Selasa, 12 Mei 2015

"Tahan Nafsumu El...!" kata Rini

Aku mengakui. Aku lemah dalam mengingat. Makanya, aku menjadikan tulisan sebagai caraku menitipkan ingatan. Namun, sekali pun Allah memberikanku ingatan super, aku akan tetap menulis. Karena kini, ia bukan hanya penitip ingatan bagiku, tapi sekaligus perpanjangan umurku. ^_^ Love it!

Pagi ini alhamdulillah bisa sarapan dengan lauk pauk dari pestanya kak Ririn (adiknya suaminya kakaknya Andin) kemarin. Aku dan Rini diundang juga sih, tapi karena aku ada acara FLP sementara Andin sejak sehari sebelumnya emang udah di sana, jadi ya dengan sangat menyesal kami bener-bener nggak bisa datang. hiksss.
"El! Itu pahiiittt loooh!" kata Andin, berusaha mencegah niatku melalap daun Pepaya muda.
"Aku tahu Cinnn! Tapi mau bagaimana lagi? Aku udah terlanjur cinta dengannya."
"Mentah loh itu El!"
"Justru inilah yang rasanya sangat segar Ndiiin. Kalau di rebus malah semakin terasa pahitnya loh."
Aku melahap makanan pagi ini dengan penuh semangat dan syukur. Alhamdulillah, rasanya nikmat bangeeet. Aku nggak harus makan yang aneh-aneh untuk bisa berselera. Kerupuk sama kecap pun udah bersyukur banget akunya. hehe. Semua jenis daun-daunan lalapan aku suka. Mulai dari yang lazim sampai nggak lazim dimakan, aku suka semuanya. Daun pepaya, daun katu, daun kencur, daun kemangi, kacang panjang, buncis, kol, jantung pisang mentah, daun sop, pare mentah. hehe, ternyata banyak ya. Itu masih ada yang aku lupa loh!






Selalu dijuluki kambing. Oleh Rini juga pagi ini.
"Emang kambing El ni."
"Eh, tapi kambing nggak suka loh dengan daun pahit kayak gini, Rin!"
"Ciyeee, yang pernah jadi kambing. Tau semuanyaaa," tambahnya lagi.
Aku dikatain gendut oleh Tika, hiksss. Rini pun semalam sampai bilang: El dietlah! Dulu El kecil loh! Sekarang bisa segendut ini. Biar badan El tuh nggak berkeringat terus. Biar nggak licin kayak belut! Katanya mau jadi Duta Bahasa. Mana ada duta segendut El. Dunia ini memang kejam pemirsaaahhh. hehe.

Setelah turun dari kamar Andin, eh gerimis. Biar pun rencana awalnya adalah ke Prodi dan ngajuin judul, tapi dengan cuaca kayak gini asyiknya ya ngeblog. Baru nyadar kalau casan laptopku masih diservice. Mau pinjam laptopnya Rini sih rencanya, tapi belum sempat ku pegang, udah ditarik duluan sama yang punya.
"Jangan! El kalau udah ngeblog jadi autis. Nanti sore baru boleh," tegas Rini.
Ku alihkan candu ini dengan membaca buku. Sayangnya cuma bertahan sebentar dan aku merengek ke Rini yang asyik banget nonton film Korea.
"Tahan nafsu itu, El. Ditahan coba! Jangan dituruti. Bacalah buku-buku itu lagi. Beli buku tapi nggak pernah dibaca!"
Mak jaaaang, emang ngeri betul si kawan ini nyindirnya. Mau marah, eh emang bener pula. hehe.

Jam masih menunjukkan pukul 10.30wib dan gerimis di luar belum juga berganti cerita. Lama kelamaan aku keiduran. Rasanya Rini ada membangunkanku sekitar jam setengah 12 tapi aku mana mau menggubrisnya, Hemmm, tadi waktu tanganku gatal-gatal mau ngeblog nggak boleh, sekarang mau pergi baru ngajak-ngajak gue. Sorii yaa..
Dan aku tidur lagi, sampai jam 12.15wib. hiksss, nyesel banget sih rasanya. Kok nggak produktif bingitss ya? Seharusnya kalau tadi beneran baca buku mungkin bukunya bang Assad itu udah habis ku lahap. Bener kata Rini, buku yang ku beli kemarin masih banyak yang belum ku baca. Kadang, aku mikir juga, kok aku keasyikan nulis yak daripada baca? Baca sih setiap hari setidaknya 1 buku *meskipun nggak khatam, tapi untuk bener-bener memprioritaskan membaca 1 buku harus selesai itu kok belum yak. Jadi, aku menyimpulkan bahwa nulis diary itu sebenarnya nggak serempong nulis yang lain, orang yang nggak pernah baca buku pun aku jamin dia pasti bisa berdiary. Karena, asalnya kan adalah hal-hal yang kita alami sendiri. Apalagi kalau didukung dengan rajin membaca, pasti kualitas tulisannya semakin bargaining. sip sip sip.

"El, kita jemput legalisir ijazah kak Dila yuk. Si Teguh juga udah minta pas foto dan fotokopi KTP terus nih buat e-commerce."
Akhirnya kami ke luar rumah juga. Biasanya kalau udah jam segini, aku paling malas ke luar rumah, mending angkrem aja di rumah sambil nulis atau baca buku *yakin baca buku? Ntar ketiduran lagi hehe. Tujuan pertama adalah nyetak pas foto 4x6 2 lembar dan fotokopi KTP. Setelah itu Rini minta tolong antarin ke tukang sol sepatu yang biasanya mangkal di samping Giant. Tapi, ternyata nggak buka lapak si bapak. Akhirnya tanpa rencana panjang dan karena sudah mengerti prosedurnya dari pengalaman Andin, kami langsung ke Polsek Tampan untuk ngurus SURAT KEHILANGAN.

"Rin, kebayang nggak kalau surat ini disalahgunakan?"
"Untuk apa?"
"Kan ternyata gampang banget nih ngurusnya. Cuma bayar Rp 20.000, dalam 15 menit udah selesai aja suratnya. Kalau misalnya ada orang yang berniat jahat, supaya mudah ke luar-masuk UR kan bisa aja dia ngurus surat kehilangan atas nama seorang mahasiswa dan polisi nggak akan tahu itu. Ntar di puskom tinggal dicetak dan discan ulang aja. Mana ada petugas itu nanyain dan mastiin ini benar atau nggak milik dia. Iya kan?"
"Hemmm, iya juga. Arasssohh!"
"Kenapa aku bisa mikir sejauh itu? Karena aku emang orang jahat Rin. Makanya kelicikanku itu udah melampaui para bandit ternama, hahah."
"Buatlah buaaaaat," logat batak bergema indah. hehe.

Eh, di puskom ternyata sedang kehabisan stok KTM dari bank BTN. Ditanya kapan masuknya lagi tapi si abang nggak bisa mastiin kapan. Tergantung si BTN katanya. hiksss.
"Ke mana kita lagi Cuy?"
"El nggak laper?"
"Kalau Rini maksa aku makan, ya aku nggak mungkin bisa nolak kan!."
"Beli mie ayam yuk? Di FKIP aja, biar deket."
"Capcuusss."
Perjalanan menuju warung mie ayam akhirnya terbumbui dengan cerita-cerita soal pernikahan.
"Rin, diusia-usia kayak kita ini kan mulai banyak aja undangan-undangan pernikahan. Sesekali, kita juga bakal disindir juga untuk cepet nyusul. Atau setidaknya dengan pertanyaa: Kapan nih targetnya? Kalau anak-anak rohis Rin, nggak usah kaget aja kalau tiba-tiba dengar mereka menikah. Karena kebiasaannya memang begitu. Ini aja aku ada denger seniorku yang angkatan 2009 udah mau nikah aja. Padahal tamatnya baru tahun lalu."
"Hemm... arasssoh. Nggak cuma tentang skripsi yang bakal disindir, kita harus kuat mental."
"Aku jadi tiba-tiba terfikir 1 hal Rin. Nanti ketika ada yang ngajakin taarufan, aku bakal nanya ke dia; Kehidupan berbeda seperti apa yang ingin kamu tawarkan kepadaku?"
"Emang ngeri El niii...."
"Hehhe, masa iya Rin? Gini lah Rin logika sederhananya aja. Ketika kita masih sendirian, kita bisa berkarya, bisa pergi ke sana-ke sini, bisa ngembangin diri, bisa nulis sepuasnya kalau pagi, bisa mandiri juga. Lah, kalau setelah menikah justru aku nggak bisa seproduktif itu, apa gunanya? Menurutku, pernikahan itu adalah babak baru dan aku ingin lebih baik dari semua sisi. SEMUA. Kalau sebelum menikah hanya bisa nerbitin 1 buku dalam sebulan, seharusnya setelah menikah bisa nerbitin buku 2 dalam sebulan. Kalau sebelum menikah bisa ke luar negeri untuk ikutan exchange, seharusnya setelah menikah pun lebih bisa lagi. Aku ini penjenuh Rin. Parahnya lagi kalau dia nggak sepemikiran sama aku. Ntahlah! Aku nggak bisa hidup kayak gitu-gitu aja. Aku perhatikan, ada yang menikah muda tapi rumah masih juga gabung sama orang tua. Lah buat apa? Kalau berani menikah, harusnya berani donk hidup mandiri. Aku juga perhatikan, ada yang udah nikah tapi dia nggak kerja apa-apa, ya cuma jadi ibu yang baik untuk anak dan suaminya, kalau suaminya kerja dia main ke rumah mertua, atau ke rumah orang tuanya. Hanya seperti ituuu aja. HIDUP itu harus HEBAT apalagi setelah menikah, harusnya lebih HEBAT lagi."
"Aku setuju. Ntah kenapa nih, aku emang niatnya nikah umur 27 tahun aja El. Rasanya, di situlah baru benar-benar matang. Kan menikah itu nggak cuma bersatu, punya anak dan menua."

Mie ayam pesanan sudah tersaji dan kami mulai menyantapnya. Tapi, cerita-cerita terus saja mengalir lancar tanpa peduli kepada telinga-telinga yang mungkin mendengar obrolan anak muda ini.
"Setuju juga. Dulu sih Rin, aku pernah kebelet banget pengen nikah waktu semester 2 bahkan. Hahah, itu mah karena ada si kakak itu. Tapi, setelah yang 1 itu berhasil ku bersihkan, niat menikah itu berubah; bukan hanya sekedar aku ingin segera bersatu dengannya aja, tapi jadi lebih condong ke persiapan dan kesiapan. Kita nggak menyalahkan mereka yang menikah muda, tapi kita nggak memilih pilihan seperti mereka. Itu kan?"
"Arasssohh."

"El, beli es kriiimmm..."
"Aku beli tela-tela ah!"
Padahal baru aja makan, tapi masih pengen juga jajan. Ah, nggak apa-apa kali ya sambil nunggu motorku diservice, biar nggak boring. Eh, ternyata si bengkel nggak buka juga. Ini udah kedua kalinya, kok masih tutup juga?
"Jangan-jangan pindah nggak El?"
"Iya nih. Atau jangan-jangan Abang yang teriak kemarin waktu aku ndorong motor itulah orangnya?"
"Bisa jadi tuh!"
Dan, ternyata benar saja. Si abang bengkel GOMBAL pindah ke sini. Katanya di sana nggak enak, sepi. Yah, semoga di sini lebih rame dan laris ya bang. aammiin. Udah 2 bulan nggak ganti oli, tapi alhamdulillah ternyata olinya masih banyak tuh. Mungkin karena aku nggak sering bepergian jauh.
"Mau yang merk apa Dek?"
"Yang mana yang paling bagus, Bang?"
"Yang ini."
"Ya udah, yang itu deh!"
Mending abang nggak udah nongol aja kemarin.
"Rin, ini mau ku kirimkan ke bang Iwan. Gimana?"
Rini menghentikan gigitan es krimnya dan manggut-manggut.
Kenapa emangnya nggak boleh Lis?
"Ini balasannya Rin! (sambil menyodorkan HP) Kemarin udah ku sms juga; Assalamualaikum bang, katanya mau ngantar uang? Tapi nggak dibalasnya. Makanya hari ini ku kirimin dia pesan tadi. Eh, malah dibalasnya dengan polos dan nggak merasa bersalah. Jujur ya Rin, aku udah nggak ngarepin uang itu. Malas. Dia pun banyak janji dan suka menghilang semaunya. Tapi, kenapa malam itu dia mesti datang coba? Pake janji mau ngembaliin shake yang udah hampir setahun tertahan sama dia pula. Lihatlah sekarang nih!"
"Emang aneh si Abang itu ya."
Mana uang yang abang janjikan kemarin? Bang yang berjanji, bang yang mengingkari. Apalah!
"Apa balasannya lagi El?" tanya Rini lagi.
"Nggak ada Rin. Sama seperti kak **s, jawaban terakhirnya adalah DIAM."

Beda banget rasanya nih motor. Lebih lembut dan nggak berisik lagi. Yah, kalau kotor sih nggak usah ditanya, itu memang aku yang pemalas. hehe. Makanya, aku selalu langganan dengan bengkel itu. Melayaninya dengan sepenuh hati dan hasilnya memuaskan. Murah lagi! Alhamdullillah, semoga Allah melipatgandakan rezeki mereka. Ini seharusnya menjadi contoh buat pada perbengkelan yang sering mengecewakan pelanggannya, buat tukang jahit juga gitu. Kalau mau rezeki berlimpah, ya ramah. Jangan jutek, jangan sok tahu, jangan sok nggak butuh. Suaaiii? hehe

Tidak ada komentar: