Kamis, 06 Agustus 2015

MENULIS adalah AKU


“Rin, setelah mendengar cerita Andin tadi, aku seolah diingatkan kembali bahwa kejahatan itu nggak kenal waktu dan nggak pandang bulu. Kayak apapun amannya keadaan, kita wajib tetap waspada. Karena, kata Bang Napi, kejahatan itu terjadi bukan hanya karena ada niat, tapi karena ada kesempatan.”
“Hmmm…arassoh..”
Pagi ini, aku terbangun jam 7 setelah sholat Subuh tadi. Hari ini aku dan Rini berniat untuk berpuasa. Bismillah, semoga Engkau kuatkan kami ya Allah. Setelah bangun, aku langsung menekuni PROPOSAL penelitianku.
“Duh, kok jadi puyeng gini ya? Ini gara-gara udah berjeda nulis KTI atau emang sistematikanya rempong?”
Aku terbentur di BAB III. Pengennya langsung SMS pak Suarman aja. Tapi, masa beginian aja harus nanya dulu sih? Malu ah. Usaha semaksimal mungkin dulu, baru ntar ketemu bapak dengan membawa print outnya. *bukti keseriusan.
Ku lirik kalender di samping tempat tidur. Sudah tanggal 6 Agustus. Kata Tika kemarin, ada jadwal ujian tanggal 10 ini. Four Days left, pemirsaaaaaaa. Kok aku nyantai banget sih? Padahal fixasi judul dan masalahku udah 4 hari yang lalu clearnya. Hikss..
“Teman-teman yang udah selesai itu gimana? Mereka puyeng gini juga?”
 Pertanyaanku mulai menjalar dan melebar. Meraka pastilah merasakan kebingungan juga. Tapi bedanya mereka denganku adalah karena mereka udah lama menekuni itu. Sedangkan aku? Hemmm..hanya Allahlah yang tahu.
“El kan punya buku tentang Metoe Penelitian tuuu.”
“Hah? Serius Rin? Buku yang mana ya?”
“Udah dia yang belik. Dia pula yang lupa. Di rak-rak buku itulah pokoknya.”
“Oh iyaaaa..heheh.”
***
Sekarang, aku dan Rini udah pindah tempat; Mall SKA. Rini ngajakin OL di sini. Hemm..sempet kesel banget sih waktu baru daftar paketnya malah gagal-gala melulu log in-nya. Mana yang paket Rp 1000nya udah nggak ada pulak tuh, sekarang tinggal yang Rp 5000 (yang termurah). Sampai laptopku lowbat pun aku belum juga berhasil log in. Mana casannya penuh semua nih.
“Coba yang di sudut sana El. Ada 1 yang kosong tuh ku lihat.”
Aku menuruti saran Rini.
“Mbak, mau nanya nih, gimana caranya ngonekkin internetnya ya?” tanya laki-laki berkaos merah yang duduk tepat di sebelah casan laptop.
Ia menyodorkan laptopnya kepadaku untuk ku tindaklanjuti. Terlihatlah olehku walpapernya di laptop.
“Eh, Abang yang sering nge-MC itu kan?”
“Iya, bener,” jawabnya sambil tersenyum.
“Aduhh, tapi saya lupa nih nama Abang.”
“Renoo.”
“Haaa, iya bener-bener, Bang Reno. Hallo Bang, salam kenal saya Elysa.”
Karena wifinya sulit tertangkap oleh laptopnya bang Reno, akhirnya aku menawarkan diri untuk membantunya. Ada 1 file power poin CVnya yang ingin dia kirimkan lewat email. Ia menyalinkan filenya ke hardiskku dan menyangsikan kalau-kalau ada virus di dalamnya. Eheh. *Insya allah aman bang, ehehe.

Udah beberapa menit berlalu, tapi file yang sedang diupload itu nggak juga berhasil terupload. Padahal bang Reno udah ngalor ngidul ngajakin aku ngobrol. Hikss..
“Bang, kita minta tolong ke temen Elis aja ya. Kayaknya punya dia lancar banget tuh!”
Kami beralih ngeroyokin Rini. Ternyata masalahnya adalah filenya si abang yang kelewatan gede. Batas maksimumnya cuma 25Mb, ini malah lebih dari 40Mb. Pantesan laptopku nge-hang tadi. Hikss.
“Yuk duduk lagi Bang, masih lama kayaknya teruploadnya,” ajakku.
“Nanti kalau udah selesai tolong kasih tahu ya Dek,” pintaku kepada Rini.
“Dia itu MC kondang Pekanbaru Rin. Yang sering nge-MC bareng Kak Vivien. Makanya, aku surprise banget ketemu dia langsung di sini. Hihii.”
“Awas kalau mentel yaa.”
“Dia udah punya istri keleesss. Tadi istrinya ku kira emaknya loh. Hihi, segan jadinya.”
Bang Reno ini nggak cuma ganteng ternyata pemirsaaa, dia juga supel dan ramah. Selain pinter nge-MC, juga pinter tata rias.  Dia sampek punya sekolah public speaking dan salon kecantikan di rumahnya loh. WOW! Tapi, semuga itu nggak bim salabim diraih olehnya. Bang Reno bilang gini, “Abang udah nggelutin dunia per-MC-an selama 5 tahun, barulah ngembangin diri ke tat arias. Biar ilmunya bener-bener kuat dulu. Kalau keahlian kita belum bener-bener kuat, bakalan kocar-kacir ntar.”

Setelah mendengar penuturan itu aku jadi berfikir, rasanya belum pantas aku mengaku sebagai penulis kalau dalam menulis aja aku masih pasang-surut semangatnya. Nunggu mood dulu, baru nulis. Kalau nggak mood, nggak bakal nulis. Penulis macam apa aku ini?
“…mungkin semua orang bisa jadi MC, tapi nggak semua orang bisa mengajarkannya. Ya yang jadi tutor di kelas public speaking itu Abang sendiri, Lis. Jadi gini, ada 3 value of communication; Verbal, auditori dan visual. Itulah yang akan diajarkan di kelas. Mau jadi MC, presenter, penyiar radio, host, semuanya bisa diajarkan karena ada konsep dasar yang sifatnya 1 untuk semua. Abang walaupun bukan penyiar radio, tapi Abang bisa. Gini contohnya…”
Aku manggut-manggut mendengar bang Reno mecontohkan bagaimana pembawaan diri seorang penyiar radio. Bener-bener persis kayak yang sering ku denger-denger di radio. *Inilah sebabnya, orang yang ahli itu dibayar mahal. Karena dia mendapatkan segalanya dulu pun nggak gratis.
“Banyak orang yang udah minder duluan dengan dirinya sendiri; ‘Eh, aku nggak pandai. Eh, suaraku cempreng, loe aja deh yang nampil’ dan lain sebagainya. Akhirnya, dia nggak pernah berkembang karena udah melabeli dirinya seperti itu. Padahal, semuanya bisa dilatih.”

Iseng-iseng, aku coba tanya tentang sosok MC yang berhijab menurut pandangan bang Reno. Dia bilang perbandingannya adalah 70:30 minat pasar antara permintaan MC yang berhijab dengan yang nggak berhijab. Aku udah tahu hal itu sih sebelumnya tapi kali ini aku dapat nasehat sakti dari bang Reno, “Nggak usah minder, justru siapa tahu kita bisa mengubah trend semacam itu kan? Kalau memang kita layak, orang pasti akan mencari kita Lis.”
“….Bagaimana sosok Kak Vivien di mata Abang?”
“Dia cerdas, rendah hati dan apa adanya. Mohon maaf, biasanya kan ada orang yang merasa udah hebat dan sok kecantikan. Nah, Vivien tidak seperti itu. Makanya Abang kalau nge-MC sama dia tu nyambung banget, kayak udah satu jiwa. Banyak Lis keuntungannya jadi MC, kita nggak hanya dituntut untuk pandai ngomong aja, tapi juga dituntut untuk cerdas dan berwawasan luas.”
Aku banyak dapat pelajaran berharga hari ini. Langsung dari ahlinya pula. Nggak pernah mimpi bisa ngobrol seakrab ini dengan bang Reno.

Sinyal wifi yang angin-anginan ini ternyata telah menyita waktu kami selama hampir 2 jam. Untunglah pakai laptopnya Rini akhirnya bisa terkirim emailnya meskipun harus nunggu lama. Aku aja nyaris nangis tadi karena udah sejam berlalu tapi belum juga berhasil log-in. Eh, setelah aku berdoa ternyata Allah nunjukkan jalannya kepadaku. Problem selanjutnya adalah banyaknya iklan yang berseliweran di laman dan bikin laptop aku loadingnya lama. Grrr… nunggu lagi, nunggu lagi.
“Huuummm…capek juga ya ternyata nungguin gini aja. Makanya, Abang sangat-sangat jarang nongkrong gini.”
Ya iyalah, orang sesibuk bang Reno mana sempat lagi nekunin leletnya wifi kayak gini. Aku jadi berkesimpulan bahwa semakin nggak sempat seseorang untuk nongkrong, semakin menunjukkan bahwa waktu luangnya sedikit. Aku pengen banget punya jam terbang yang tinggi kayak gitu juga. Tapi, hemm… mau terbang ke mana? Pertanyaan tentang aku maunya apa aja nggak tuntas-tuntas jawabannya sampai sekarang. Hiksss.
Sebelum bang Reno pulang, kami berfoto dulu. Cissss…
“Makasih banyak ya udah nolongin.”
“Sama-sama Bang. Hati-hati di jalaan..”

***
“Rin, masih ingat opening kalimat di blogku?”
Rini geleng-geleng kepala.
“Itu loh yang ada kalimatnya si anu; Jika kelak aku tiada. Ingat?”
Rini manggut-manggut.
“Sekarang, bandingkan dengan yang ini!”
Rini membaca opening yang baru aja ku transformasikan dari yang panjangnya full 2 baris, menjadi setengah baris aja.
“Yang ini!”
“Apanya yang ini?”
“Yang ini lebih keren. Simpel.”
“Udah ku duga,” kataku sambil mengernyitkan alis. Aku memang sering benar menebak selera Rincuy.
Tadi, aku menghabiskan beberapa menit untuk berfikir keras menciptakan kalimat baru. Ini opening awal pra transformasi; “Jika kelak aku tiada, lalu kau rindu maka datangilah tulisan-tulisanku” (YM). WELCOME and take as much as you may take from this writing. Hopefully, I can share any ideas, stories, inspires, experiences and everything in between. Keep WRITING for EVERLASTING. Dan, inilah opening pasca transformasi; MENULIS adalah AKU; Caraku beristirahat, caraku memaafkan, caraku berbagi dan caraku hidup abadi.

Emang kece sih. Wajar kalau Rini suka. Hehe.
Kami berenca sampai jam 10 di sini. Setelah buka puasa, kami sholat maghrib dulu baru deh beli makan di bawah, di rumah makan padang. Hemaat coooy! Hanya dengan Rp 13.000 kami udah makan puas. Kalau beli di KFC atau AW mah belum kenyang atuuh. Eheh.
Setelah dinner, kami kembali lagi ke tempat asal. Setelah sempat sepi, sekarang udah ada orang-orang baru yang menduduki living room tadi. Aku dan Rini melanjutkan per-OL-an menjelang Isya. Aku duluan yang sholat karena Rini harus nungguin 2 laptop yang sedang dicas.
“Tumben nggak busuk nih janitor (baca: tempat wudhu),” gumamku.
Semenjak nge-MC kemarin sampai saat terakhir kali aku ke sini, setiap kali mau wudhu pasti akunya uweeek-uweek dulu. Bauknya kayak MC, padahal itu cuma tempat wudhu doank. Nggak ada sampah, nggak ada kotoran apapun. Makanya, aku bersyukur banget karena sekarang udah nggak bauk lagi. Melihat ada 2 ember rendaman mukena di tempat wudhu ini membuatku bergumam, “Kirain pake laundry juga, ternyata karyawan SKAnya yang nyuci langsung toh.”
“Kak? Sedang buru-buru nggak?”
“Nggak Dek. Ada apa?”
“Kita sholatnya berjamaah yuk? Biar pahalanya 27 kali lipat?” ajakku.
“Ayuukk.”
Dia nggak berjilbab, tapi ada 2 hal yang aku kagumi darinya; 1. Cara sholatnya, 2. Cara bersalamannya. Aku melihat aura ke-sholeha-an di wajahnya. Ya Allah, jaga dia.

Tidak ada komentar: