Kamis, 10 September 2015

Menyentuhmu Lewat Karya



Aku melihat sajadah sudah terbentang di sampingku. Udah subuh kah? Kok Rini malah main HP dan nggak bangunin aku sih?
“Jam berapa ni Rin?”
“Setengah 5.”
Oh, syukurlah. Aku berniat mau tidur lagi. Tapi, kapan lagi aku sholat Tahajud? Kalau ada kesempatan untuk sholat tapi nggak ku gunakan? Akhirnya, aku beranjak dengan mengucapkan A’uzubillah himinassyaiton nirrojiim..
Setelah selesai berwudhu…
“Rin, aku udah ingat ‘rasaku’ yang kemarin sore tuu!”
“Yang ‘rasaku’ El ulang-ulang bilangnya kemarin?”
“Iya, yang itu. Aku sholat dulu ya! Keywordnya Menyentuh dengan karya , ingat ya Rin! Aku titip ingatanku dulu. Takutnya aku lupa lagi ntar.”
Ya Allah… kuatkan bahuku. Engkaulah sumber kekuatan yang tiada batas. Kalau memang aku harus menghadapi tantangan hidup yang berat di depan sana, izinkan aku untuk menghadapinya, dengan bahu dan jiwa yang kuat. Aamiinn, doaku di penghujung tahajjud.

“Gini loh Rin… waktu Teguh bilang; ‘Adek mau pulang ke Pekanbaru sebelum hari ulang tahun Adek supaya Adek bisa menghargai teman-teman yang berniat ngerjain Adek’ waktu aku dengar itu, aku jadi berfikir; ‘Siapakah teman-temannya Teguh itu? Apakah aku juga punya?’ Jujur Rin, sejak dulu aku nggak pernah merasa benar-benar punya teman-teman dekat. Yah, paling-paling 1 orang atau 2 orang aja. Aku takjub aja setiap ada yang menyebut ‘teman-teman’ yang bener-bener dia tahu bakal melakukan sesuatu untuknya.  Kayak kemarin, waktu Novi bilang ‘Teman-teman Novi ni haa Kak ngasih surprise untuk Novi…’ dan aku langsung bertanya ke diriku; ‘Siapa sih teman-teman dekatku? Apakah orang yang berada di depanku sekarang (Novi) termasuk? Apakah dia yang sering merengek-rengek (Teguh) juga termasuk? Apakah 2 orang yang selalu rempong itu (Joni, Okta) juga termasuk?’. Ntahlah Rin. Kayaknya aku sedang pesimis dengan persahabatan. Aku pun nggak jelas orangnya.”
Aku menghela nafas…

“Seperti yang ku bilang kemarin, aku nggak pernah tahu kapan sifat tegaku muncul, kapan sifat penyayangku muncul, kapan sifat pemaafku muncul, kapan benciku muncul. Aku aja nggak pernah bisa mendeteksinya Rin. Intinya, aku takut kalau aku kecewa sama mereka dan aku pun takut kalau mereka kecewa sama aku. Dulu, aku pernah merasa punya 2 orang yang benar-benar sahabat. Tapi, waktu aku pertama kali bertengkus lumus untuk nyoba MAWAPRES yang pertama kalinya, mereka sama sekali nggak ada buatku. 3 kali aku minta mereka nengok aku presentasi, selalu aja mereka bilang nggak bisa. Padahal, cuma nengok aja loh Rin. Nggak ku minta mereka ngapa-ngapain. Sejak saat itu, aku takut Rin berharap; Ternyata nggak ada yang benar-benar sahabat di dunia ini! kataku waktu itu. Termasuk sekarang. Walaupun aku dengan sama Teguh, Novi, Romi, Joni, tapi aku tetap nggak yakin kalau kedekatan ini disebut persahabatan. Kadang, aku juga takut kalau tiba-tiba aku membenci mereka karena ketika aku benar-benar butuh nggak ada satu pun yang membantuku..."

Aku terdiam sejenak. Rini memandang lurus ke tembok sambil terus mendengarkanku..
“Aku jadi ada ide Rin untuk judul; ‘Hati-hati ada Elysa!’ ahahah, karena aku berbahaya orangnya. Hehe. Yah, sejauh ini cuma Rini sama Lia lah yang paling dekat sama aku. Tapi, tetap aja aku masih punya keraguan Rin. Kayaknya aku ni nggak cocok kerja yang banyak interaksinya dengan orang-orang Rin, aku fikir gitu. Hemmm… jadi intinya, sekarang aku berniat untuk bersahabat dengan orang melalui karyaku. Aku nggak pengen mereka mengenal siapa aku, cukuplah mereka merasa kalau tulisanku itu menginspirasi mereka. Mereka nggak perlu tahu aku karena aku takut mereka akan membenci karyaku kalau tahu siapa aku.”
Rini manggut-manggut.

“Di Blogku yang baru ini nggak ku tampilkan sama sekali profilku Rin. Aku fikir, mereka nggak perlu kenal aku. Aku takuttttttttt Rin, aku takut menyakiti orang lain, aku takut akan bertambah lagi orang yang membenciku. Dan, aku pun nggak mau membenci orang. Karena, kadang aku kalah dengan diriku sendiri. Makanya prinsipku, cukuplah punya 1 orang, tapi benar-benar ada untuk kita daripada punya banyak orang tapi nggak pasti ke siapa kita harus berharap.”
“Arasssooohh. El memang aneh.”
“Cuma Rini dan Lia yang nggak pernah marah dan masih betah sama aku sampai sekarang.”
“Terpaksa nya aku. Nggak ada pilihan lain soalnya,” kata Rini dengan logat bataknya.
“Tu, salah aku Rin?”
“Iyalah. El memang selalu salah. Kapan rupanya El benar di mataku?”
“Iya nya?”
Azan subuh sudah berkumandang.
“Sebelum sholat, alangkah lebik baik kalau kita bereskan kamar ini dulu El.”
“Rini nyindir aku ya?”
“Iyalah. Lihat ni haaa.. baju-baju El sejak semalam belum dimasukkan lemari juga.”
Hehhe, emang bener sih pemirsaa..aku adalah biang keroknya. Tapi, lagi-lagi inilah istimewanya Rini, dia nggak pernah memperlakukanku seperti orang yang bersalah. Kalau Rini yang nyerakin kamar, aku belum tentu bisa memakluminya seperti dia memaklumiku. Hiksss… aku memang jahat pemirsaa.

“Eh, Rin, aku akan bilang kepada orang yang menganggap aku udah berbuat baik kepada mereka supaya mereka jangan berterimakasih sama aku, cukup lakukan kebikan kepada 3 orang dan mintala orang itu untuk berbuat baik kepada 3 orang lagi. Kayak film Jai Hoo semalam.”
“Iyalah. Aku juga nanti bilang gitu ke orang yang ku tolong,” kata Rini.
“Rin, ingatkan kalau aku sering banget aneh kalau jumpa sama orang? Kan aku sering bilang ke Rini; ‘Rin, aku kenal loh sama cewek di sebelahku ini, tapi aku nggak mau dia tahu ini aku dan aku pun nggak pengen menyapanya’ ingat kan?”
“Iya, emang aneh kali El nii! Tinggal disapa aja padahal. Ini malah ketakutan sendiri.”
“Padahal, aku nggak ada masalah dengan dia loh Rin, tapi aku memang sedang nggak pengen disapa aja.”
“Emang gilak kali El nii. Kebanyakan nonton film psikopat sih.”
“Eh, nanti kalau Rini udah pulang, gimana caranya aku cerita kalau tiba-tiba aku punya ide gila lagi?”
“Ya tinggal SMS ajaahh.”
“Tapi, nanti Rini nggak balas pula?”
“Kan ada voucher SMS gratis Tri.”
“Emangnya di sana ada jual?”
“Ya beli dari sinilah.”
“Emang nggak ada lengkap-lengkap nya barang-barang di Medan tu ku rasa ya! Selalap nyaa nggak ada!”
“Ada sih, tapi aku yang nggak pandai nyarinya ntah di mana.”

Tidak ada komentar: