
“Aaduuuuuuuuuuuuhhhhhh! Ya Allaahhhhhhhhhhhhhh..!” teriakku
sambil memegang betis. Seperti ada gumpalan di betis yang mengeras dan bergerak
semakin ke atas. Otot betisku serasa sedang dipilin saja. Ku tekuk kakiku
sampai meringkuk, demi mencegahnya menjalar tak terkendali.
“Aduuuuuuuuuhhh!” aku masih mengaduh. Sakitnya benar-benar
tak tertanggungkan. Kucing yang tidur di sebelahku pun sampai terbangung karena
suara gaduhku. Mataku masih tertutup, hanya rautku yang meringis.
Perlahan… aku kembali tak sadarkan diri. Rasa sakit tadi
perlahan mereda sementara badanku masih ku ringkuk.
***
Pagi ini aku menulis diary untuk tanggal 12 dan 24 November
kemarin. Huahhhh… banyak yang belum terselesaikan ternyata. Me of The Day-ku
bolong-bolong, hiksss. Hari ini tidak ada jadwal latihan lagi di BLH, aku
tinggal mempersiapkan diri untuk besok saja.
“Ya Allah, ternyata besok ya? Nggak terasa…. Nggak
nyangkaaa.”
Keasyikan menulis membuatku tak sadar akan waktu. Ternyata
udah jam 9.00wib sekarang.
“Elll? Nanti bisa ngantarkan Fajri?” tanya kak Dewi yang
melintas di tempat jemuran, di samping kamarku.
“Emmmm..belum pasti Kak. Sebentar lagi kan El mau pergi,
kalau El sempat pula jam 12 nanti akan El antar Fajri. Tapi, kalau El nggak
sempat, berarti El nggak bisa ngaterin ya Kak.”
“Oh yaa lah Ell.”
Aku mematikan laptop dan berniat merapikan kamar yang udah
mirip kapal Titanik yang karam begini. Eh, pas megang perut, ternyata udah
bergelambir bangeeettt. Hiksss. Aku harus olahraga! Akhirnya ku nyalakan lagi
laptopku dan ku nyalakan video aerobic ala OCD. Huahhhhhhhh…mungkin karena udah
berbulan-bulan lamanya nggak aerobikan, badanku terasa kaku banget. Ini
benar-benar menyiksa! Aku harus kembali
terbiasa supaya badan tidak lagi rasa tersiksa dan terpaksa.
“Heeemmmm.. ntar-ntar aja deh ngerapiin kamarnya!” kataku
akhirnya.
Setelah aerobic, aku istirahat sejenak, mandi lalu pergi.
Tujuanku adalah sarapan di warung langganan. Meskipun agak menyangsikan
sarapan, tapi kesehatanku sangat mahal dan jauh lebih penting untuk dipenuhi
hak-haknya. Aku memilih sarapan dengan suwiran 3 bakwan dan siraman kuah pecal
di atasnya. Biasanya sih 3 gorengan gini udah plus dengan pecal juga, hehee.
“Uuunn!” sapa seorang wantia yang baru saja turun dari
motornya.
“Heyyy Unnnn!” aku tahu, dia adalah Ela. Nah, ini nih yang
aneh dari kami berdua; sama-sama memanggil dengan ‘Un’ padahal punya nama yang
beda. Hahaa.
“Ya ampuun Unnn, kok makin gemuk aja Unnn?” tanyanya.
Hemmmm… ini adalah pertanyaan yang udah ke 1001 kalinya
sepertinya.
“Iya nih Uuunn..nggak tertolong lagi nampaknya. Hiksss. Eh,
emangnya kemarin belum segemuk ini? kan kita belum lama juga kemarin
ketemunya.”
“Nggak! Nggak segemuk ini Uuunn. Ini kok udah genduuut gini?
Makin tenang aja kayaknya.”
“Aamiin ya Allah.”
“Jadi, sibuk apa apa sekarang Unnn?” tanya Ella, tap belum
sempat ku jawab, dia sudah melanjutkan lagi pertanyaannya, “Masih nulis Unn?”
“Masih,” ku jawab cepat. “Menulis itu selalu Ciin.”
“Nulis apa sekarang?”
“Apapun ku tulis Unnn.. semua yang namanya tulisan, aku
mencintainya. Eyaaakkk!”
“Iyaaa… postingan blognya ramee bangett yaa!” kata temannya
Uun yang ternyata menu sarapannya sama denganku.
“Eh, kok tahu? Tahu darimana Ciin?”
“Lihat di FB, banyak banget. Kereen!”
“Namamu siapa Cin?”
“Yaya.”
Ya Allah, maaf aku
baru mengenalnya sekarang. Terimakasih ya Allah. Aku selalu terharu dan
merasa surprise banget ketika bertemu dengan orang-orang memperhatikanku dan
mengenalku padahal aku nggak segitunya ke dia. Rasanyaaa.. sesuatuuuu banget. Dan,
aku akan sangat menyambut mereka.
“Yaya ini pinter nulis juga loh Un. Tapi dia nggak mau
ngepost di blognya.”
“hahaa.. paswordnya aja udah lupa,” kata Yaya.
“Iya loh Un, aku punya blog juga, baru sehari udah lupa
paswordnya. Ntah lah gimana tuuu!”
“Ohh gituuu. Diseragamin donk paswordnya Cin dengan sesuatu
yang sangat kita suka. Contohnya aku, rata-rata paswordku itu adalah MAWAPRES.
Jadi, nggak susa ngingatnya. Tinggal emailnya yang beda.”
“Ohh gituu rahasianyaa.. kita udah tahu ya, Yaa paswordnya
Elis, hahaha,” kata Ella.
““Uun udah wisuda apa belum nih?” tanyaku.
“Belum El. Nggak tahu nih gimana. Pusing kali akuu.”
“Semangat ya Uun! Kerjakan aja yang bisa dikerjakan dulu.”
“Iya yaa Un, kalau nggak bisa ya nggak usah dikerjain.
Hahahaa.”
“Bener tuh!”
“Elisa mau nyambung ke mana lagi setelah ini? S2 ya
pastinya?” tanya Ella akhirnya.
Sebuah jawaban langsung mengalir dari bibirku dan ternyata
itu di luar dugaan Ella. Aku sudah menduga ekspresinya itu.
“Loh? Kok bisa gitu El? Padahal orang sedang heboh-hebohnya
ngejar padahal,” tanya Ella.
Akhirnya, mengalirlah dengan lancar penjelasan panjang lebar
ini. terlalu dini sebenarnya untuk memberitahukan kepada orang lain. Tapi, aku
akui naluri ke-cerewatanku berhasil diusik oleh Ella. Ia mendapatkan penjelasan
lengkap dariku saat ini juga.
“Eemmm..gitu ya Liss. Luar biasa. Intinya, kita nggak boleh
ikut-ikutan. Sekalipun yang kita ikutin itu adalah baik juga sebenarnya,”
simpul Ella.
“Yap, yang baik belum tentu cocok untuk kita Uuun. Kita harus
nanya ke diri kita dulu; ‘Beneran ini yang aku inginkan?’ kalau nggak yakin,
kenapa harus maksakan diri? Ya nggak?” tuturku.
Pertemuan ini sepertinya membuka cakrawala baru bagi Ella. Alhamdulillah,
semoga bermanfaat baginya dan mencerahkan keputusannya dalam hidup ini. Aku pun
lega telah berbagi cerita dan pemikiran sederhana ini.
***
duduk di dalamnya.
“Haiiii…?” kataku sambil menyalami mereka. Melihat mereka
menatapku cukup lama, akhirnya aku
berkata; “Plissss yaa.. jangan ngomentari pipiku lagi. Plisss!” cegahku.
“Nggak kok Lis! Tenang ajaa,” kata Isti.
“Elis kok pipinya makin tembem aja sih?” kata Melia pada
akhirnya.
“Huaaaaaaahhh… padahal belum ada semenit aku antisipasi
tadii.hiksss.”
Melia tertawa melihatku. Tapi, aku segera beralih fokus
ketika melihat pak Suarman ke luar dari dalam ruangan pak Riadi. Aku segera
menunduk dan menyalaminya.
“Ehhhhh… ke mana aja siihh?” tanya pak Sua.
“Nggak ke mana-manaaa Paakk. Di sini-sini aja pakk..hehee. Kan
kemarin nggak nongol-nongol karena tinggal nunggu jadwal ujian aja yang belum
ke luar Pak. Sekarang kan udah.”
“Udah masuk di jadwal besok ni berkas Elisa yaa?” tanyanya.
“Udah Pak.”
“ALHAMDULILLAAAH,” ujarnya, demikian lega.
Melia, Isti, Rona dan yang lainnya menertawaiku, melihat pak
Suarman sedemikian leganya.
“Bapak kemarin pas ada PPG nggak ada ngajak-ngajak Elisaaa,”
rengekku.
“Elisa ituu yang ntah ke manaaa.”
“Malah Aisyah yang Bapak ajaak,” sungutku lagi.
“Aisyah itu nemuin saya. Menyodorkan diri, makanya langsung
saya ajaak.”
“Kan Elisa mikirnya, Bapak bakal langsung ngubungi Elysa
untuk jadi panitia PPG gituuu.”
“Huaaahhhh… Elisa itu kebalikkk. Harusnya Elisa yang nemui
saayaaa. Huahh! Nggak sopan nih mahasiswa yang satu inii,” kata pak Suarman
sambil tertawa lepas.
Begitu pun aku dan semua yang ada di ruangan ini.
“Elis niii ya ampuuuun,” kata mereka.
“Eh, si Dara udah mau nikah loooh!” kata pak Sua.
GLEKKKK. Kenapa harus
tentang dia obrolan selanjutnya?
“Hah? Kok Bapak tahu? Tahu dari mana Pak? Elysa aja nggak
tahuu,” kataku.
“Antena saya kan tinggi, Sa.”
“Iya Mel?” tanyaku kepada Melia.
“Iyaaa.. kabarnya gituu. Tunanganya udah sebulan yang
lalulah kira-kira, El.”
“Bapak kok tiba-tiba ngabari Elisa itu? Jangan-jangan Bapak
mau nyindir Elysa; ‘Kapan Elisa nyusul?’ gitu ya Pak?” tanyaku.
“Haaa…janganlah dulu Sa! Selesaikan SKRIPSI Elisa ini
duluuu. Setelah ini, terserahlah Elisa mau kerja kek, mau merit kek. Dia itu
jadi guru pamong PPLnya anak Pekon sekarang Sa. Pas pula kan sama adik
tingkatnya langsung.”
“Wahh….iya ya Pak. Luar biasa!” tanggapku.
Sejenak, fikiranku menerawang tentang kisah-kasih dalam 2
tahun ini. Tentang luka di bulan Januari, tentang kebencian terpendam sepanjang
tahun 2014. Huh! Rasanya melelahkan mengingat hal itu, meski hanya sebentar
saja.
“Astaghfirullah!” ada sesuatu yang baru saja teringat
olehku. Sesuatu yang beberapa bulan ini ku risaukan dan kalau bisa aku ingin
dihindarkan darinya.
Ku raih segera daftar nama penguji dan mahasiswa yang akan
ujian. Ku lihat 3 nama pengujiku satu per satu. Dan……… Alhamdulillah. Lega. Yang
ku khawatirkan benar-benar diselamatkan oleh-Nya.
“Pak, Alhamdulillah. Penguji Elysa 3 orang dosen ini,”
tunjukku pada pak Sua.
“Alhamdulillah kalau gitu. Doa Elisa terkabul berarti.”
“Apa tuh El memangnya?” tanya Melia. Kepo.
“Ada dehhh.. rahasia kami berduaa,” jawabku dengan centil.
“Huaahhh…ngeri dannnkkk!”
“Eh, Elysa! Tolong bantu saya ngebalas email untuk jadi
reviewer jurnal internasional ini yaa. Mana email Elisa?”
Aku mengetikkan emailku di HP Bapak dan ia memintaku segera
meresponnya. Wahhh… ini kabar baik banget. Jarang-jarang dosen Pekon yang
nerbitin di jurnal internasional bahkan diminta jadi reviewer segala. Subhanallah!
“Pak, Elysa kan terpilih dalam 10 besar Duta Lingkungan kota
Pekanbaru. Nah, besok malam finalnya. Mohon doanya ya Paaak.”
“Iyaa… saya udah tahu kok!”
“HAH? Serius Pak? Tahu dari mana Pak?” tanyaku kegirangan.
“Pasti
dari Riau Pos ya Pak?”
“Dari Riau Pos ataauuuu… emmm… saya baca di mana yaa. Di Facebook
kali ya kemarin tuu.”
“Lah? Kita udah berteman ya Pak memangnya di Facebook? Hehehe.”
“Huuahhh… memang nggak sopan ni anak yaa,” kata pak Suarman
lagi.
Tawaku kali ini semakin pecah saja. Selain karena sangat
bahagia dipedulikan seperti ini oleh dosen sendiri, juga karena aku nggak
nyangka sudah berteman di Facebook dengak pak Sua sehingga keceplosan kayak
gini.
“Nggak usah ditolong aja nanti Pak waktu dia ujiann,” kata
Melia.
“Iya, nanti saya diam aja. Pura-pura nggak dengar waktu dia
sedang disidang. Ahhaa,” kata pak Sua lagi.
Setelah pak Sua pergi, aku pun ikutan pergi. Karena, ada
seminar kewirausahaan yang harus aku ikuti di hotel Grand Cokro. Aku meminta
tolong kepada Melia untuk menyusun berkasku. Bahagianya punya teman yang
pengertian beginii.
***
Cinn…. Udah di TKP?
Kak Elisaaa… udah
datang? Kaka di manaaa?
Sebuah pesan
dari dek Melati dan Lia ku baca di lobi hotel. Aku sedang menunggu meja reseptionist
yang kosong ntah bagaimana ceritanya.
“Mbak,
acara Pemasaran untuk UMKM di mana ya?”
“Oh…di
lantai T ya Mbak. Silahkan ke lift lewat sebelah sinii.”
Aku terkesima
melihat taburan bebatuan di antara lobi dengan ruang tunggu menuju lift ini.
Ada 2 warna bebatuan ini; hitam dan putih, disusun seperti kelokan air dan antic
sekali kesannya. Love it! Sesampainya di lantai T, aku langsung mengisi
formulir dan mengambil snack sebelum masuk ke dalam. Terlihat begitu ramai
sekali pesertanya, mungkin mencapai 400 an orang. Acara sudah berlangsung
ternyata. Aku jalan perlahan sambil terus tersenyum, sementara mataku berusaha
menemukan bangku kosong. Dann… dapat deh! Di deretan bangku tengah, agak ke
depan sedikit.
Kak… sini duduk di
samping Mel! Kosong nih.
Aku langsung
melihat ke arah kanan dan tepat memandang ke arah dek Melati.
Kakak di
sini aja deh Dek. Pantat Kakak berat banget kalau haru pindah lagi.. hehee.
Aku ingin
mencari sensasi baru. Meskipun aku duduk di samping ibu-ibu, tapi nggak masalah
bagiku asal aku bisa fokus dengan ilmu yang disampaikan pembicara. Tapi,
setelah beberapa menit berlalu aku mulai panik. Panik mau jawab apa ketika
ditanya oleh pembicaranya; ‘Kalau Mbak yang ini punya usaha apa?’ huaahhhh…
setiap pembicaranya mengedarkan pandangan, mencari orang yang akan ditanyainya,
aku berusaha menunduk supaya tidak mencuri perhatiannya untuk bertanya padaku. Hiksss.
Kak Lia mana Kak?
Nggak tahu juga Dek.
Mungkin dia ada juga di sini, tapi belum ada ngabarin ajaa. Balasku.
Sebenarnya,
acara ini berlangsung sampai pukul 17.00wib, tapi aku nggak bisa mengikutinya
sampai selesai karena aku harus ke BLH pukul 15.00wib ini. Tapi, syukurlah aku
udah sempat ngobrol dan makan siang bareng Lia ketika ISHOMA. Aku juga sudah
sempat bercerita tentang pak Suarman dan kekonyolan hari ini padanya. See u
grand Cokro!
***
Okta
ngambek karena aku udah duluan ke Sudirman dan kali ini dia sendirian dari
Panam. Wkwkwkw. Sok-sok merajuk pula tuh bocah! Ternyata dia yang pertama kali
sampai di sini dan aku yang kedua. Sambil menunggu yang lainnya, kami duduk
lesehan kayak gembel di depan Aula BLH.
“Ibuuukkk,”
sapa Okta pada salah satu wajah yang sangat akrab itu.
“Ehh,, kok
duduk di situuu? Masuk aja ke dalam Aulanya.”
“Masih
dikunci Buukk.”
“Owalahh..belum
diminta ya kuncinyaa.”
“Belum
Buuu.. nggak tahu di mana mintanyaa,” kata Okta.
Alhamdulillah,
ibu ini sangat baik hati, ia mengambilkan kami kuncinya dan membukakan pintu
untuk kami. Makasih ya Buuukkk. Sudah ada kak Nova dan Putri juga sekarang. Okta
mengajari Putri berjalan dengan high heel yang baru dibeli oleh Putri setinggi
12cm itu. huahhh.. aku dan Nova hanya tertawa geli menyaksikan kehebohan mereka
berdua.
“Nova
setinggi apa heelsnya?” tanyaku.
“Nggak
terlalu tinggi kok El. Ini!” tunjuknya pada heels berkilauan di dekat kakinya.
“Wahhh..cantik.
nggak apa-apa deh nggak terlalu tinggi, yang penting Nova nyaman makenya. Itu yang
terpenting Va..”
“Iya Liss.”
Setelah bang
Angga dan mbak Dinda datang, kami diberi pemaparan tentang teknis pose dan
catwalk terlebih dahulu sebelum akhirnya praktek di halaman belakang kantor BLH
ini. Latihan semakin seru setelah ke-17 nominator lengkap hadir di sini.
“Bang,
Elisa kan pakai wedges nih, nggak apa-apa kan Bang?” tanyaku pada bang Angga
karena aku merasa berbeda sendiri dari yang lainnya.
“Nggak
masalah kok. Mana yang nyaman aja,” kata bang Angga.
Ah, lega
sekali. Aku memang nyaman sekali dengan sepatu ini. Eitsss, ini sepatunya Okta
loh! Ahhaa. Sepatu yang sering banget dia pakai untuk ngajarin orang untuk
catwalk. Haha. Daripada ditinggalinya di BEM dan digigit tikus ntar, mending
aku bawa pulang aja kan? Hehee.
“Ingat ya, kalian
akan menjadi pusat perhatian seluruh penonton besok. Jadi, jangan sampai
melakukan gerakan yang aneh dan nggak yakin. Karena, gerakan kecil itu akan
terlihat jelas oleh penonton,” kata mbak Dinda.
“Namanya
aja catwalk, jalan kucing, makanya yang perempuan harus belajar jalan dalam
satu garis. Lihat kucing, dia kan jalannya cantik tuh!” kata bang Angga.
DEGGG! Aku
baru ngeh kalau kucing itu jalannya
cantik. Huahhhh…baru nyadar nih!
“Eh, Nova,
kalau gitu, ini pun bisa disebut Jalan Harimau lah. Kan Harimau sama kayak
kucing cara jalannya kan?” aku mulai ngawur.
“Hhaha..jadi,
Tigerwalk gitu Lis? Hahaa.. Harimau kan sereeem,” kata Nova.
“Hhaaaahhaa.”
*ini si Nova malah nanggapin pulak? Udah tahu akunya sedang hang gini. Hihii.
Sore ini
penuh kesan. Masing-masing kami terkesan dengan jalannya proses persiapan ini
dan juga sosok-sosok bersahabat yang kami temui. Kami sadar bahwa kebanyakan
dari kami tidak bisa berjalan ala model karena latar belakang yang tidak
menunjang, tapi kami punya sahabat yang mau mengajari kami dengan sabar tanpa
berbangga diri. ^_^ satu senyuman untuk sore ini!
***
Aku buru-buru
pergi meninggalkan BLH segera setelah latihan selesai. Okta pun ku tinggal
karena aku harus buru-buru ngajar malam ini. Di perempatan lampu merah SKA, aku
menyempatkan diri memotret keindahan petang pada detik ke 32, 30 dan 28. Bersyukur
sekali rasanya karena dianugerahi seutuh hati yang selalu sadar terhadap
keindahan dan juga sepasang mata yang senantiasa mampu memaknai keindahan-Nya. Setelah
lampu hijau menyala, aku langsung menarik pedal gas. Menerabas hiruk-pikuk
jalanan demi segera sampai ke tujuan.
“Indahhh…
doain Anteee yaa… Ante besok malam final pemilihan Duta Lingkungan loh!”
“Pas ya Ntee..besok
memang nggak les kita. Indah doakan Ante menang yaaa.”
“Menangnya
juara berapa nih? Biasanya doa Indah ini terkabul.”
“Indah
doakan Ante dapat juara 1 yaaa.”
“Makasih
Indaaahhh.”
Aku sangat
menyadari bahwa yang ku butuhkan saat
ini adalah doa-doa SUCI dan TULUS dari semua orang. Karena Doa adalah penenang
jiwa, pelembut hati dan pembuka jalan. Tunjuki aku jalan lurus-Mu ya Allah…aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar