Eh iya, mu ingat Kak Puput Cin?” tanya Lia.
“Ingat. Kenapa tu Cin?”
“Kemarin kan aku jumpa Kakak tu. Dia bilang, kalau bisa segeralah menikah. Jangan lama-lama. Karena dunia ini nggak akan HABIS-habisnya dikejar. Dan mu tahu Cin, gimana kisah cinta Kak Puput dan suaminya? Ternyata Abang tu udah suka sama Kak Puput sejak Kak Puput SMA, padahal mereka belum saling kenal dan berlum pernah ketemu. Abang tu baca koran tentang Kak Puput exchange ke Jerman dulu. Eh, ternyata waktu kuliah mereka ketemu. Abang tu jadi asdos dan ngajar di kelasnya Kak Puput. Hiii… so sweet kan? Ih, kok ini jadi agak mengarah ke kisahmu gitu ya? hahaha. Aku jadi iri lagi.”
“Hahaa..so sweet ya Cin. Semoga kita bisa selalu menjadi semua kesucian ini dan percayalah kelak kita akan menertawakan kisah konyol ini dengan pangeran kita Ciiin. Huhuuu.”
“Aamiin.. sampai jumpa nanti ya Cin. Assalamualaikum.” Tutup Lia.

***

Rini melepaskan charger laptop, membawa laptopku ke atas tempat tidur dan mulai menonton sambil berbaring.
“Rin, baca ini duluuuu!”
Aku sering kali seperti ini; mengganggu keasyikan Rini dan memintanya membaca sesuatu untukku. Rini segera meraih HPku dan mulai membaca riwayat chat yang ku tunjukkan padanya.
Dekkk.. bantu kakak…
Apa itu kak? ya ya kak.
Dekkk… Setiap hari adalah HARI-HARI
untuk mencari tahu dan MENCERITAKAN tentangnya.
Kakak mau minta tolong adek tanyain kapan dia
berencana menikah? Sudah ada calonkah? Dan ketika
dia bilang; ‘Belum punya’, maka adek langsung bilang
gini; ‘Adek ada rekomendasi bang. Kak Elysa.’
Tapi kalau ternyata dia sudah punya pilihan,
maka adek nggak perlu menyebut nama kk.
Kakak pun akan mundur. Memilihnya diam-diam dan
akan merelakannya pun diam-diam.
Hahaha… udah mulai nggak sabar ya kak?
Ada konsekuensi apapun kk siap kan?
Hhiihii, tapi nggak apa-apa kk. Apalagi itu akan
menjadi lebih baik. Adek sepakat.
Kakak siap ketika dia siap dek.
Tapi, masalanya sekarang kakak belum tahu
apa-apa tentang perasaannya dek. Apa rencana adek untuk misi ini?
Rencananya gini kak. Adek akan ketemuan lagi untuk
membahas MAWAPRES karena besok itu udah mulai
dengan BEM membahas Sekolah MAWAPRES. Jadi, Adek
akan coba ajak Abang tu ketemu.
Makasih ya dekk. Prinsipnya… adek harus tetap
jaga harga diri dan kewibawaan kakak.
Adek hanya perlu merekomendasikan nama kakak.
Sementara adek berada di posisi netral aja. sip?
“Hemmmm….” Kata Rini, sambil tersenyum.
“Co Cweet Rin?” tanyaku.
Rini mengangguk. Lia menelvonku…
“Cinnnn…maaf, aku ketidurannya lamaaa bangeeet niiii!” sesalnya di seberang sana. “Mu udah bilang rencana kita dengan Dek Jhon atau Yudi?”
“Belum Cin. Kan mu belum pasti. Ntar kalau ku bilang, dia malah ready pula sejak tadi kan.”
“Emang mu udah bilang ke Inad kalau aku mau pinjam toganya?”
“Belum juga. Syukurlah kalau gitu. besok aja ya Cin. Udah sore juga sekarang. Rini kapan pulang?”
“Besok sore Cin.”
“Ah, syukurlah kalau sore. Besok kita photoshootnya yaaa.!”
“Siiipppoo.”
Aiiiih, Ciiiin.. andai kamu tahu janji apa yang sudah ku korbankan hari ini. Bang Wira untuk temu ramah hari minggu dan Duta Lingkungan untuk kunjungan ke sapu lidi centre. Hiksss. This just For you Cin.
 Aku mengarahkan jari jempol dan telunjukku yang ku silang ke arah Rini. Tadi pagi dia mengajariku bahwa lambang itu adalah lambang 'love' ala orang Korea.
"Iss...nyesal kali aku ngasih tahu El. Orang Korea tu kalau gitu nampak imutnya. Ini kok jadi jorkiii kalau El yang memperagakan yaa?"
"Hahhaa.. salah siapa ngasih tahu aku ciinn?"

***

“El ikut kan?”
“Emmmm…gimana ya Rin? Pengen sih. Tapi aku pengen nulis. 5 menitku sama dengan 5 baris tulisan loh Rin.”
“Ah, shut up lah El! Don’t say that!”
“Kannnn.. Rini maraaah kaaaan. Rini ngambeeeek.”
“Udah gilak nyaaa? El kan emang selalu kayak gitu. Tadi katanya mau ikut, sekarang nggak jadi.”
“Hemmm..gimana yaa? Aku nggak mau berpisah dari Rini walau sedetik sebenarnya. Ginilah, ku antarkan Rini ke sana, dah tu ku tinggal Rini. Aku pun mau beli pulsa modem dan mau lanjut nulis. Ntar kan pulangnya bisa ngerepotin salah satu dari mereka Rin. ehhee.”
“Hemmm..ya udah deh kalau gicuuu.”
“Ku tanya ya sama Rini. Tolong jawab jujur! Sejujurnya, Rini berharapnya aku pergi atau nggak? Jujurrr! No gengsii!”
“Pengen El pergi laah!”
“Sihiyyyyyyy..Makasih ya Rin untuk selalu berharap aku merasa berat kalau jauh darikuuu. Makasih ya Rin karena Rini selalu ingin bersamaku. Hehehe.”
“Apalaaah, udah gilak nyaa?” kata Rini dengan logat banyaknya. “Nggak ku cakapi (baca: didiamkan) El nanti baru tahu!”
“Okeh, aku ikut!”

Aku langsung bersiap-siap dan langsung menujut Bakso Mas Dar di depan SPBU Panam, tak jauh dari pasar Selasa. Ada teman-teman PPRU-nya Rini di sana. Adek-adek sih lebih tepatnya, karena kami berdualah yang paling tua di sini. Rini dianggap oleh mereka sebagai Kepala Suku ternyata. Hahaa. Dan malam ini rencananya akan serah terima jabatan dengan dek Yayan sebagai pengganti Rini. Tapi, sayangnya dek Yayan masih berduka di kampungnya karena Ayahnya baru saja berpulang.
“Aku pesan pangsit plus bakso urat ya Bang. El apa?” tanya Rini.
“Mie ayam biasa Bang!”
Setahuku, pangsit itu adalah mie ayam yang kuahnya lebih sedikit dan lebih pekat. Tapi, setelah ku cicipi pangsit Rini, kok malah terasa kayak mie goreng gini ya? hahaa. Ternyata bukan hanya aku yang heran, Rini pun demikian. Aku ikut membantu Rini menghabiskannya karena Rini nggak sanggup menghabiskannya pemirsaaa. Aku baik banget kan? Suka nolong orang makan. Heehe.
“Kak, si Eldi nge-fans kali sama Bang Okta katanyaaa!” pekik Nisa. “Kakak tu dekat loh sama Bang Oktaaa!” lanjut Nisa kepada dek Eldi.

Aku berbisik kepada dek Caca yang sedang ikut menertawakan Eldi. “Apa yang membuat dia kagum sama si Okta Dek?”
“Nggak tahu Kak. Cuma canda-canda aja nyo orang tu Kak. hehehe.”
Aku kembali menyantap makananku dengan nikmat. Aku tidak selalu memperhatikan obrolan mereka. Sesekali, aku malah sibuk dengan khayalanku sendiri tentang masa depan yang masih ntah.
“Rin, Rini tahu nggak kenapa barusan aku tiba-tiba tersenyum?”
“Alaaahh, paling-paling ingat sama si bububuyuu itu kan?”
Aku kembali tersenyum.
“Rin, beneran masih ingat dengan rumah temanmu itu?”
“Iyaaa. Ingat. Yoklah kita ke sana!”
“Sekarang Rin?”
“Ya iyalah. Kapan lagi? Besok aku udah pulaang.”

Aku benar-benar nggak menyangka kalau Rini mengajakku menuntaskan misi penyelidikan yang satu ini saat ini juga. Ini sudah pukul 21.45wib. Mereka baru saja bubar dan kami langsung melaju menuju tujuan.
“El, jangan-jangan dia udah pindah kontrakan juga nggak?” tanya Rini di tengah perjalanan.
Aku terdiam. “Iyaa juga yaa Riiin. Apalagi itu udah 2 tahun yang lalu.”
“Tulah. Pastikan duluuu. Nanti kita jauh-jauh ke sana ternyata dia udah nggak di sanaa.”
“Kita isi bensin di SPBU dulu ya Rin sambil aku mikiirrr.”
"Okelah. Eh, tapi memangnya El nggak punya profil dia gitu kek pas MAWAPRES?"
"Ahhh, itulah Rin, aku udah minta dia ngirimin profil dan data dirinya biar ku post di blog, tapi sampai sekarang nggak dikirimnya jugaaa."
"Owalaahhh. Kok pas kali lah yaaa."
Aku terus menimbang-nimbang keputusan dan beberapa hal lain.
“Nggak usah ajalah Rin. Nggak pasti rumahnya ntah di mana sekarang. Dan, kalau pun aku tahu, buat apa juga? Toh kita kan nggak akan mampir juga. Ahhaha.”
“Owalah El, Elll..”
Kami pun pulang. Menerabas angin malam yang untungnya tak begitu menusuk. Aku hanya kasihan pada Rini. Batuknya baru mereda, khawatir malah jadi parah lagi.  Ketika Rini mengajakku melewati jalan pintas Kutilang Sakti, aku menolak. Karena aku teringat dengan cerita Titin yang ditemui oleh orang tak dikenal yang berniat jahat kepadanya. Tapi, sampai di kosan baru ku jelaskan semuanya kepada Rini. Malam ini, aku tidur berdampingan bersama Rini dalam naungan bola-bola lampu tidur yang indah ini.

*Tulisan ini diselesaikan pada pukul 09.19wib, hari Sabtu tanggal 27 Februari 2016

Tidak ada komentar: