MENULIS adalah AKU; caraku beristirahat, caraku memaafkan, caraku mencintai dan caraku hidup abadi.
Kamis, 31 Desember 2015
Inspirasi: Cowok sholeh ada di mana-mana
Di acara pesta pernikahan...
“Ciiiinnn… Kakaknya cantik banget kan?” kata Lia.
“Iyaaa Cin.. Cantik dan ganteng. Cocok banget deh! Kakak itu
pun jilbabnya dalam ya Cinn.”
“Iyaa. Dan, nampaknya mereka pun cuma pakai 1 konstum itu
aja ya? Nggak perlu pakai konde yang terlalu berlebihan ya Cin, cukup jilbab
dan selendang pun udah cantik banget Kakaknyaa.”
“Iyaa, persis banget kayak bidadari syurgaaaa, apalagi
mereka sama-sama pakai baju putih kayak gitu. Cin, aku menyimpulkan sesuatu;
Ternyata, cowok dan cewek sholeh itu
mereka ada di mana-mana, tugas kita adalah memperluas silaturahmi sehingga
siapa tahu salah satu dari orang-orang sholeh itu memilih kita. Sihiiyyy,”
kataku.
“Yuhuuuu.. aamiin.”
Rabu, 30 Desember 2015
Hinga kau kembali ingat dan bertanya
“Cin, Ciiinn… yuk makan! Udah jam
setengah 5.”
Aku membuka mata dan mendapai Lia
duduk di samping kananku. Setelah mencuci muka, aku segera menyantap makanan
sepiring berdua dengan Lia. Lia berniat membayar hutang puasanya hari ini
sedangkan aku hanya ingin bareng ‘sarapan’ dengannya.
“Berapa lagi hutang puasamu Cin?”
tanyaku.
“Dengan hari ini, berarti tinggal
3 lagi Cin. Aku kan hutangnya 9 hari kemarin.”
“Weewww..banyak juga yaa!”
“Makanya mau dituntasin sebelum berganti
tahun nih Cin! Hutangmu udah lunas semuanya ya?” tanya Lia.
“Udah sejak kemarin Ciiiinn,”
jawabku. Tapi, mendadak aku menyadari sesuatu yang terlupa. “Eh, aku kan nggak
ada hutang puasa kemarin Cin! Ah, baru ingat aku Cin! Kemarin kan 2 bulan lebih
aku nggak normal. Hehe.”
“Ohh…iya yaa. Enaklah nggak ada
hutangmu.”
“Alhamdulillah. Tahun
keberuntungan mungkin Cin. Hehee.”
aku jadi teringat lagi dengan
Rini dan bernostalgia tentang kenangan bersama Rini dengan menceritakannya
kepada Lia.
Aku hampir ke ujung
Inspirasi: Diskusi tentang Tuhan
Dan… benar saja, ternyata hujan pun mulai turun, setelah
kami melewati pasar Kuok. Aku terus melaju, membawa Lia menerabas rinai hujan.
Segala sesuatunya sudah aman, tidak khawatir lagi akan air hujan karena kami
sudah bermantel.
“Cin, mari kita berdiskusi tentang Tuhan!” ajakku.
“Allah?”
“Iya Ciin.”
“Mari!”
Mulailah kami berdiskusi tentang segala hal yang berhubungan dengan priritas hidup, relativitas penilaian manusia, relativitas benar-salah versi manusia, hingga bagaimana caranya meraih syurga.
“Menurutku Cin, kita hanya bersaing dengan diri kita
sendiri. Kita hanya harus menjadi versi yang terbaik dari diri kita. Karena,
rasanya tidak adil kalau standarnya adalah standar umum. Masak kita yang sehat
dan masih muda kayak gini ibadahnya disamakan dengan mereka yang nggak punya
kaki dan terbatas? Ya kan? Hemmm.. yang jelas, Syurga itu banyak pintu masuknya
dan Syurga itu ada banyak tingkatannya,” jelas Lia.
Aku manggut-manggut dan tersenyum. Mataku berbinar,
segalanya terasa jauh lebih cerah sekarang. Terimakasih wahai sahabat. Menjadi
sahabatmu adalah kemewahan bagi hidupku. Alhamdulillah.
Selasa, 29 Desember 2015
Lengkap dan Genap
Nasehat: Waktu tak selalu mengubah segalanya
Setelah sholat Isya…
“Cin, aku menyimpulkan sesuatu
hari ini,” kataku.
“Apa tu?”
“Ternyata, waktu tak selalu mengubah
segalnya. Ada kalanya waktu hanya memperjelas/memperkuat/meningkatkan dan ada
kalanya waktu hanya memudarkan/menurunkan/melemahkan suatu keadaan. Contohnya
temanku yang nggak sengaja ketemu denganku tadi. Sejak pertama kali ketemu
dulu, sampai saat ini, kok rasanya dia nggak ada perubahan juga Cin; tetap suka
bercanda nggak penting dan kadang nyakitin juga, terus kadang juga dia masih
suka ngejek-ngejek orang. Aku kasihan banget loh Cin ngelihat teman yang kayak
gitu. Kasihan banget karena hidupnya kok merugi dan nggak meningkat gitu?”
“Iya yaaa Ciiiinnn.”
“Kasihan kan dia. Gayangnya
sekarang makin WOW aja, padahal ntah gimana kehidupan orang tuanya di kampung
sana, kita pun nggak tahu apakah memang benar mampu atau nggak.”
“Iyaaa. Bener tuh! Kadang, ada
orang-orang yang memang terbiasa dan dibiasakan oleh keluarganya yang seleranya
tinggi Cin.”
Senin, 28 Desember 2015
Belajar Beridiri
Kau sempat ingin berubah
menjadi sifat yang lebih sempurna, tak mengkhianati kodrat
waktu itu aku hanya diam
karena menurutku tidak ada yang salah dengan kodratmu
segala sesuatunya normal dan harmonis menurutku
Ada banyak kelebihan dalam dirimu yang disadari orang lain
yang mungkin secara sengaja mengamatimu
tapi kamu sering lupa pada dirimu sendiri
kamu tahu dek?
kehilangan diri sendiri adalah kehilangan yang paling menyedihkan
Kembali temukan dirimu yang sepenuhnya dirimu
jangan hiraukan suara sumbang yang datang
tetaplah pergi dengan segala hati dan segenap diri
kamu akan temukan dirimu semurni pagi.
menjadi sifat yang lebih sempurna, tak mengkhianati kodrat
waktu itu aku hanya diam
karena menurutku tidak ada yang salah dengan kodratmu
segala sesuatunya normal dan harmonis menurutku
Ada banyak kelebihan dalam dirimu yang disadari orang lain
yang mungkin secara sengaja mengamatimu
tapi kamu sering lupa pada dirimu sendiri
kamu tahu dek?
kehilangan diri sendiri adalah kehilangan yang paling menyedihkan
Kembali temukan dirimu yang sepenuhnya dirimu
jangan hiraukan suara sumbang yang datang
tetaplah pergi dengan segala hati dan segenap diri
kamu akan temukan dirimu semurni pagi.
untuk dek Romi yang mulai belajar berdiri,
2016
Nasehat: Memuji orang, tak membuatmu berkurang
Ketika aku mau menyalakan motor,
terdengar panggilan dari seorang wanita…
“Buk Dutaaa! Bukk!”
Ketika aku menoleh ke kiri, eh
ternyata ada Vio di sana. Aku segera mendekatinya dan menyalaminya. Surprise
banget ketika dengar bahwa Vio pengen mendaki gunung Talang bersama
teman-temannya.
“Berapa bayarannya Cin?” tanyaku.
“Rp 400.000 El.”
“Huhuuuhuu.. bisa untuk aku bayar
ujian nanti tuh Cin! Hiksss.. kapan-kapan aja deh aku nyusul ndakinya. Ehhee.”
“Cin, kadang aku merasa sangat takjub dengan
orang-orang HEBAT yang mau memujiku, padahal aku bukan siapa-siapa kalau
dibandingkan dengan dia. Betapa rendah hati kan dia Cin? Karena aku percaya,
hanya mereka yang mampu menaklukkan egonya lah yang mampu memuji orang lain
dengan tulus hati.
Aku teringat kalimatku semalam yang ku utarakan
kepada Lia. bukan hanya dengan Vio, aku sering dibuat takjub oleh orang-orang
luar biasa nan rendah hati di sekitarku. Semoga aku bisa belajar banyak dari
mereka supaya menjadi orang baik. Aamiin. Minggu, 27 Desember 2015
Memilih apa yang terpilih
Nasehat: Keutamaan menahan marah
Ketika berbicara tentang amarah...
“Cin, aku teringat dengan hadist
Rosulullah tentang keutamaan menahan amarah yang sama pentingnya kayak
menghormati ibu, karena hadistnya diulang sampai 3 kali Cin. Laa taghdhob, jangan marah. Seorang
sahabat meminta nasehat ketika bertemu Rosulullah; ‘Ya Rosulullah, berikan aku
nasehat’ dan dijawab oleh Rosulullah; ‘Laa Taghdhob,” 3 kali Cin. Luar biasa
kan berarti keutamaan menahan marah tu?” jelasku.
“Waahhh…iya yaa Cin.”
Sabtu, 26 Desember 2015
Tepat waktulah pada Pemilik janji
Sampai Ia Berkata IYA kepada Dirinya
Motor melaju dalam kemudiku…
“Ini kita udah sampai desa apa
Cin?”
“Koto Tuo.”
“Koto Tuo? Ini kan tempat KKNnya
Bang *** kan?”
“Iyeeee.”
“Walaupun orangnya udah nggak di
sini lagi, tapi kok rasanya senang banget ya Cin walaupun cuma ngelewati
desanya aja? hehe. Lobay kan?”
“Sihiyyyyyyy.. walaupun dia nggak
ada, tapi seolah-olah masih ada ya Cin?”
“Yuhuuuu. Eh, Abang tu kan
perokok Cin. Jadi, aku tu udah nawarin dia minum kopi Radix. Kan bisa berguna
juga tuh untuk mengurangi tingkat kecanduannya. Tapi, dia malah jawabnya gini; ‘Emmm…
Gitu ya Lis? Tapi, Abang belum ingin dulu untuk sekarang’, artinya, secara
sadar dia tu memilih untuk nggak menyembuhkan dirinya sesegera mungkin kan Cin?”
Nasehat: Sadar lewat Kebaikan orang
Aku jadi teringat lagi dengan
Rini dan bernostalgia tentang kenangan bersama Rini dengan menceritakannya
kepada Lia.
“…intinya Cin, Rini itu adalah
orang yang nggak butuh orang yang bersalah kepadanya meminta maaf kepadanya.
Dia udah memaafkan orang itu sebelum orang yang bersangkutan minta maaf. Mulia
banget kan Cin? Setelah bertahun-tahun sekamar sama Rini, aku baru sadar kalau
aku ini jahat banget. Kadang itulah yaa, kita justru tersadarkan bahwa diri
kita ini jahat lewat kebaikan orang lain kepada kita. Benarlah kalau ada yang
bilang; ‘Dibalik suami yang sukses, ada perempuan yang hebat’, nah kalau aku
dan Rini gini kalimatnya; ‘Dibalik sosok yang sukses, ada teman sekamar yang
hebat!’. Hehe.”
“Waaahhh… iya yaaa Cin. Bener
banget tuuuhhhh! Luar biasa banget si Cin Rini tu yaaa.”
“Iya Cin. 80% dari kesuksesanku
itu ya karena dia udah melengkapiku Cin. Aku nol besar deh kalau nggak ada dia
Cin. Pengen banget suatu hari nanti ku tulis di FB atau Instagram tentang Rini;
‘Rin, aku Rindu dengan keajaiban bersamamu. Aku rindu ketika aku pergi, kosan
dalam keadaan berantakan dan ketika aku kembali semuanya udah bersih. Aku rindu
ketika kamu selalu setia duduk di motorku untuk ikut ke mana pun aku pergi. Aku
rindu untuk bercerita konyol ke Rini dan dia nggak pernah marah. Pokoknya aku
kangen semua keajaiban ketika aku bersamanya , Ciiiin.”
Jumat, 25 Desember 2015
Tuhan adalah Penulis
Inspirasi: Pidato Kematian
Pukul 13.45wib, acara dimulai
kembali. Aku dan Yoga membuka dengan salam dan sedikit arahan tentang Pidato Kematian yang harus
ditulis oleh seluruh peserta. Barulah
kesempatan sepenuhnya kami serahkan kepada bang Wira.
“…andaikan saat ini jenazah anda
sudah terbujur kaku, namun Allah memberikan keajaiban kepada anda untuk
menyampaikan kalimat-kalimat terakhir anda, apakah anda akan membacakan pidato
yang jelek?” tanya bang Wira dengan nada meninggi. “Tentunya tidak! Anda pasti
akan membacakan pidato terbaik anda sebagai persembahan terakhir sebelum anda
pergi. Silahkan tulis pidato kematian anda untuk mereka yang anda cintai.”
Kamis, 24 Desember 2015
Assalamualaikum Kampar --Kenal adalah Modal
Pagi belum sempurna menunjuk ke
angka 7. Tapi, hatiku telah sempurna tertohok di pagi yang masih prematur ini.
Karena sebuah nasehat yang
mengingatkanku pada rumah, pada pulang, pada 2 permata di dalamnya; Mami-Papi.
Semoga dengan membaca tulisan ini kita bisa lebih
jeli membagi waktu.
SURAT SEORANG IBU
“Di mana rumahmu, Nak?”
Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka
namanya tersohor di kampusnya sana. Orang bilang anakku aktivis dengan segudang
kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis.
Tapi, bolehkan aku sampaikan padamu, Nak? Ibu bilang kamu hanya seorang putrid
kecil ibu yang lugu.
Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis,
ibu kembali mematut diri menjadi seorang ibunya aktivis. Dengan segala kesibukanmu,
ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala
yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu Nak. Tapi, apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang
sia-sia, Nak? Sungguh, setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk
membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikis
bahwa itu adalah hal yang sia-sia.
Nasehat: Surat Seorang Ibu
Semoga dengan membaca tulisan ini kita
bisa lebih jeli membagi waktu.
SURAT SEORANG IBU
“Di mana rumahmu, Nak?”
Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata
mereka namanya tersohor di kampusnya sana. Orang bilang anakku aktivis dengan
segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang
aktivis. Tapi, bolehkan aku sampaikan padamu, Nak? Ibu bilang kamu hanya
seorang putrid kecil ibu yang lugu.
Anakku, sejak mereka bilang engkau
seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi seorang ibunya aktivis. Dengan
segala kesibukanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu
terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu Nak. Tapi, apakah menghabiskan waktu dengan
ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia, Nak? Sungguh, setengah dari umur ibu
telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak,
tanpa pernah ibu berfikis bahwa itu adalah hal yang sia-sia.
Anakku, kita memang berada di satu atap
Nak, di atas yang sama saat engkau dulu bermanja dengan ibumu ini. Tapi, kini
di manakah rumahmu Nak? Ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang
hari ibu tunggu kehadiranmu di rumah dengan penuh doa agar Allah senantiasa
menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah
habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang
begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau
lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau
jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja
engkau tak enggan. Katamu, engkau sedang sibuk mengejar deadline. Padahal,
andai kau tahu Nak, Ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini,
memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau
lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau Nak, tapi bukankah aku
ini ibumu? Yang 9 bulan waktumu engkau habiskan di dalam rahimku...
Anakku, Ibu mendengar engkau sedang
begitu sibuk, Nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu. Engkau
mengatur segala strategi untuk menkader anggotamu. Engkau Nampak amat peduli
dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, hati ibu mulai bertanya; ‘Nak,
kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini? Apakah engkau mengkhawatirkan
ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? Kapan terakhir engkau
menanyakan keadaan adik-adikmu? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari
anggota organisasimu?
Anakku, ibu sungguh sedih mendengar
ucapanmu, saat engkau merasa sangat tidak produktif harus menghabiskan waktu
dengan keluargamu. Memang Nak, menghabiskan waktu dengna keluargamu tidak akan
menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan
berbagai amanah yang harus kau lakukan, tapi bukankah keluargamu ini adalah
tugasmu juga nak? Bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau
jaga, Nak?
Anakku, ibu mencoba membuka buku
agendamu. Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat Nak, ada rapat
sana-sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu
membuka lembar demi lembarnya, di sana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan
mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja ibu
berharap bahwa nama ibu ada di sana. Ternyata memang tak ada Nak, tak ada
agenda untuk bersama biumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini.
Padahal Nak, andai engkau tahu sejak kau dan di rahim ibu, tak ada cita-cita
dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita-cita dan agenda untukmu, putrid
kecilku...
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka,
mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesionall. Boleh ibu
bertanya Nak, di mana profesimu untuk Ibu? Di mana profesionalitasmu untuk
keluarga? Di mana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kamu
buat? Ah, waktumu terlalu mahal Nak. Sampai-sampai ibu tak ladi mampu membeli
waktumu agar engkau bisa bersama ibu...
---
Setiap pertemuan pasti akan menemukan
akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta; ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya
tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan, hingga saat itu datang, jangan sampai
yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang masih
malu untuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai. Untuk mereka
yang kasih sayangnya tak pernah putus, untuk mereka sang penopang semangat
juang ini. saksikanlah, bahwa tak ada yang lebih berarti dari ridha mereka atas
segala aktivitas yang kita lakukan. Karena, tanpa ridho mereka, mustahil kau
peroleh ridho-Nya.
(Sumber: handbook pantia kajian Islam
Intensif Padmanaba 2012, KIIP Believing), 22 Desember pukul 07.17wib.
Tema Puisimu
Rabu, 23 Desember 2015
Inspirasi: Pembaca tak mau Tahu Bagaimana Penulis Menulis
Aku memburu senja. Berusaha mendahului petang sebelum petang
sampai di peraduan. Masih ada jejak-jejak senja yang tertinggal di langit
Pekanbaru, pertanda masih ada harapan untuk menandingi datangnya petang. Aku
sudah tiba di pembelokan tugu Songket, Panam sudah menyambutku. Okta dan Nova
mungkin sudah ketinggalan jauh di belakang. Lajuku memang ku pacu, demi sebuah
demi.
“Pembaca
tak pernah mau TAHU bagaimana Penulis Menulis.”
Ntah ilham dari mana ini. Belakangan aku baru menyadari
bahwa ternyata aku selalu ngobrol dengan fikiran dan hatiku sendiri. Maka, tak
heran jika kalimat-kalimat ‘supranatural’ seperti yang barusan itu
bermunculan. Untungnya aku selalu sadar
dan segera mememenjarakannya dalam ingatan. Adapun maksud kalimat itu seperti
ini…
“Pembaca
tulisan-tulisanku yang rajin banget nagih tulisanku setiap kali aku terlambat
update itu tidak pernah bertanya; ‘Kenapa terlambat meng-up-date? Apa
kendalanya?’. Tidak pernah. Mereka tidak pernah mau tahu itu. Yang terpenting
adalah TULISANKU HARUS SELALU TERHIDANG. Tak peduli, betapa sibuknya aku,
betapa tidak sempatnya aku, betapa lelahnya aku dan betapa aku pun sering kali
‘kalah’ dan dipecundangi oleh diriku sendiri.”
Ah…. Tapi tak apa. Aku justru menikmati semua momen indah
bersama tulisan dan segala resiko ‘tagihan’ yang mengiringinya. Aku suka sekali
dipaksa oleh keadaan seperti ini.
Prilaku Tetua
Apa yang diajarkan tetua pada memuda adalah percontohan
dari sifat, asalnya keteladanan
dari ucapan, asalanya kewibawaan
dari rasa, asalnya kecintaan
Andai yang tua tak memberi yang terbaik dalam 3 versi tadi
maka yang muda akan berlaku sama pada yang tua
Prilaku tetua
mengajarkan memuda untuk memperlakukan sedemikian adanya
dari sifat, asalnya keteladanan
dari ucapan, asalanya kewibawaan
dari rasa, asalnya kecintaan
Andai yang tua tak memberi yang terbaik dalam 3 versi tadi
maka yang muda akan berlaku sama pada yang tua
Prilaku tetua
mengajarkan memuda untuk memperlakukan sedemikian adanya
Desember akhir, 2015
Selasa, 22 Desember 2015
Negeri sejuta murka
Inspirasi: Teknologi tak Mampu Gantikan Cinta
"Gini, Kakak pernah dengar cerita
tentang iklan Thailand. Ceritanya ada seorang bayi yang ditinggal ibunya ke
supermarket, belanja. Nah, anaknya tu nangis dan susah kali didiamkan sama
Bapaknya. Akhirnya, ditelvonlah ibunya siapa tahu dia bakal diam kalau dengar
suara ibunya di telvon. Ternyata nggak berhasil. Akhirnya, ibunya pakai video
call supaya anaknya bisa ngelihat wajah ibunya secara langsung. Bayi itu sempat
terdiam, tapi sebentar aja, selanjutnya dia nangis lagi. Nah, hikmah dari kisah
itu adalah bahwa TEKNOLOGI tidak akan mampu MENGGANTIKAN CINTA.”
“Sihiyyyyyyyyyyy” kata mereka seketika.
Senin, 21 Desember 2015
Kata-kata selalu serba bisa
masih ada pena untuk menuliskannya
Jika hati tak mampu mengungkap
masih ada pena untuk menuliskannya
Jika tak ada lagu yang dinyanyikan
masih ada pena untuk menuliskannya
Jika tak ada kuas untuk melukiskan
masih ada pena untuk menuliskannya
kata-kata memang selalu serba BISA.
Maka, tuliskanlah!
Desember nan syahdu, 2015
Inspirasi: Andai Penjual tahu Isi Hati Pembeli
Tadinya aku ingin makan di sini saja; Ayam Krek-Krek,
tapi karena khawatir ada sesuatu yang mengecewakan, akhirnya ku pututskan untuk
membeli satu porsi saja dan dibungkus. Sesampainya di kosan, ternyata benar
saja… untuk seporsi ayam dengan harga Rp 14.000 menurutku kualitasnya agak
mengecewakan. Memang, ayamnya cukup besar dan nasinya lumayan banyak, tapi
tidak ada sayur atau krupuk sama sekali. Hanya sambal, itu pun pas-pasan
porsinya. Ahhh… andai semua penjual tahu bagaimana isi hati pembeli!
Minggu, 20 Desember 2015
rintik yang jatuh berkali-kali
Inspirasi: Mata Kuliah Manajemen Waktu
"Kakak pengen merangkum semua doa dari Yudi dan Teguh ya
Dek. Yang pertama, tentang menejemen waktu. Menejemen waktu bagi Kakak adalah
mata kuliah seumur hidup. Meskipun hari ini, kita udah merasa produktif banget,
bisa jadi besoknya kita tiba pada titik jenuh dan rasanya pengen bermalasan aja
di rumah; menghabiskan hari dengan manjain diri, nonton TV, makan, ngelamun dan
nggak pengen berurusan dengan siapapun. Ya, itu nggak masalah, karena Kakak pun
sering begitu. Tapi, jangan lama-lama. Segera kejar target baru! Siapa yang
bisa mengontrol dan mengendalikan semua itu? Ya diri kita sendiri. makanya,
kalau ada yang nanya; ‘Gimana caranya supaya jangan malas?’ jawabannya cuma
satu; ‘Ya, rajinlah!’, karena malas itu emang nggak ada obatnya.”
Sabtu, 19 Desember 2015
Teknologi tak kan Mampu Gantikan Cinta

Jangan berfikir, diary-diaryku ini selalu tepat waktu
postingannya. Meskipun terlihat bahwa setiap tanggalnya selalu terisi dengan
rapi, tapi ketahuilah bahwa itu tidak selalu tepat waktu. Karena, jemariku ini
bukan jemari malaikat. Jemariku ini adalah jemari manusia biasa yang bisa
merasa lelah, ingin istirahat, sesekali juga berteman dengan penundaan dan
kadang punya prioritas lain yang mesti didahulukan.
“Kebahagiaan
tertinggi seorang PENULIS adalah ketika tulisannya DIBACA.”
Aku pernah mengatakan kalimat itu ntah kepada siapa. Aku
lupa. Tapi, itu memang benar. Tulisan ini ku selesaikan pada hari Rabu, 23
Desember 2015. Ada pengaruh yang luar biasa dari ucapan seseorang pada tanggal
21 Desember lalu, sejak pukul 11.15-13.10wib.Butuh merenung untuk mengingat lagi tentang semuanya.
Aku
: “Udah dibaca postinganku yang tentang perjalanan tu?”
Dia
: “Udah. Tapi selintas aja. Boring bacanya! Aku kira itu tentang ulang tahunnya
Jhon kemarin. Eh, ternyata bukan.”
Selama ini, dialah yang menjadi pendorongku untuk terus
ber-diary. Dia bukan satu-satunya alasanku untuk terus MENULIS. Tapi, dia adalah
salah satu alasanku untuk tidak berhenti MENULIS. Dia pasti akan tersenyum membaca tulisan ini. Detik ini aku kembali menyadari sesuatu, tentang panggilanku sebagai 'Pengingat Ulung'. Ternyata, aku bisa mengingat dengan baik segala sesuatu yang berhubungan dengan PERASAAN. Dan, tidak sebaik itu jika hanya tentang FIKIRAN.
Inspirasi: Hangatlah seperti Hot Coffe
“Emmm.. aku pernah baca cerita yang keren banget. Gini
ceritanya… seorang professor menyediakan pasir, kerikil, kopi dan bola kasti di
dalam kelasnya. Dia memasukkan bola kasti ke dalam sebuah ember hingga penuh.
Lalu dia bertanya kepada siswanya; ‘Sudah penuh kah ember ini?’ kata siswanya;
‘Sudah, Prof’. Tapi, ternyata belum. Ember itu masih bisa diisi kerikir. Terus
ditanya lagi kayak tadi, siswanya menduga itu sudah penuh. Ternyata ember itu
masih bisa diisi oleh pasir. Lalu professor itu menumpahkan pasir ke dalam
ember tadi hingga mengisi ruang kosong di dalamnya. Terakhir, barulah
diletakkan kopi di atasnya. Maknanya apa? Ketika kita punya skala prioritas
yang BESAR, maka hal-hal kecil lainnya akan otomatis terlaksana juga. Tapi,
kalau kita hanya memikirkan target-target kecil, maka target BESAR itu akan
tertinggal. Dan… sesibuk apapun kita, sempatkanlah minum kopi. Haha..” Teguh
tertawa renyah.
Kami pun ikut menertawakan kalimatnya.
“Kenapa mesti minum kopi pula?”
“Ya maksudnya tuh gini; Sesibuk apapun, sempatkanlah untuk
bercengkrama dengan sahabat kita. Jangan sampai kesibukan kita membuat kita
nggak punya waktu lagi untuk orang-orang tercinta,” lanjut Teguh.
Langganan:
Postingan (Atom)