Rabu, 25 November 2015

Berterimakasihlah kepada Mereka yang Peduli



“Aaduuuuuuuuuuuuhhhhhh! Ya Allaahhhhhhhhhhhhhh..!” teriakku sambil memegang betis. Seperti ada gumpalan di betis yang mengeras dan bergerak semakin ke atas. Otot betisku serasa sedang dipilin saja. Ku tekuk kakiku sampai meringkuk, demi mencegahnya menjalar tak terkendali.
“Aduuuuuuuuuhhh!” aku masih mengaduh. Sakitnya benar-benar tak tertanggungkan. Kucing yang tidur di sebelahku pun sampai terbangung karena suara gaduhku. Mataku masih tertutup, hanya rautku yang meringis.
Perlahan… aku kembali tak sadarkan diri. Rasa sakit tadi perlahan mereda sementara badanku masih ku ringkuk.


***
Pagi ini aku menulis diary untuk tanggal 12 dan 24 November kemarin. Huahhhh… banyak yang belum terselesaikan ternyata. Me of The Day-ku bolong-bolong, hiksss. Hari ini tidak ada jadwal latihan lagi di BLH, aku tinggal mempersiapkan diri untuk besok saja.
“Ya Allah, ternyata besok ya? Nggak terasa…. Nggak nyangkaaa.”
Keasyikan menulis membuatku tak sadar akan waktu. Ternyata udah jam 9.00wib sekarang.
“Elll? Nanti bisa ngantarkan Fajri?” tanya kak Dewi yang melintas di tempat jemuran, di samping kamarku.
“Emmmm..belum pasti Kak. Sebentar lagi kan El mau pergi, kalau El sempat pula jam 12 nanti akan El antar Fajri. Tapi, kalau El nggak sempat, berarti El nggak bisa ngaterin ya Kak.”
“Oh yaa lah Ell.”
Aku mematikan laptop dan berniat merapikan kamar yang udah mirip kapal Titanik yang karam begini. Eh, pas megang perut, ternyata udah bergelambir bangeeettt. Hiksss. Aku harus olahraga! Akhirnya ku nyalakan lagi laptopku dan ku nyalakan video aerobic ala OCD. Huahhhhhhhh…mungkin karena udah berbulan-bulan lamanya nggak aerobikan, badanku terasa kaku banget. Ini benar-benar menyiksa! Aku harus kembali terbiasa supaya badan tidak lagi rasa tersiksa dan terpaksa.

“Heeemmmm.. ntar-ntar aja deh ngerapiin kamarnya!” kataku akhirnya.
Setelah aerobic, aku istirahat sejenak, mandi lalu pergi. Tujuanku adalah sarapan di warung langganan. Meskipun agak menyangsikan sarapan, tapi kesehatanku sangat mahal dan jauh lebih penting untuk dipenuhi hak-haknya. Aku memilih sarapan dengan suwiran 3 bakwan dan siraman kuah pecal di atasnya. Biasanya sih 3 gorengan gini udah plus dengan pecal juga, hehee.
“Uuunn!” sapa seorang wantia yang baru saja turun dari motornya.
“Heyyy Unnnn!” aku tahu, dia adalah Ela. Nah, ini nih yang aneh dari kami berdua; sama-sama memanggil dengan ‘Un’ padahal punya nama yang beda. Hahaa.
“Ya ampuun Unnn, kok makin gemuk aja Unnn?” tanyanya.
Hemmmm… ini adalah pertanyaan yang udah ke 1001 kalinya sepertinya.
“Iya nih Uuunn..nggak tertolong lagi nampaknya. Hiksss. Eh, emangnya kemarin belum segemuk ini? kan kita belum lama juga kemarin ketemunya.”
“Nggak! Nggak segemuk ini Uuunn. Ini kok udah genduuut gini? Makin tenang aja kayaknya.”
“Aamiin ya Allah.”
“Jadi, sibuk apa apa sekarang Unnn?” tanya Ella, tap belum sempat ku jawab, dia sudah melanjutkan lagi pertanyaannya, “Masih nulis Unn?”
“Masih,” ku jawab cepat. “Menulis itu selalu Ciin.”
“Nulis apa sekarang?”
“Apapun ku tulis Unnn.. semua yang namanya tulisan, aku mencintainya. Eyaaakkk!”
“Iyaaa… postingan blognya ramee bangett yaa!” kata temannya Uun yang ternyata menu sarapannya sama denganku.
“Eh, kok tahu? Tahu darimana Ciin?”
“Lihat di FB, banyak banget. Kereen!”
“Namamu siapa Cin?”
“Yaya.”

Ya Allah, maaf aku baru mengenalnya sekarang. Terimakasih ya Allah. Aku selalu terharu dan merasa surprise banget ketika bertemu dengan orang-orang memperhatikanku dan mengenalku padahal aku nggak segitunya ke dia. Rasanyaaa.. sesuatuuuu banget. Dan, aku akan sangat menyambut mereka.
“Yaya ini pinter nulis juga loh Un. Tapi dia nggak mau ngepost di blognya.”
“hahaa.. paswordnya aja udah lupa,” kata Yaya.
“Iya loh Un, aku punya blog juga, baru sehari udah lupa paswordnya. Ntah lah gimana tuuu!”
“Ohh gituuu. Diseragamin donk paswordnya Cin dengan sesuatu yang sangat kita suka. Contohnya aku, rata-rata paswordku itu adalah MAWAPRES. Jadi, nggak susa ngingatnya. Tinggal emailnya yang beda.”
“Ohh gituu rahasianyaa.. kita udah tahu ya, Yaa paswordnya Elis, hahaha,” kata Ella.
““Uun udah wisuda apa belum nih?” tanyaku.
“Belum El. Nggak tahu nih gimana. Pusing kali akuu.”
“Semangat ya Uun! Kerjakan aja yang bisa dikerjakan dulu.”
“Iya yaa Un, kalau nggak bisa ya nggak usah dikerjain. Hahahaa.”
“Bener tuh!”
“Elisa mau nyambung ke mana lagi setelah ini? S2 ya pastinya?” tanya Ella akhirnya.

Sebuah jawaban langsung mengalir dari bibirku dan ternyata itu di luar dugaan Ella. Aku sudah menduga ekspresinya itu.
“Loh? Kok bisa gitu El? Padahal orang sedang heboh-hebohnya ngejar padahal,” tanya Ella.
Akhirnya, mengalirlah dengan lancar penjelasan panjang lebar ini. terlalu dini sebenarnya untuk memberitahukan kepada orang lain. Tapi, aku akui naluri ke-cerewatanku berhasil diusik oleh Ella. Ia mendapatkan penjelasan lengkap dariku saat ini juga.
“Eemmm..gitu ya Liss. Luar biasa. Intinya, kita nggak boleh ikut-ikutan. Sekalipun yang kita ikutin itu adalah baik juga sebenarnya,” simpul Ella.
“Yap, yang baik belum tentu cocok untuk kita Uuun. Kita harus nanya ke diri kita dulu; ‘Beneran ini yang aku inginkan?’ kalau nggak yakin, kenapa harus maksakan diri? Ya nggak?” tuturku.
Pertemuan ini sepertinya membuka cakrawala baru bagi Ella. Alhamdulillah, semoga bermanfaat baginya dan mencerahkan keputusannya dalam hidup ini. Aku pun lega telah berbagi cerita dan pemikiran sederhana ini.

***
Ketika memasuki Prodi, aku mendapati Isti dan Melia sedang
duduk di dalamnya.
“Haiiii…?” kataku sambil menyalami mereka. Melihat mereka menatapku cukup lama, akhirnya  aku berkata; “Plissss yaa.. jangan ngomentari pipiku lagi. Plisss!” cegahku.
“Nggak kok Lis! Tenang ajaa,” kata Isti.
“Elis kok pipinya makin tembem aja sih?” kata Melia pada akhirnya.
“Huaaaaaaahhh… padahal belum ada semenit aku antisipasi tadii.hiksss.”
Melia tertawa melihatku. Tapi, aku segera beralih fokus ketika melihat pak Suarman ke luar dari dalam ruangan pak Riadi. Aku segera menunduk dan menyalaminya.
“Ehhhhh… ke mana aja siihh?” tanya pak Sua.
“Nggak ke mana-manaaa Paakk. Di sini-sini aja pakk..hehee. Kan kemarin nggak nongol-nongol karena tinggal nunggu jadwal ujian aja yang belum ke luar Pak. Sekarang kan udah.”
“Udah masuk di jadwal besok ni berkas Elisa yaa?” tanyanya.
“Udah Pak.”
“ALHAMDULILLAAAH,” ujarnya, demikian lega.

Melia, Isti, Rona dan yang lainnya menertawaiku, melihat pak Suarman sedemikian leganya.
“Bapak kemarin pas ada PPG nggak ada ngajak-ngajak Elisaaa,” rengekku.
“Elisa ituu yang ntah ke manaaa.”
“Malah Aisyah yang Bapak ajaak,” sungutku lagi.
“Aisyah itu nemuin saya. Menyodorkan diri, makanya langsung saya ajaak.”
“Kan Elisa mikirnya, Bapak bakal langsung ngubungi Elysa untuk jadi panitia PPG gituuu.”
“Huaaahhhh… Elisa itu kebalikkk. Harusnya Elisa yang nemui saayaaa. Huahh! Nggak sopan nih mahasiswa yang satu inii,” kata pak Suarman sambil tertawa lepas.
Begitu pun aku dan semua yang ada di ruangan ini.
“Elis niii ya ampuuuun,” kata mereka.
“Eh, si Dara udah mau nikah loooh!” kata pak Sua.
GLEKKKK. Kenapa harus tentang dia obrolan selanjutnya?
“Hah? Kok Bapak tahu? Tahu dari mana Pak? Elysa aja nggak tahuu,” kataku.
“Antena saya kan tinggi, Sa.”
“Iya Mel?” tanyaku kepada Melia.
“Iyaaa.. kabarnya gituu. Tunanganya udah sebulan yang lalulah kira-kira, El.”
“Bapak kok tiba-tiba ngabari Elisa itu? Jangan-jangan Bapak mau nyindir Elysa; ‘Kapan Elisa nyusul?’ gitu ya Pak?” tanyaku.

“Haaa…janganlah dulu Sa! Selesaikan SKRIPSI Elisa ini duluuu. Setelah ini, terserahlah Elisa mau kerja kek, mau merit kek. Dia itu jadi guru pamong PPLnya anak Pekon sekarang Sa. Pas pula kan sama adik tingkatnya langsung.”
“Wahh….iya ya Pak. Luar biasa!” tanggapku.
Sejenak, fikiranku menerawang tentang kisah-kasih dalam 2 tahun ini. Tentang luka di bulan Januari, tentang kebencian terpendam sepanjang tahun 2014. Huh! Rasanya melelahkan mengingat hal itu, meski hanya sebentar saja.
“Astaghfirullah!” ada sesuatu yang baru saja teringat olehku. Sesuatu yang beberapa bulan ini ku risaukan dan kalau bisa aku ingin dihindarkan darinya.
Ku raih segera daftar nama penguji dan mahasiswa yang akan ujian. Ku lihat 3 nama pengujiku satu per satu. Dan……… Alhamdulillah. Lega. Yang ku khawatirkan benar-benar diselamatkan oleh-Nya.
“Pak, Alhamdulillah. Penguji Elysa 3 orang dosen ini,” tunjukku pada pak Sua.
“Alhamdulillah kalau gitu. Doa Elisa terkabul berarti.”
“Apa tuh El memangnya?” tanya Melia. Kepo.
“Ada dehhh.. rahasia kami berduaa,” jawabku dengan centil.
“Huaahhh…ngeri dannnkkk!”
“Eh, Elysa! Tolong bantu saya ngebalas email untuk jadi reviewer jurnal internasional ini yaa. Mana email Elisa?”

Aku mengetikkan emailku di HP Bapak dan ia memintaku segera meresponnya. Wahhh… ini kabar baik banget. Jarang-jarang dosen Pekon yang nerbitin di jurnal internasional bahkan diminta jadi reviewer segala. Subhanallah!
“Pak, Elysa kan terpilih dalam 10 besar Duta Lingkungan kota Pekanbaru. Nah, besok malam finalnya. Mohon doanya ya Paaak.”
“Iyaa… saya udah tahu kok!”
“HAH? Serius Pak? Tahu dari mana Pak?” tanyaku kegirangan.
“Pasti dari Riau Pos ya Pak?”
“Dari Riau Pos ataauuuu… emmm… saya baca di mana yaa. Di Facebook kali ya kemarin tuu.”
“Lah? Kita udah berteman ya Pak memangnya di Facebook? Hehehe.”
“Huuahhh… memang nggak sopan ni anak yaa,” kata pak Suarman lagi.
Tawaku kali ini semakin pecah saja. Selain karena sangat bahagia dipedulikan seperti ini oleh dosen sendiri, juga karena aku nggak nyangka sudah berteman di Facebook dengak pak Sua sehingga keceplosan kayak gini.
“Nggak usah ditolong aja nanti Pak waktu dia ujiann,” kata Melia.
“Iya, nanti saya diam aja. Pura-pura nggak dengar waktu dia sedang disidang. Ahhaa,” kata pak Sua lagi.
Setelah pak Sua pergi, aku pun ikutan pergi. Karena, ada seminar kewirausahaan yang harus aku ikuti di hotel Grand Cokro. Aku meminta tolong kepada Melia untuk menyusun berkasku. Bahagianya punya teman yang pengertian beginii.

***
Cinn…. Udah di TKP?
Kak Elisaaa… udah datang? Kaka di manaaa?
Sebuah pesan dari dek Melati dan Lia ku baca di lobi hotel. Aku sedang menunggu meja reseptionist yang kosong ntah bagaimana ceritanya.
“Mbak, acara Pemasaran untuk UMKM di mana ya?”
“Oh…di lantai T ya Mbak. Silahkan ke lift lewat sebelah sinii.”
Aku terkesima melihat taburan bebatuan di antara lobi dengan ruang tunggu menuju lift ini. Ada 2 warna bebatuan ini; hitam dan putih, disusun seperti kelokan air dan antic sekali kesannya. Love it! Sesampainya di lantai T, aku langsung mengisi formulir dan mengambil snack sebelum masuk ke dalam. Terlihat begitu ramai sekali pesertanya, mungkin mencapai 400 an orang. Acara sudah berlangsung ternyata. Aku jalan perlahan sambil terus tersenyum, sementara mataku berusaha menemukan bangku kosong. Dann… dapat deh! Di deretan bangku tengah, agak ke depan sedikit.
Kak… sini duduk di samping Mel! Kosong nih.
Aku langsung melihat ke arah kanan dan tepat memandang ke arah dek Melati.

Kakak di sini aja deh Dek. Pantat Kakak berat banget kalau haru pindah lagi.. hehee.
Aku ingin mencari sensasi baru. Meskipun aku duduk di samping ibu-ibu, tapi nggak masalah bagiku asal aku bisa fokus dengan ilmu yang disampaikan pembicara. Tapi, setelah beberapa menit berlalu aku mulai panik. Panik mau jawab apa ketika ditanya oleh pembicaranya; ‘Kalau Mbak yang ini punya usaha apa?’ huaahhhh… setiap pembicaranya mengedarkan pandangan, mencari orang yang akan ditanyainya, aku berusaha menunduk supaya tidak mencuri perhatiannya untuk bertanya padaku. Hiksss.
Kak Lia mana Kak?
Nggak tahu juga Dek. Mungkin dia ada juga di sini, tapi belum ada ngabarin ajaa. Balasku.
Sebenarnya, acara ini berlangsung sampai pukul 17.00wib, tapi aku nggak bisa mengikutinya sampai selesai karena aku harus ke BLH pukul 15.00wib ini. Tapi, syukurlah aku udah sempat ngobrol dan makan siang bareng Lia ketika ISHOMA. Aku juga sudah sempat bercerita tentang pak Suarman dan kekonyolan hari ini padanya. See u grand Cokro!

***

Okta ngambek karena aku udah duluan ke Sudirman dan kali ini dia sendirian dari Panam. Wkwkwkw. Sok-sok merajuk pula tuh bocah! Ternyata dia yang pertama kali sampai di sini dan aku yang kedua. Sambil menunggu yang lainnya, kami duduk lesehan kayak gembel di depan Aula BLH.
“Ibuuukkk,” sapa Okta pada salah satu wajah yang sangat akrab itu.
“Ehh,, kok duduk di situuu? Masuk aja ke dalam Aulanya.”
“Masih dikunci Buukk.”
“Owalahh..belum diminta ya kuncinyaa.”
“Belum Buuu.. nggak tahu di mana mintanyaa,” kata Okta.
Alhamdulillah, ibu ini sangat baik hati, ia mengambilkan kami kuncinya dan membukakan pintu untuk kami. Makasih ya Buuukkk. Sudah ada kak Nova dan Putri juga sekarang. Okta mengajari Putri berjalan dengan high heel yang baru dibeli oleh Putri setinggi 12cm itu. huahhh.. aku dan Nova hanya tertawa geli menyaksikan kehebohan mereka berdua.
“Nova setinggi apa heelsnya?” tanyaku.
“Nggak terlalu tinggi kok El. Ini!” tunjuknya pada heels berkilauan di dekat kakinya.
“Wahhh..cantik. nggak apa-apa deh nggak terlalu tinggi, yang penting Nova nyaman makenya. Itu yang terpenting Va..”
“Iya Liss.”

Setelah bang Angga dan mbak Dinda datang, kami diberi pemaparan tentang teknis pose dan catwalk terlebih dahulu sebelum akhirnya praktek di halaman belakang kantor BLH ini. Latihan semakin seru setelah ke-17 nominator lengkap hadir di sini.
“Bang, Elisa kan pakai wedges nih, nggak apa-apa kan Bang?” tanyaku pada bang Angga karena aku merasa berbeda sendiri dari yang lainnya.
“Nggak masalah kok. Mana yang nyaman aja,” kata bang Angga.
Ah, lega sekali. Aku memang nyaman sekali dengan sepatu ini. Eitsss, ini sepatunya Okta loh! Ahhaa. Sepatu yang sering banget dia pakai untuk ngajarin orang untuk catwalk. Haha. Daripada ditinggalinya di BEM dan digigit tikus ntar, mending aku bawa pulang aja kan? Hehee.
“Ingat ya, kalian akan menjadi pusat perhatian seluruh penonton besok. Jadi, jangan sampai melakukan gerakan yang aneh dan nggak yakin. Karena, gerakan kecil itu akan terlihat jelas oleh penonton,” kata mbak Dinda.
“Namanya aja catwalk, jalan kucing, makanya yang perempuan harus belajar jalan dalam satu garis. Lihat kucing, dia kan jalannya cantik tuh!” kata bang Angga.
DEGGG! Aku baru ngeh kalau kucing itu jalannya cantik. Huahhhh…baru nyadar nih!
“Eh, Nova, kalau gitu, ini pun bisa disebut Jalan Harimau lah. Kan Harimau sama kayak kucing cara jalannya kan?” aku mulai ngawur.
“Hhaha..jadi, Tigerwalk gitu Lis? Hahaa.. Harimau kan sereeem,” kata Nova.
“Hhaaaahhaa.” *ini si Nova malah nanggapin pulak? Udah tahu akunya sedang hang gini. Hihii.
Sore ini penuh kesan. Masing-masing kami terkesan dengan jalannya proses persiapan ini dan juga sosok-sosok bersahabat yang kami temui. Kami sadar bahwa kebanyakan dari kami tidak bisa berjalan ala model karena latar belakang yang tidak menunjang, tapi kami punya sahabat yang mau mengajari kami dengan sabar tanpa berbangga diri. ^_^ satu senyuman untuk sore ini!

***
Aku buru-buru pergi meninggalkan BLH segera setelah latihan selesai. Okta pun ku tinggal karena aku harus buru-buru ngajar malam ini. Di perempatan lampu merah SKA, aku menyempatkan diri memotret keindahan petang pada detik ke 32, 30 dan 28. Bersyukur sekali rasanya karena dianugerahi seutuh hati yang selalu sadar terhadap keindahan dan juga sepasang mata yang senantiasa mampu memaknai keindahan-Nya. Setelah lampu hijau menyala, aku langsung menarik pedal gas. Menerabas hiruk-pikuk jalanan demi segera sampai ke tujuan.
“Indahhh… doain Anteee yaa… Ante besok malam final pemilihan Duta Lingkungan loh!”
“Pas ya Ntee..besok memang nggak les kita. Indah doakan Ante menang yaaa.”
“Menangnya juara berapa nih? Biasanya doa Indah ini terkabul.”
“Indah doakan Ante dapat juara 1 yaaa.”
“Makasih Indaaahhh.”
Aku sangat menyadari  bahwa yang ku butuhkan saat ini adalah doa-doa SUCI dan TULUS dari semua orang. Karena Doa adalah penenang jiwa, pelembut hati dan pembuka jalan. Tunjuki aku jalan lurus-Mu ya Allah…aamiin.

Tidak ada komentar: