Kamis, 31 Desember 2015

Jangan katakan 'suatu saat nanti'

Seseorang telah mengajariku
mengubah 'suatu saat' menjadi 'sekarang juga'

Me-nanti justru akan semakin men-jauh-kan
Segalanya harus serga segera
tak baik menunda

Desember dan misi 'sekarang juga!'. 2015

Inspirasi: Cowok sholeh ada di mana-mana

Di acara pesta pernikahan...
“Ciiiinnn… Kakaknya cantik banget kan?” kata Lia.
“Iyaaa Cin.. Cantik dan ganteng. Cocok banget deh! Kakak itu pun jilbabnya dalam ya Cinn.”
“Iyaa. Dan, nampaknya mereka pun cuma pakai 1 konstum itu aja ya? Nggak perlu pakai konde yang terlalu berlebihan ya Cin, cukup jilbab dan selendang pun udah cantik banget Kakaknyaa.”
“Iyaa, persis banget kayak bidadari syurgaaaa, apalagi mereka sama-sama pakai baju putih kayak gitu. Cin, aku menyimpulkan sesuatu; Ternyata, cowok dan cewek sholeh itu mereka ada di mana-mana, tugas kita adalah memperluas silaturahmi sehingga siapa tahu salah satu dari orang-orang sholeh itu memilih kita. Sihiiyyy,” kataku.
“Yuhuuuu.. aamiin.”

Rabu, 30 Desember 2015

Hinga kau kembali ingat dan bertanya



“Cin, Ciiinn… yuk makan! Udah jam setengah 5.”
Aku membuka mata dan mendapai Lia duduk di samping kananku. Setelah mencuci muka, aku segera menyantap makanan sepiring berdua dengan Lia. Lia berniat membayar hutang puasanya hari ini sedangkan aku hanya ingin bareng ‘sarapan’ dengannya.
“Berapa lagi hutang puasamu Cin?” tanyaku.
“Dengan hari ini, berarti tinggal 3 lagi Cin. Aku kan hutangnya 9 hari kemarin.”
“Weewww..banyak juga yaa!”
“Makanya mau dituntasin sebelum berganti tahun nih Cin! Hutangmu udah lunas semuanya ya?” tanya Lia.
“Udah sejak kemarin Ciiiinn,” jawabku. Tapi, mendadak aku menyadari sesuatu yang terlupa. “Eh, aku kan nggak ada hutang puasa kemarin Cin! Ah, baru ingat aku Cin! Kemarin kan 2 bulan lebih aku nggak normal. Hehe.”
“Ohh…iya yaa. Enaklah nggak ada hutangmu.”
“Alhamdulillah. Tahun keberuntungan mungkin Cin. Hehee.”
aku jadi teringat lagi dengan Rini dan bernostalgia tentang kenangan bersama Rini dengan menceritakannya kepada Lia.

Aku hampir ke ujung

Awalnya pun dugaku sama seperti mereka. Jika tidak datang cahaya dari arahmu. Setelah semua lebih terang, aku tersadar bahwa aku salah pilih warna cahaya. Aku ingin pulang padamu. Bersama cahaya apapun yang kau pilih. Terangi gelapku.

hampir hujung. Desember 2015

Inspirasi: Diskusi tentang Tuhan



Dan… benar saja, ternyata hujan pun mulai turun, setelah kami melewati pasar Kuok. Aku terus melaju, membawa Lia menerabas rinai hujan. Segala sesuatunya sudah aman, tidak khawatir lagi akan air hujan karena kami sudah bermantel.
“Cin, mari kita berdiskusi tentang Tuhan!” ajakku.
“Allah?”
“Iya Ciin.”
“Mari!”

Mulailah kami berdiskusi tentang segala hal yang berhubungan dengan priritas hidup, relativitas penilaian manusia, relativitas benar-salah versi manusia, hingga bagaimana caranya meraih syurga.
“Menurutku Cin, kita hanya bersaing dengan diri kita sendiri. Kita hanya harus menjadi versi yang terbaik dari diri kita. Karena, rasanya tidak adil kalau standarnya adalah standar umum. Masak kita yang sehat dan masih muda kayak gini ibadahnya disamakan dengan mereka yang nggak punya kaki dan terbatas? Ya kan? Hemmm.. yang jelas, Syurga itu banyak pintu masuknya dan Syurga itu ada banyak tingkatannya,” jelas Lia.
Aku manggut-manggut dan tersenyum. Mataku berbinar, segalanya terasa jauh lebih cerah sekarang. Terimakasih wahai sahabat. Menjadi sahabatmu adalah kemewahan bagi hidupku. Alhamdulillah.

Selasa, 29 Desember 2015

Lengkap dan Genap

Detik ini aku kembali
pulang pada nurani sejati
bahwa aku memang harus berpendamping hati
ini manusiawi
lambat laun diri pun akan mempertanyakan sendiri
tentang diri yang masih sendiri

Saat ini kita memang sudah CUKUP,
tapi belum LENGKAP
karena belum bergenap.

Desember dan niat menggenap, 2015

Nasehat: Waktu tak selalu mengubah segalanya

Setelah sholat Isya…
“Cin, aku menyimpulkan sesuatu hari ini,” kataku.
“Apa tu?”
“Ternyata, waktu tak selalu mengubah segalnya. Ada kalanya waktu hanya memperjelas/memperkuat/meningkatkan dan ada kalanya waktu hanya memudarkan/menurunkan/melemahkan suatu keadaan. Contohnya temanku yang nggak sengaja ketemu denganku tadi. Sejak pertama kali ketemu dulu, sampai saat ini, kok rasanya dia nggak ada perubahan juga Cin; tetap suka bercanda nggak penting dan kadang nyakitin juga, terus kadang juga dia masih suka ngejek-ngejek orang. Aku kasihan banget loh Cin ngelihat teman yang kayak gitu. Kasihan banget karena hidupnya kok merugi dan nggak meningkat gitu?”
“Iya yaaa Ciiiinnn.”
“Kasihan kan dia. Gayangnya sekarang makin WOW aja, padahal ntah gimana kehidupan orang tuanya di kampung sana, kita pun nggak tahu apakah memang benar mampu atau nggak.”
“Iyaaa. Bener tuh! Kadang, ada orang-orang yang memang terbiasa dan dibiasakan oleh keluarganya yang seleranya tinggi Cin.”

Senin, 28 Desember 2015

Belajar Beridiri

Kau sempat ingin berubah
menjadi sifat yang lebih sempurna, tak mengkhianati kodrat
waktu itu aku hanya diam
karena menurutku tidak ada yang salah dengan kodratmu
segala sesuatunya normal dan harmonis menurutku

Ada banyak kelebihan dalam dirimu yang disadari orang lain
yang mungkin secara sengaja mengamatimu
tapi kamu sering lupa pada dirimu sendiri

kamu tahu dek?
kehilangan diri sendiri adalah kehilangan yang paling menyedihkan

Kembali temukan dirimu yang sepenuhnya dirimu
jangan hiraukan suara sumbang yang datang
tetaplah pergi dengan segala hati dan segenap diri
kamu akan temukan dirimu semurni pagi.

untuk dek Romi yang mulai belajar berdiri,
2016

Nasehat: Memuji orang, tak membuatmu berkurang

Ketika aku mau menyalakan motor, terdengar panggilan dari seorang wanita…
“Buk Dutaaa! Bukk!”
Ketika aku menoleh ke kiri, eh ternyata ada Vio di sana. Aku segera mendekatinya dan menyalaminya. Surprise banget ketika dengar bahwa Vio pengen mendaki gunung Talang bersama teman-temannya.
“Berapa bayarannya Cin?” tanyaku.
“Rp 400.000 El.”
“Huhuuuhuu.. bisa untuk aku bayar ujian nanti tuh Cin! Hiksss.. kapan-kapan aja deh aku nyusul ndakinya. Ehhee.”
“Cin, kadang aku merasa sangat takjub dengan orang-orang HEBAT yang mau memujiku, padahal aku bukan siapa-siapa kalau dibandingkan dengan dia. Betapa rendah hati kan dia Cin? Karena aku percaya, hanya mereka yang mampu menaklukkan egonya lah yang mampu memuji orang lain dengan tulus hati.
Aku teringat kalimatku semalam yang ku utarakan kepada Lia. bukan hanya dengan Vio, aku sering dibuat takjub oleh orang-orang luar biasa nan rendah hati di sekitarku. Semoga aku bisa belajar banyak dari mereka supaya menjadi orang baik. Aamiin.

Minggu, 27 Desember 2015

Memilih apa yang terpilih

Beberapa hal cukup sulit difahami
kadang tak seimbang
timpang harmoni
bertolak arah antara duga dan nyata

Kadang lebih baik melihat apa yang terlihat
mendengar apa yang terdengar
menilai apa yang ternilai
merasa apa yang terasa. Saja.

Desember  tentang penilaian, 2015

Nasehat: Keutamaan menahan marah

Ketika berbicara tentang amarah...
“Cin, aku teringat dengan hadist Rosulullah tentang keutamaan menahan amarah yang sama pentingnya kayak menghormati ibu, karena hadistnya diulang sampai 3 kali Cin. Laa taghdhob, jangan marah. Seorang sahabat meminta nasehat ketika bertemu Rosulullah; ‘Ya Rosulullah, berikan aku nasehat’ dan dijawab oleh Rosulullah; ‘Laa Taghdhob,” 3 kali Cin. Luar biasa kan berarti keutamaan menahan marah tu?” jelasku.
“Waahhh…iya yaa Cin.”

Sabtu, 26 Desember 2015

Tepat waktulah pada Pemilik janji

Aku selalu tepat janji pada puisi
mengunakan malam hingga pagi demi hari
untuk dijadikan puisi-puisi yang selalu pagi
tapi, aku justru sering tak tepat waktu pada Pemilik pagi dan puisi
bagiamana aku?

Desember dan janji puisi, 2015

Sampai Ia Berkata IYA kepada Dirinya



Motor melaju dalam kemudiku…
“Ini kita udah sampai desa apa Cin?”
“Koto Tuo.”
“Koto Tuo? Ini kan tempat KKNnya Bang *** kan?”
“Iyeeee.”
“Walaupun orangnya udah nggak di sini lagi, tapi kok rasanya senang banget ya Cin walaupun cuma ngelewati desanya aja? hehe. Lobay kan?”
“Sihiyyyyyyy.. walaupun dia nggak ada, tapi seolah-olah masih ada ya Cin?”
“Yuhuuuu. Eh, Abang tu kan perokok Cin. Jadi, aku tu udah nawarin dia minum kopi Radix. Kan bisa berguna juga tuh untuk mengurangi tingkat kecanduannya. Tapi, dia malah jawabnya gini; ‘Emmm… Gitu ya Lis? Tapi, Abang belum ingin dulu untuk sekarang’, artinya, secara sadar dia tu memilih untuk nggak menyembuhkan dirinya sesegera mungkin kan Cin?”

Nasehat: Sadar lewat Kebaikan orang

Aku jadi teringat lagi dengan Rini dan bernostalgia tentang kenangan bersama Rini dengan menceritakannya kepada Lia.
“…intinya Cin, Rini itu adalah orang yang nggak butuh orang yang bersalah kepadanya meminta maaf kepadanya. Dia udah memaafkan orang itu sebelum orang yang bersangkutan minta maaf. Mulia banget kan Cin? Setelah bertahun-tahun sekamar sama Rini, aku baru sadar kalau aku ini jahat banget. Kadang itulah yaa, kita justru tersadarkan bahwa diri kita ini jahat lewat kebaikan orang lain kepada kita. Benarlah kalau ada yang bilang; ‘Dibalik suami yang sukses, ada perempuan yang hebat’, nah kalau aku dan Rini gini kalimatnya; ‘Dibalik sosok yang sukses, ada teman sekamar yang hebat!’. Hehe.”
“Waaahhh… iya yaaa Cin. Bener banget tuuuhhhh! Luar biasa banget si Cin Rini tu yaaa.”
“Iya Cin. 80% dari kesuksesanku itu ya karena dia udah melengkapiku Cin. Aku nol besar deh kalau nggak ada dia Cin. Pengen banget suatu hari nanti ku tulis di FB atau Instagram tentang Rini; ‘Rin, aku Rindu dengan keajaiban bersamamu. Aku rindu ketika aku pergi, kosan dalam keadaan berantakan dan ketika aku kembali semuanya udah bersih. Aku rindu ketika kamu selalu setia duduk di motorku untuk ikut ke mana pun aku pergi. Aku rindu untuk bercerita konyol ke Rini dan dia nggak pernah marah. Pokoknya aku kangen semua keajaiban ketika aku bersamanya , Ciiiin.”

Jumat, 25 Desember 2015

Tuhan adalah Penulis

Lebih dari 1000 tahun sebelum segala kita dicipta
telah tercipta rancang-rencana tentang cipta
dengan pena, Ia merangkai takdir tentang kita
lalu, sudahkah kita pun menulis dengan cinta?
tentang Dia yang Maha mencipta

Desember tentangNya, 2015

Inspirasi: Pidato Kematian

Pukul 13.45wib, acara dimulai kembali. Aku dan Yoga membuka dengan salam dan sedikit  arahan tentang Pidato Kematian yang harus ditulis oleh seluruh peserta.  Barulah kesempatan sepenuhnya kami serahkan kepada bang Wira.
“…andaikan saat ini jenazah anda sudah terbujur kaku, namun Allah memberikan keajaiban kepada anda untuk menyampaikan kalimat-kalimat terakhir anda, apakah anda akan membacakan pidato yang jelek?” tanya bang Wira dengan nada meninggi. “Tentunya tidak! Anda pasti akan membacakan pidato terbaik anda sebagai persembahan terakhir sebelum anda pergi. Silahkan tulis pidato kematian anda untuk mereka yang anda cintai.”

Kamis, 24 Desember 2015

Assalamualaikum Kampar --Kenal adalah Modal


Pagi belum sempurna menunjuk ke angka 7. Tapi, hatiku telah sempurna tertohok di pagi yang masih prematur ini. Karena sebuah nasehat  yang mengingatkanku pada rumah, pada pulang, pada 2 permata di dalamnya; Mami-Papi.
Semoga dengan membaca tulisan ini kita bisa lebih jeli membagi waktu.
SURAT SEORANG IBU
“Di mana rumahmu, Nak?”

Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka namanya tersohor di kampusnya sana. Orang bilang anakku aktivis dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis. Tapi, bolehkan aku sampaikan padamu, Nak? Ibu bilang kamu hanya seorang putrid kecil ibu yang lugu.

Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi seorang ibunya aktivis. Dengan segala kesibukanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu Nak. Tapi, apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia, Nak? Sungguh, setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikis bahwa itu adalah hal yang sia-sia.

Nasehat: Surat Seorang Ibu

Semoga dengan membaca tulisan ini kita bisa lebih jeli membagi waktu.
SURAT SEORANG IBU
“Di mana rumahmu, Nak?”

Orang bilang anakku seorang aktivis. Kata mereka namanya tersohor di kampusnya sana. Orang bilang anakku aktivis dengan segudang kesibukan yang disebutnya amanah umat. Orang bilang anakku seorang aktivis. Tapi, bolehkan aku sampaikan padamu, Nak? Ibu bilang kamu hanya seorang putrid kecil ibu yang lugu.

Anakku, sejak mereka bilang engkau seorang aktivis, ibu kembali mematut diri menjadi seorang ibunya aktivis. Dengan segala kesibukanmu, ibu berusaha mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat. Ibu sungguh mengerti itu Nak. Tapi, apakah menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia, Nak? Sungguh, setengah dari umur ibu telah ibu habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah ibu berfikis bahwa itu adalah hal yang sia-sia.

Anakku, kita memang berada di satu atap Nak, di atas yang sama saat engkau dulu bermanja dengan ibumu ini. Tapi, kini di manakah rumahmu Nak? Ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini. Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu di rumah dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu. Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut. Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu. Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti, bahwa engkau lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi tersenyum untuk ibu. Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk mengalihkan pandangan pada ibumu saja engkau tak enggan. Katamu, engkau sedang sibuk mengejar deadline. Padahal, andai kau tahu Nak, Ibu ingin sekali mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi sedikit nasehat yang ibu yakin engkau lebih tahu. Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau Nak, tapi bukankah aku ini ibumu? Yang 9 bulan waktumu engkau habiskan di dalam rahimku...
Anakku, Ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk, Nak. Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib organisasimu. Engkau mengatur segala strategi untuk menkader anggotamu. Engkau Nampak amat peduli dengan semua itu, ibu bangga padamu. Namun, hati ibu mulai bertanya; ‘Nak, kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini? Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu? Kapan terakhir engkau menanyakan keadaan adik-adikmu? Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari anggota organisasimu?

Anakku, ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu, saat engkau merasa sangat tidak produktif harus menghabiskan waktu dengan keluargamu. Memang Nak, menghabiskan waktu dengna keluargamu tidak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan, tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu juga nak? Bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang juga harus kau jaga, Nak?

Anakku, ibu mencoba membuka buku agendamu. Buku agenda sang aktivis. Jadwalmu begitu padat Nak, ada rapat sana-sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting. Ibu membuka lembar demi lembarnya, di sana ada sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu. Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih saja ibu berharap bahwa nama ibu ada di sana. Ternyata memang tak ada Nak, tak ada agenda untuk bersama biumu yang renta ini. Tak ada cita-cita untuk ibumu ini. Padahal Nak, andai engkau tahu sejak kau dan di rahim ibu, tak ada cita-cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita-cita dan agenda untukmu, putrid kecilku...
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesionall. Boleh ibu bertanya Nak, di mana profesimu untuk Ibu? Di mana profesionalitasmu untuk keluarga? Di mana engkau letakkan keluargamu dalam skala prioritas yang kamu buat? Ah, waktumu terlalu mahal Nak. Sampai-sampai ibu tak ladi mampu membeli waktumu agar engkau bisa bersama ibu...

---
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta; ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan, hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang masih malu untuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai. Untuk mereka yang kasih sayangnya tak pernah putus, untuk mereka sang penopang semangat juang ini. saksikanlah, bahwa tak ada yang lebih berarti dari ridha mereka atas segala aktivitas yang kita lakukan. Karena, tanpa ridho mereka, mustahil kau peroleh ridho-Nya.
(Sumber: handbook pantia kajian Islam Intensif Padmanaba 2012, KIIP Believing), 22 Desember pukul 07.17wib.

Tema Puisimu



Temuilah tema puisimu pada ibumu
Tiada puisi tanpanya
Tuhan telah menitipkan puisi padanya
Jemputlah puisi terindah itu
Dan bagimulah segala puisi

Desember serba ibu, 2015

Rabu, 23 Desember 2015

Inspirasi: Pembaca tak mau Tahu Bagaimana Penulis Menulis


Aku memburu senja. Berusaha mendahului petang sebelum petang sampai di peraduan. Masih ada jejak-jejak senja yang tertinggal di langit Pekanbaru, pertanda masih ada harapan untuk menandingi datangnya petang. Aku sudah tiba di pembelokan tugu Songket, Panam sudah menyambutku. Okta dan Nova mungkin sudah ketinggalan jauh di belakang. Lajuku memang ku pacu, demi sebuah demi.
“Pembaca tak pernah mau TAHU bagaimana Penulis Menulis.”
Ntah ilham dari mana ini. Belakangan aku baru menyadari bahwa ternyata aku selalu ngobrol dengan fikiran dan hatiku sendiri. Maka, tak heran jika kalimat-kalimat ‘supranatural’ seperti yang barusan itu bermunculan.  Untungnya aku selalu sadar dan segera mememenjarakannya dalam ingatan. Adapun maksud kalimat itu seperti ini…
“Pembaca tulisan-tulisanku yang rajin banget nagih tulisanku setiap kali aku terlambat update itu tidak pernah bertanya; ‘Kenapa terlambat meng-up-date? Apa kendalanya?’. Tidak pernah. Mereka tidak pernah mau tahu itu. Yang terpenting adalah TULISANKU HARUS SELALU TERHIDANG. Tak peduli, betapa sibuknya aku, betapa tidak sempatnya aku, betapa lelahnya aku dan betapa aku pun sering kali ‘kalah’ dan dipecundangi oleh diriku sendiri.”
Ah…. Tapi tak apa. Aku justru menikmati semua momen indah bersama tulisan dan segala resiko ‘tagihan’ yang mengiringinya. Aku suka sekali dipaksa oleh keadaan seperti ini.

Prilaku Tetua

Apa yang diajarkan tetua pada memuda adalah percontohan
dari sifat, asalnya keteladanan
dari ucapan, asalanya kewibawaan
dari rasa, asalnya kecintaan

Andai yang tua tak memberi yang terbaik dalam 3 versi tadi
maka yang muda akan berlaku sama pada yang tua

Prilaku tetua
mengajarkan memuda untuk memperlakukan sedemikian adanya

Desember akhir, 2015

Selasa, 22 Desember 2015

Negeri sejuta murka

Kita ingin serba praktis
si mudah pun inginnya dipermudah
mudah jadi tak tanggung mudah
proses jadi minim makna dan nilai
hambar dijejali waktu yang singkat, cepat jadi, cepat saji
belajar jadi tak termaknai lagi alurnya
inilah kita
dan negeri sejuta murka

Desember di negeri sejuta murka, 2015

Inspirasi: Teknologi tak Mampu Gantikan Cinta

"Gini, Kakak pernah dengar cerita tentang iklan Thailand. Ceritanya ada seorang bayi yang ditinggal ibunya ke supermarket, belanja. Nah, anaknya tu nangis dan susah kali didiamkan sama Bapaknya. Akhirnya, ditelvonlah ibunya siapa tahu dia bakal diam kalau dengar suara ibunya di telvon. Ternyata nggak berhasil. Akhirnya, ibunya pakai video call supaya anaknya bisa ngelihat wajah ibunya secara langsung. Bayi itu sempat terdiam, tapi sebentar aja, selanjutnya dia nangis lagi. Nah, hikmah dari kisah itu adalah bahwa TEKNOLOGI tidak akan mampu MENGGANTIKAN CINTA.”

“Sihiyyyyyyyyyyy” kata mereka seketika.

Senin, 21 Desember 2015

Kata-kata selalu serba bisa

Jika bibir tak mampu mengucap
masih ada pena untuk menuliskannya

Jika hati tak mampu mengungkap
masih ada pena untuk menuliskannya

Jika tak ada lagu yang dinyanyikan
masih ada pena untuk menuliskannya

Jika tak ada kuas untuk melukiskan
masih ada pena untuk menuliskannya

kata-kata memang selalu serba BISA.
Maka, tuliskanlah!

Desember nan syahdu, 2015

Inspirasi: Andai Penjual tahu Isi Hati Pembeli

Tadinya aku ingin makan di sini saja; Ayam Krek-Krek, tapi karena khawatir ada sesuatu yang mengecewakan, akhirnya ku pututskan untuk membeli satu porsi saja dan dibungkus. Sesampainya di kosan, ternyata benar saja… untuk seporsi ayam dengan harga Rp 14.000 menurutku kualitasnya agak mengecewakan. Memang, ayamnya cukup besar dan nasinya lumayan banyak, tapi tidak ada sayur atau krupuk sama sekali. Hanya sambal, itu pun pas-pasan porsinya. Ahhh… andai semua penjual tahu bagaimana isi hati pembeli!

Minggu, 20 Desember 2015

rintik yang jatuh berkali-kali

pagi ini kita berusaha menepati janji
sejak 4 hari lalu
untuk menebas dingin pagi
menembus sejuk-sepi
mendahului matahari

tapi, nyatanya kita tak sempurna menikmati janji
karena didahului rintik yang jatuh berkali-kali

hujung Desember 2015

Inspirasi: Mata Kuliah Manajemen Waktu

"Kakak pengen merangkum semua doa dari Yudi dan Teguh ya Dek. Yang pertama, tentang menejemen waktu. Menejemen waktu bagi Kakak adalah mata kuliah seumur hidup. Meskipun hari ini, kita udah merasa produktif banget, bisa jadi besoknya kita tiba pada titik jenuh dan rasanya pengen bermalasan aja di rumah; menghabiskan hari dengan manjain diri, nonton TV, makan, ngelamun dan nggak pengen berurusan dengan siapapun. Ya, itu nggak masalah, karena Kakak pun sering begitu. Tapi, jangan lama-lama. Segera kejar target baru! Siapa yang bisa mengontrol dan mengendalikan semua itu? Ya diri kita sendiri. makanya, kalau ada yang nanya; ‘Gimana caranya supaya jangan malas?’ jawabannya cuma satu; ‘Ya, rajinlah!’, karena malas itu emang nggak ada obatnya.”

Sabtu, 19 Desember 2015

Teknologi tak kan Mampu Gantikan Cinta



Jangan berfikir, diary-diaryku ini selalu tepat waktu postingannya. Meskipun terlihat bahwa setiap tanggalnya selalu terisi dengan rapi, tapi ketahuilah bahwa itu tidak selalu tepat waktu. Karena, jemariku ini bukan jemari malaikat. Jemariku ini adalah jemari manusia biasa yang bisa merasa lelah, ingin istirahat, sesekali juga berteman dengan penundaan dan kadang punya prioritas lain yang mesti didahulukan.
“Kebahagiaan tertinggi seorang PENULIS adalah ketika tulisannya DIBACA.”
Aku pernah mengatakan kalimat itu ntah kepada siapa. Aku lupa. Tapi, itu memang benar. Tulisan ini ku selesaikan pada hari Rabu, 23 Desember 2015. Ada pengaruh yang luar biasa dari ucapan seseorang pada tanggal 21 Desember lalu, sejak pukul 11.15-13.10wib.Butuh merenung untuk mengingat lagi tentang semuanya.
Aku : “Udah dibaca postinganku yang tentang perjalanan tu?”
Dia : “Udah. Tapi selintas aja. Boring bacanya! Aku kira itu tentang ulang tahunnya Jhon kemarin. Eh, ternyata bukan.”
Selama ini, dialah yang menjadi pendorongku untuk terus ber-diary. Dia bukan satu-satunya alasanku untuk terus MENULIS. Tapi, dia adalah salah satu alasanku untuk tidak berhenti MENULIS. Dia pasti akan tersenyum membaca tulisan ini. Detik ini aku kembali menyadari sesuatu, tentang panggilanku sebagai 'Pengingat Ulung'. Ternyata, aku bisa mengingat dengan baik segala sesuatu yang berhubungan dengan PERASAAN. Dan, tidak sebaik itu jika hanya tentang FIKIRAN.

Inspirasi: Hangatlah seperti Hot Coffe


“Emmm.. aku pernah baca cerita yang keren banget. Gini ceritanya… seorang professor menyediakan pasir, kerikil, kopi dan bola kasti di dalam kelasnya. Dia memasukkan bola kasti ke dalam sebuah ember hingga penuh. Lalu dia bertanya kepada siswanya; ‘Sudah penuh kah ember ini?’ kata siswanya; ‘Sudah, Prof’. Tapi, ternyata belum. Ember itu masih bisa diisi kerikir. Terus ditanya lagi kayak tadi, siswanya menduga itu sudah penuh. Ternyata ember itu masih bisa diisi oleh pasir. Lalu professor itu menumpahkan pasir ke dalam ember tadi hingga mengisi ruang kosong di dalamnya. Terakhir, barulah diletakkan kopi di atasnya. Maknanya apa? Ketika kita punya skala prioritas yang BESAR, maka hal-hal kecil lainnya akan otomatis terlaksana juga. Tapi, kalau kita hanya memikirkan target-target kecil, maka target BESAR itu akan tertinggal. Dan… sesibuk apapun kita, sempatkanlah minum kopi. Haha..” Teguh tertawa renyah.
Kami pun ikut menertawakan kalimatnya.
“Kenapa mesti minum kopi pula?”
“Ya maksudnya tuh gini; Sesibuk apapun, sempatkanlah untuk bercengkrama dengan sahabat kita. Jangan sampai kesibukan kita membuat kita nggak punya waktu lagi untuk orang-orang tercinta,” lanjut Teguh.