Rabu, 18 Maret 2015

Rabu Membiru di Atas Langit FEKON

Hari ini kak Dila ujian. Sejak semalam ia sudah bertengkus lumus mempelajari kembali akuntansinya. Aku saja yang melihatnya sudah sangat suntuk, tapi mungkin kak Dila tidak. Sebab, ia memilih akuntansi bukan karena paksaan, tapi karena memang itu dari hatinya. So, ia pasti merasa lebih baik dari pada aku terhadap akuntansi. Aku mengantarkan ke depan Hotel MONA dan giliran aku yang bersiap-siap menghadiri undangan sosialisasi MAWAPRES di FEKON.

Alhamdulillah, aku berbagi ilmu lagi hari ini. Mengingat masa jabatanku hampir usai, aku ingin lebih sering ladi menggunakan selempang KECINTAAN ini. ^_^ Kali ini aku akan duet dengan bang Rokhim yang juga MAWAPRES di tahun 2011. Ah, euforia yang seperti ini yang paling aku suka. Terimakasih Allah-ku. Aku menceritakan bagaimana proses pahit-manis mencapai MAWAPRES. Aku ingin menanamkan pesan di hati mereka bahwa segalanya tidak ada yang tiba-tiba. Butuh perjuangan, pengorbanan bahkan air mata. Aku bukannya menakut-nakuti mereka, justru ingin membakar semangatnya.


Bang Rokhim menyampaikan tentang format penilaian MAWAPRES dan kriteria idealnya. Bahwa seorang MAWAPRES bukanlah ia yang sempurna, tapi bisa diteladani dari berbagai sisi diri. Itulah singkatnya. Ah, aku ingat betul 2 tahun yang lalu bang Rokhim ini adalah juarai 1 LKTI BEM FKIP EXPO dan saat itu aku juara 2nya. Masih segar diingatan dan Alhamdulillah hingga saat ini pun aku banyak menteladani dirinya.

*tentang merah-hitam
Ntah kebetulan macam apa ini? Aku, Rini dan Yudi tak sengaja menggunakan kostum yang sama, serba merah-hitam.Mereka menyaksikan penampilanku dari awal hingga akhir. Padahal Yudi katanya mau menjenguk orang tua temannya yang sedang sakit, tapi sampai akhir acara kenapa ia belum pergi juga?
"Loh? Tadi katanya mau jenguk orang tua kawan, kok belum pergi?" tanyaku diparkiran.
"Daripada aku jadi anak durhaka, mending aku nurut aja," jawabnya melucu.
"Hahaa. jadi gimana keadaannya?"
"Udah meninggal, Mak. Sekitar sejam yang lalu."
Aku melolot. Tak menyangka sama sekali ini kenyataannya.
"Maaaffff bang. Gara-gara Mak, nggak jadi pula abang jenguk, dan udah meninggal pula dia."
"Udahlah Mak. Nggak apa-apa. Udah takdir."
"Kenapa nggak pulang duluan tai? Malah nunggu mak foto-foto pulak?"
"Dia nemenin aku karena nunggu El sendirian, loh," jawab Rini. "Katanya, laki-laki yang bertanggung jawab itu nggak akan ninggalin perempuan sendirian," lanjut Rini lagi sembari menjulurkan lidah padaku.

Ketika ku nyalakan motor, eh mendadak mati. Aku cek tangki minyak, ternyata udah kandas. Untung masih ada Yudi! Mungin ini hikmah dia nggak pergi dari tadi. Akhirnya dia yang carikan minyak ke jalan Bangau Sakti. Huft...melegakan sekali. Setelah sholat zuhur, gantian pula aku yang mentraktirnya di HALTE CAFE. Wah, Andin juga pakai baju bertema merah-hitam. Jadilah kami power ranger yang kece-kece.haha

*BEM FKIP, Rini, kak Dila
Setelah makan, aku antar Rini ke rektorat untuk rapat PPRU. Andin udah daftar, tapi katanya dia mendadak malas terlibat. Ya udach dech, cint. haha. Yudi langsung pulang. Aku pengen juga pulang dan istirahat, tapi urung karena penasaran dengan persiapan BEM FKIP menyambut MAWAPRES. Jadilah aku ngobrol ria dengan si Romcek, Okta, Yana, Ditra, Iza dan Obi. sambutan pertama ketika aku sampai di BEM adalah, "Ya Allah, Elis gemuk kali ya sekarang," kata Iza dan Obi saling samber aja. Huaaa...aku memang gemuk, pemirsa. Udah nggak tahu lagi kayaknya gimana caranya kurus. hiksss

Setelah sholat Ashar di mushola rektorat, aku anterin Rini pulang dan bergegar menjemput kak Dila. Hampir setengah jam aku nunggu kak Dila, tapi nggak juga nongol orangnya. Awalnya aku duduk di taman UR, pindah ke depan pos satpam, pindah lagi ke halte. Hah, barulah kak Dila nongol. Katanya segan mau buru-buru keluar sementara dosen-dosennya aja belum keluar. Apalagi tempat duduknya tepat di depan. Tapi aku lihat udah ada beberapa orang yang keluar 15 menit sebelum kak Dila keluar. Sebenarnya, poin yang aku garis bawahi ada 2 aja ;
1. Perasaan segan yang berlebihan
2. Ketidakberanian memohon diri untuk izin.

Kalau aku jadi kak Dila sih tentu akan membuang jauh rasa segan dan memberanikan diri untuk izin. Terbukti, kak Dila memang tunggang langgang buanget. Sesampainya di kos, travel langsung menelvonnya dan jadilah ia bersiap-siap secepat kilat lalu berpamitan denganku, kak Dewi dan Rini. Sampai-sampai buku JANUARI pun lupa dibawanya dan aku lupa mengingatkannya.

Agenda berikutnya setelah kak Dila pulang adalah beres-beres kamar. Rini bersihan kipas angin yang udah hadi sarang debu dan nyuci semua piring-gelas sementara aku ngepel, rapiin kamar dan menyapu. Huaaahhhhh leganya. Semuanya bersih. "Rin, saatnya kita Quality Time sebelum kita berpisah. hikssss" pintaku. "Hikssss iya El," jawabnya.

Makan malam kali ini adalah sebungkus Mie Goreng Brebes yang dibagi dua. Huaaa...semoga cepat berakhir masa-masa kritis ini. Berikan kami rezeki yang baik lagi berkecukupan, ya Allah. Ammiin

Tidak ada komentar: