“El, tahajud El!”
“Hemmm…”
Aku kembali tertidur sejenak.
“Eh, waktu Rini bangun tadi laptopku masih tercas ya?”
“Iya.”
“Duh! Kaaann…! Hiksss.. maafin aku ya laptop,” kataku penuh
sesal sambil mengelus laptop.
Aku segera beranjak dari tempat tidur dan sholat Tahajud.
“Aku pinjam modemnya bentar ya. Bentar ku pinjam modemnya
ya,” kata Rini.
Sejak kemarin, kami punya mainan baru yaitu
membolak-balikkan tata letak kata-kata dalam kalimat. Terinspirasi dari Comic
Story, ketika ada murid les yang nanya ke Babe Cabita, “Kok Mister sering
membolak-balikkan kata-kata? Bukannya tenses itu baku ya?” dan dijawab oleh
Babe, “Kalau di Indonesia, membolak-balikkan kata-kata itu biasa. Contohnya; Dia udah nelvon? Udah nelvon dia?” dan
itulah yang kemarin ku ulas sama Rini akhirnya menjadi bahan lelucon sampai
pagi ini. heheh.
***
“Makan di mana kita Cek?” tanya Okta.
“Nggak tahu. Di mana bagusnya?”
“Ke Manyar aja yuk?”
“Eh, bentar, bentar. Aku mau beli kartu internetan dulu El!”
pinta Rini.
Aku dan Okta nungguin Rini tepat di perempatan Balam Sakti
dan Bina Krida.
“Baaang Oktaa..Kak Elceeekkkk,” sapa Novi kepada kami.
“Ikut sarapan yuk Dek?”
“Di mana Kak?”
“Manyar. Yuklah. Biar Kak Rincuy boncengan sama Abang. Adek
sama Kak Eliss,” ajak Okta.
Aku melihat sebenarnya Novi ingin ikut, tapi ragu karena ia
pasti akan terlambat untuk urusannya.
“Emmm… Novi nggak ikutan deh Bang, soalnya buru-buru. Daaa…
assalamualakum..” lanjutnya.
“Waalaikumsalam…”
Aku meminta Okta memotong jalan dari Balam Sakti. Okta
heran. Padahal kalau lurus aja, bakalan jauh lebih dekat menuju tempat sarapan.
“Kenapa nya Kak Elis niii? Aneh kali puuun!” tanyanya
setelah sampai tujuan.
“Biasalaaahh! Nggak berani ketemu dan nyapa seseorang,”
jelas Rini.
“Selalaaaap nyaa ah!”
Jujur, nggak enak rasanya begini terus menerus. Tapi, mau
bagaimana lagi? Ternyata membangun kepercayaan diri itu lebih sulit daripada
membangun apapun. Aku sedang berupaya memperolehnya kembali. Untuk saat ini,
aku masih nyaman bersama orang-orang yang membesarkanku dan menghargai
keberadaanku.
“Bukkk… Ada Mihun Goreng?” tanyaku.
“Ada.”
“Selalapnyaaa si Elisss ni! Mihun goreng terus di mana
tempat.”
“Saya pesan Mihun Goreng 1 Bu, Rini apa Rin?”
“Nasi Goreng Kampung 1.”
“Okta nasi goreng biasa ya Bukkk. Tapi buat jadi Rp 10.000
porsinya. Terus, telurnya setengah matang ya.”
Sambil menunggu pesanan datang, kami menikmat gorengan dan
aneka kue kukus dari warung sebelah dan dibawa ke warung ini.
“Cek tahu nggak kenapa Okta kemarin makannya nggak habis di
tempat Ibuk tuu?”
“Kenapa?”
“Karena Ayam Sambalnya udah basi.”
“Hah? Masa iya sih?”
“Iya.. di tengahnya agak terasa berlendir gituu. Makanya Okta
nggak habis makannya kemarin.”
Yap, aku sampai kesal kemarin dibuatnya. Masih banyak daging
ayam dan nasi dipiringnya yang nggak dihabisin. Aku sampai bilang, ‘Jangan
diulang lagi makan yang kayak gini Cek!’ karena saking aku nggak suka melihat
orang yang nggak ngabisin makanan. Sebenarnya ada kalimat omelan lanjutan
untuknya kemarin. Tapi, ku cukupkan sampai di situ saja.
“Bagiii donk?” Aku langsung menciduk nasi goreng Okta yang
baru saja terhidang. Padahal yang punya aja belum menyentuhnya. Hahaa.
“Kak Rincuy, lindungi nasi goreng Kakak, nanti dicuri Kak
Elisss…”
Aku hanya tertawa mendengarnya. Nah, giliran mihunku datang,
mereka yang nyerang. Hiksss…
“Rini yang nraktir kan?”
“Loh? Bayar masing-masing lah..”
“Tapi Rini yang ngajak sarapan bareng hari ini!”
“Kan ngajak sarapan bareng nggak mesti nraktir sih Cek,”
timpal Okta.
“Haaa…bener tuh kata Okta.”
Tapi, ujung-ujungnya Rini juga yang nraktir. Aku jadi nggak
enak hati, padahal tadi niatnya bercanda. Eh, Rininya maksa untuk tetap nraktir
kami. Ya udah deh pemirsaaa,, aku kan emang nggak pernah bisa nolak kalau
dipaksa yang model beginian. Hehe.
“Cek mau ke mana lagi habis ini?”
“Nemenin Kak Rincuy photoshoot.”
“Okta ikuttt yaa?”
“Hemmm…ya udah deh. Bububuyuuu yaa.. Daaa… Makasih Kak
Rincuuy!”
***
“Lama kali nya Kakak ini bah!”
“Kakak itu sedang melakukan apa yang El lakukan kalau sedang
ngeblog. Dia melakukannya dengan sepenuh hati, makanya lama. El tu harus
berfikir oout of the box juga! Jangan hanya terfokus ke satu pemikiran.”
“Huksss hukss… Rini nyindir aku ya?”
Soalnya tadi aku menyincirnya nggak berfikir out of the box
waktu ngatahuin eye linerku bereserak sedangkan bagiku, itu adalah seni. Heheh.
“Biar El tu sadar kalau El harus memahami orang lain juga.”
“Kok Rini ngomongnya menusuk banget sih sekarang? Huksss.”
“Memang kayak gini nya aku dari dulu..”
“Eh, beruntunglah ya kalau memang ruko ini udah milik
pribadi. Kalau nyewa, mahal juga.”
“Aku pun ada kenginan punya ruko nanti El. di lantai 1 bisa
disewakan, di lantai 2 juga bisa. Atau di lantai 1 untuk usaha dan lantai 2
untuk tempat tinggal.”
“Ih, yang lamaan nya Kakak ini ngeditnyaaa! Kan cuma ganti
latar belakangnya aja puun.”
“Sabarlah El.”
“Lagian, aku heran, kenapa tadi waktu phososhot nggak
sekaligus aja latarnya diganti dengan warna merah ya Rin? Kan nggak perlu ngedit-ngedit
gini. Aku lihat tadi ada kok tirai merahnya.”
“Iya sih, aku juga tadi heran. Padahal sejak awal udah ku
bilang kalau aku maunya latar merah. Udahlah El, tenang aja, waktu El nggak
akan terbuang kok. Besok udah nggak jumpa lagi sama aku.”
“Rini juga harus maulah kalau ku gangguin hari ini. besok
Rini nggak jumpa aku lagi. Hiksss… Ntar kalau kita mau tukar-tukaran film
gimana caranya Rin? Kalau sekarang kita masih bisa transfer-transferan. Beosk
gimana?”
“Ah, macam nggak akan jumpa lagi nya besok El nii!”
Aku bersyukur karenah hari ini aku bisa menikmati
kebersamaan yang tidak buru-buru diakhiri. Rini nggak jadi pulang hari ini
karena nanti sore teman-teman PPRUnya mau ngajakin Rini Q time. Aku bersyukur
banget atas penambahan waktu 1 hari ini. Kalau bisa sih satu ini menjadi 2, 3
atau 4. Hehe.
"Tahu lama kayak gini, buka laptop aja aku dari tadi Rin!" kataku, segera mengeluarkan laptop dari dalam tas. Dan, baru aja sebentar menarikan jemari, tiba-tiba...
"El, El udah selesai fotonya nih. Yuk!"
Aku harus berkemas lagi pemirsaaa. Nggak apa-apa deh, bukankah 1 menit itu sangat berarti?
"Temanin aku ke mini market di sebelah Kolor Mart (baca: colour mart) yuk El?"
"Mau beli apa rupanya di sana?"
"Stiker untuk walpaper dinding gitu loh. Di sana murah soalnya."
"Di kamar kosan boleh nggak ya ditempelin stiker, Rin?"
"Nanggunglah. Udah mau tamat pun!"
"Siapa yang mau tamat? Aku nggak kok! Rini aja sana." *bercandaan macam hapaa iniiihh? haha.
"Yakin? Tapi katanya mau punya rumah pribadi? Kok nggak mau pindah dari kosan sih?"
GLEKKK!!! Emang ngeri kata-kata si kawan ini bah!
"Iya yaaa? Aku kan mau punya rumah. Hemmm... Aku mau Adek!"
note: Aku Mau Adek adalah penggalan kalimat lucu dari film Marmut Merah Jambu. Aku dan Rini selalu punya mainan (baca: lelucon) baru untuk diulang-ulang dan tiba-tiba dinyatakan disaat yang memang tidak tepat. hahaa.
Ternyata yang dibeli oleh Rini bukan hanya stiker, tapi juga alat penyiang sisik ikan, penjepit gorengan, tempat pemotong bawang, hanger jilbab dan ada beberapa item lagi. Malah stikernya nggak jadi dibeli karena nggak ada yang cucok. hihiii. Aku yang awalnya menyepelekan penyiang ikan itu, malah jadi pengen beli juga nanti, supaya mami/aku/papi nggak susah-susah lagi menyiang sisik ikan.
HPku bergetar... Nomor baru.
"Halooo? Ini Elysa?"
"Iya. Saya Elysa. Ini dengan siapa ya?"
"Bang Jimmy dari Dispora Saa."
"Oh iya, Bang Jimmy apakabar Bang?"
"Baik Sa. Sa sedang di mana?"
"Di Sekitar UNRI nih Bang. Ada apa?"
"Sa bisa nggak ikut pelatihan anti narkoba dan HIV/AIDS tanggal 7 dan 8 Oktober nanti?"
"Sejauh ini sih nggak ada agenda di tanggal itu, insya Allah bisa Bang. Eh, ini siapa aja yang diutus Bang?"
"Ada beberapa teman-teman alumni KPN tahun dan Elysa."
"Waahh, makasih banget sudah mengundang Elysa Bang."
"Berarti bisa ya Sa. Oke deh, jangan lupa ya tanggal 7 dan 8 Oktober Sa. 2 hari."
"Okee Bang."
Telvon diakhiri...
Bukan main senangnya hatiku. Aku langsung menceritakannya kepada Rini. Ini adalah suatu kehormatan bagiku. Bagaimana aku bisa menolaknya?
"Hemmm..Bagus tuh El!"
"Doain ya Rin, semoga aku bener-bener bisa mengikutinya dan semoga terbuka rezeki baru setelahnya."
"Aamiin."
***
Sampai pukul 19.00wib, Rini belum pulang juga. Padahal, aku
pengen banget menikmati suasana malam dari ketinggian gedung itu. Aku jadi
nggak yakin untuk pergi, kalau pun sebentar lagi Rini pulang, aku menduganya
sudah sangat kelelahan.
El makan duluan aja. Aku udah makan. Jadi kita ngedate?
Bah! Macam mana aku mau makan. Pulsaku untuk SMS pun tak
ada. Barulah setelah Rini pulang, aku minta 1 kali SMS padanya. Benar saja
dugaanku, Rini kecapean dan langsung terkapar. Baru ku bangunkan pukul 20.00wib
untuk sholat Isya.
“Rini capek kali ku lihat. Ngumpul bertiganya besok pagi aja
lah yuk? Kalau malam ini kecapean, besok pagi takutnya malah nggak jadi kita
Rin.”
“Ya udah deh, semoga besok kabutnya nggak setebal ini lagii.”
“Amiin.. semoga.”
“Mira udah merepet tadi waktu ku bilang nggak jadi pulang
hari ini. ‘Kak Rini kok nggak jadi hari ini sih pulangnya?’ gitu dia,
merengek-rengek. Ya macam mana lagi lah, Adek-adek PPRU ini ngajak ngumpul hari
ini. Nampak kali mereka berat melepasku.”
“Hiksss..ngapain sih si Mira itu! Tahaha pun. Nggak suka aku
sama dia Rin.”
“Apalah El nii. Ya namanya aja kangen sama Kakaknya."
"Nanti kalau Rini kangen sama aku, udah tahu kan harus mendatangi aku di mana?"
"Huhuuhuuu..di Blog El."
"Bagus.!"
"Eh, kenapa ya teman-teman kita kok Adek-adek semuaa?”
“Iyaaa yaa. Kita suka mainnya sama yang muda-muda..hihii. Makanya
kita terlihat ceria dan masih muda Rin. Nggak Nampak kayak semester akhrinya. Hehe.”
“Iya. Hehehe, aku aja pernah dikira anak semester 4 kemarin
di PPRU.”
“Bah! Salah lihat orang itu Rin, ahaha.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar