Sabtu, 03 September 2016

Day 1 English Camp; Think Globally, Act Locally



We are judging the book by its cover! We are!
Kadang, kita bisa berkata; “Jangan menilai orang dari penampilannya saja!”
Tapi, plis, jujurlah pada diri kita sendiri, penampilan itu adalah letak penilaian pertama kita, kan?
Jujur, tak mudah rasanya menilai seseorang dari berbagai sisi apalagi ketika kita baru mengenalnya. Sebab, baru sedikit sekali yang kita tahu dari dirinya. Kelak, ketika kita sudah semakin kenal, barulah kita akan semakin tahu banyak hal tentangnya. Bijaknya, menurutku silahkan menilai orang lain sesuai anggapan, tapi plis jangan jadikan anggapan itu sebagai penilaian final. Sebab kita hanya sedikit saja tahu tentangnya. Seperti halnya aku yang hari ini terpesona pada seseorang  yang luhur budinya.
*Terpesona – metamor(Prosa)
***

Pagi-pagi sekali Winda sudah berkemas dan segera berpamitan untuk pulang. Ku kira, ia akan bekerja di sini sampai menjelang PPG bulan Februari tahun depan. Tapi ternyata ia sudah mendapatkan panggilan kerja, mengajar di MTs di kampungnya. Syukurlah, aku turut berbahagia. Setelah Winda pulang, kami pun bergegas. Sebelum pukul 07.00wib aku dan Lia harus sudah tiba di lokasi English Camp. Kecuali Titin, ia akan mengurus konsumsi dulu bersama dek Nila.
“Hemmm..ternyata sudah pukul 07.35wib ya pemirsa,” gumamku. Yah, meskipun sudah diupayakan tepat waktu, tapi nyatanya ngaret juga datangnya. Huahhh.

Dek Teguh sedang mempersiapkan Go Pro-nya, Kak Peni dan kak Leni sedang mempersiapkan registrasi peserta dan beberapa panitia lainnya membentangkan terpal biru diseluruh badan tenda. Sementara aku membantu dek Sora mempersiapkan plakat untuk pembicara. Dia terlihat susah menggunting kertas sertifikat yang kelebihan lebarnya. Dan ketika aku yang mengguntingnya, hasilnya jauh lebih rapi tak berbekas.
“Iyalah, Kakak kan emang suka bikin-bikin kerajinan gitu kan? Makanya kerjanya rapi. Nggak kayak Sora, hihii,” ia menertawakan hasil pekerjaannya.
Terdengar suara Yohanes, sebagai Menwa, mengambil alih barisan. Aku dan yang lainnya bergegas ke luar tenda, pertanda  opening ceremony akan segera dilangsungkan. Tepat pukul 08.30wib English Camp secara resmi dibuka oleh bu Sofi dari Kantor Urusan Internasional (KUI) UR. Bu Sofi menjelaskan betapa pentingnya berbahasa Inggris di zaman ini dan pentingnya mengasah soft skill apalagi diusia muda.  Acara diakhiri dengan photo session dan menempelkan cita-cita dengan sticky notes di pohon impian. Pun panitia.

“Eh, itu si Ojik udah datang!”
Aku melihat dek Fauzi datang mendekat dan menyalami semua panitia. Dia menggunakan kaos merah casual dan jaket abu-abu dengan menyandang tas ransel.
“Hay, Kakak?” sapanya padaku.
Aku menyapanya dan mengajaknya ngobrol.  Sudah lama tak bertemu dengannya tapi ia masih seramah dulu padaku. Ternyata, ia memang diminta untuk datang di acara pembukaan. Tapi sayangnya ia terlambat beberapa menit sehingga acara pembukaannya telah selesai. Obrolan kami terus berlanjut sambil duduk santai di dalam tenda. Sedangkan para peserta sedang bersemangat mendirikan tenda dengan rekan-rekan setimnya.
“Kabarnya besok ke Jerman ya Dek? Keyen ah!”
“Oh itu, iya Kak. Jadi ceritanya kemarin kan Fauzi ikut program ke Korea dan Alhamdulillah Fauzi jadi peserta terbaik di sana. Nah, hadiahnya ada 2 dan ke Jerman ini adalah salah satunya. Insya Allah akan berkunjung ke Wilo dan Munchen juga di sana nanti.”

Aku terperanga mendengarnya.
“Udah sejak kapan sih Dek seperti ini? Sampai bisa keliling dunia kayak sekarang,” tanya Lia.
“Baru semenjak kuliah kok Kak. Ah, belum keliling dunia Kak, baru beberapa Negara aja kok.”
“Tapi kan tinggal benua Afrika aja kan yang belum? Dah mantaaap banget tu Dek! Apa sih tipsnya?”
“Yang penting 2 aja Kak yang selalu Fauzi pegang; Doa dan Yakin. Berdoa di mana aja dan kapan aja tentunya. Dan yakin aja kalau udah melakukan yang terbaik, insya Allah hasilnya juga baik. Fauzi juga nggak nyangka bisa lulus ini itu dan semua programnya fully funded. Alhamdulillah Kak, bersyukur kali Fauzi bisa dapat kesempatan kayak gini.”
Fauzi lalu menceritakan pengalamannya ketika ke India dan cerita teman-temannya yang dipulangkan lagi karena urusan Visa, sementara dirinya berhasil lolos memasuki India berkat keterampilannya bernegosiasi.
“By the way, Adek mau lanjut S2 ke mana nanti?”
“Belum tahu Kak, hehee.”
“Setelah tamat, rencananya mau ngapain Dek?”
“Fauzi ada niat mau buka usaha gitu Kak. Misalnya buat es krim. Pengen banget berwirausaha Kak.”
“Wewwww! Lanjutkan Dek! Kakak dukung banget nih dengan anak muda yang kayak Adek ni! Ada sebuah hadist yang semoga ini bisa mendukung niat Adek.”
“Ah, apa tu Kak?”

“Hadisnya begini; ‘Berniagalah, sekalipun kamu sudah kaya’, apalagi kalau kita belum kaya  Dek?  Nah, terus ada 1 lagi; ‘9 dari 10 pintu rezeki itu adalah pintu dagang’.”
“Wah, 9 dari 10 ya Kak?”
“Iyaaa. Kami juga sedang merintis usaha nih Dek; Daur ulang barang bekas.”
“Wah, itu lebih keren Kak! Nanti bisa diikutkan di program YSEALI bagian lingkungannya Kak. Setidaknya ada 2 hal Kak yang harus kita persiapkan dari sekarang untuk ikut-ikut program; Organisasi dan Kegiatan sosial. Karena di setiap formulir yang Fauzi isi tu selalu saja ditanya organisasi apa yang pernah kamu ikuti dan apa posisimu di sana? Lalu, apa kontribusi yang pernah kamu berikan untuk masyarakat? 2 hal ini penting banget Kak dan jadi modal banget untuk bisa lulus.”
“Yap, Kakak pun tahu ilmu itu semenjak Kakak ikut EZ Dek. Awalnya Kakak heran, kenapa sih teman-teman ni pada sibuk bikin gerakan peduli banjir Riau, kalau nggak salah waktu itu. Nah, ternyata ya sebagai bentuk kontribusi sosial tadi ya. Oh ya, apa sih cita-cita Adek?”
“Jadi duta besar lah Kak. Sesuai background pendidikan kan.”
“Pengennya di Negara mana Dek?”
“Eropa Kak.”
“Aamin ya Allah. Doa terbaik buat Adek ya.”

Beruntung sekali duduk dengan orang berilmu seperti ini. Aku bersyukur sekali.
“Adek mau ke mana lagi? Ada agenda lain atau mau nunggu di sini sampai jam 1? Soalnya jadwal Adek nanti setelah Zuhur. Kakak yang jadi moderatornya.”
“Oh, kebetulan kalau gitu. Fauzi mau pulang dulu ya Kak, mau packing-packing buat besok soalnya. Nanti jam 1 insya Allah Fauzi kembali lagi ke sini Kak.”
Ia permisi, meninggalkan kami berdua dan keterpanaan. Aku dan Lia.  Aku mendekati Lia dan kami mengupas lagi tentang obrolan tadi.
“Padahal orang kayak Fauzi itu tinggal milih aja ya Cin mau S2 di mana. Tapi nyatanya dia masih belum tahu mau lanjut ke mana. Dan yang bikin aku salut itu ketika tahu dia mau buka usaha. Nggak ada gengsi-gengsinya ya dia Cin. Salut banget!”
“Semoga Adek tu selalu dijaga Allah ya Cin.”
“Ammiin.”

Tenda peserta semuanya sudah didirikan. Sekarang masih pukul 11.00wib tapi karena nasi bungkus telah tiba, maka kami langsung makan.  Makan siang kali ini, pembacaan doanya dipimpin oleh seorang adek sholeh yang namanya Mukhlis. Aku langsung mengingat namanya untuk dicalonkan sebagai the best participant nanti. Aku makan di samping dek Nila. Ia menodongku untuk mengulas tentang cerpennya yang tadi minta dikoreksikan olehku.
“..Intinya, narasi dalam cerpen itu harus fungsional Dek. Ketika Adek menceritakan tentang suasana malam, harusnya ada esensi malam itu di dalamnya. Bukan hanya menghadirkan suasana malam karena Adek pinter menarasikannya, tapi ternyata nggak ada fungsinya dengan paragraph selanjutnya. Walaupun itu kisah nyata, nggak mesti juga semua tokohnya dimasukin Dek.  Kan masih boleh didramatisir. Terus, perhatikan lagi tanda bacanya ya.”
“Huahhh…makasih banyak ya Kak Ciiin. Sebenarnya cerita itu sedang Nila susun jadi novel loh Kak Ciiin. Tapi sejak Februari tahun kemarin, sampai sekarang belum juga kelar. Huaaahhhh, stag di halaman 37 aja dan rasanya udah selesai ceritanya sampai di situ. Masa novel cuma 37 kan Kak Cin? Hahaa.”

“Jadi dalam menulis novel itu ada yang namanya teknik mengurai cerita dan menyingkat cerita, Dek. Ini teori Kakak sendiri loh ya. Menyingkat cerita itu contohnya gini; ‘Aku kembali duduk di bangku ini. Ada kenangan yang masih segar diingatan, tentang sosok 5 tahun lalu’, nah itu kan lompat dari masa kini ke masa 5 tahun lalu sedangkan teknik mengurai cerita itu ya misalnya dengan menceritakan tentang detik demi detik menunggu seseorang dan bagaimana perasaan kita setiap detiknya. Nah, coba deh Adek lihat lagi novel Adek tu, di bagian mana yang seharusnya diurai lebih detil lagi.”
“Huahhhh…makasih banyak Kak Ciiiiin. Kak Cin memang luar biasaaa!”
Usai makan siang, aku dan Lia ngobrol dengan dek Jo, membahas tentang itikad baiknya membentuk tim BPJS Caring. Tersebab keprihatinannya menyaksikan kesulitan administrasi yang dirasakan pasien. Jadi, ia berencana mencari agen yang siap membantu para pasien untuk bisa segera dirawat ketika tiba di rumah sakit, sehingga tidak perlu memusingkan administrasi atau menunggu antrian.
“Aku selalu merasakan manisnya menolong orang sakit seperti itu Kak. Luar biasa bangeeet nikmatnya! Dan aku percaya, banyak kemudahan yang Tuhan berikan dalam hidup aku nanti sebagai balasannya. ” kata Dek Jo.
Anak muda itu seharusnya seperti ini; Solutif, kontributif dan kreatif. Setuju?

***

“Cin, aku hanya berfikir, betapa kerennya ya orang yang sering banget berkata; ‘Aku punya teman yang bisa ini, aku punya teman yang bisa itu’, ya kan? Hanya modal berteman baik, maka seolah kita benar-benar memilikinya sebagai asset. Terlepaslah dari mereka berteman baik atau sekedar kenal, tapi yang jelas, orang yang punya banyak teman itu kereeen banget!” kataku dalam perjalanan menuju kontrakan. Kami harus menjemput kipas angin, sebab di tenda cukup panas hawanya.
“Setuju Cin! Itulah hikmahnya kenapa kita diminta untuk memperluas silaturahmi.”
“Aku baru merumuskan sesuatu nih Cin! Kalau Titin itu orangnya Mau Belajar sedangkan mu itu orangnya Mau Berkenalan ,hemmm..kalau aku apaan ya?”
“Mu itu Mau Berbagi, Cin,” sambung Lia dengan senyuman.
“Ihhh..makasih Cincaaa.”

Eitsss, tapi tunggu dulu! Kunci kontrakannya mana ya? Alamaaakk! Ternyata ada di tas Titin dan kami lupa pula memintanya tadi. Terpaksa, kami harus kembali lagi ke Camp. Hikss.
“Apa hikmahnya ya Cin kira-kira? Kita kok bisa lupa gini sih?” kata Lia.
Dalam perjalanan, kami kembali merumuskan ide-ide gila. Lia ingin menciptakan wadah informasi untuk adik-adik di kampungnya yang bingung akan berkuliah di mana dan memilih jurusan apa.
“Kira-kira apa ya nama websitenya Cin?” tanya Lia.
“Emmm… apa ya? Gimana kalau  Go Get Gold? Mu kan sering tuh nyebut kalimat itu, kan?”
“Wahhh..iya ya Cin. Setujuuuuu! Tahu nggak Cin, kenapa Go Get Gold? Kenapa nggak Go Get Diamond? Kenapa harus emas? Kenapa bukan mutiara atau berlian?”
“Emmm…kenapa ya?”
“Karena kalau mutiara atau berlian itu hanya bisa dipakai oleh kalangan tertentu. Sedangkan kalau Emas itu bisa dipakai oleh semua kalangan,” jelas Lia.
“Dan… emas itu bisa diterima di semua unsur. Contohnya di dalam perak, palladium atau yang lainnya, tetap saja ada kandungan emasnya sekian persen. Ya kan?”
“Wahhh, bener banget Cin!”
Kami sudah tiba di kontrakan. Aku segera mendirikan sholat, kemudian kami tidur siang melepas lelah. Terbangun ketika HP Lia berkali-kali berdering. Ternyata Titin dan Kak Leni. Mereka meminta kami untuk cepat datang sebab acara akan segera dimulai sedangkan aku menjadi moderatornya.

***

Kipas angin dinyalakan dan mulailah aku memandu acara. Lidahku agak kaku sebab sudah sangat jarang menggunakannya berbahasa inggris. Hiksss. Pembicara pertama adalah Miftahul Fauzi dan yang kedua adalah Ibna Hayati, temanya adalah; ‘Empower your time, be productive!’. Fauzi menyampaikan dengan full berbahasa inggris tentang tips menjadi produktif; Membuat schedule, prioritas harian dan yang paling menarik adalah jangan habiskan banyak waktumu untuk berulang kali mengecheck notification di medsos. Aku semakin terkesima ketika HPnya berdering di dalam tasnya yang terletak di dekat dek Alen. Ketika dek Alen mengkodenya tentang dering HPnya tersebut, dek Fauzi hanya menggelengkan kepala, pertanda tak ingin memegang HPnya saat ini. Aku benar-benar salut padanya!
“5 minutes left!” kataku, mengkode dek Fauzi.

Dek Fauzi mengangguk, pertanda faham. Selanjutnya dek Ibna, menyampaikan tentang lawan kata sifat dari Productive. Ia menganjurkan jika ingin menjadi produktif, maka harus terlebih dahulu menjauhi lawan katanya; menunda-nunda, tidak tahu prioritas hidup, tidak bersyukur, suka menyepelekan dan lainnya. Kalimat Ibna yang paling aku suka adalah; “…apa yang kita dapatkan dalam hidup ini bukan semata-mata karena diri kita sendiri. Tapi karena Dia. Dialah yang Maha Memiliki segalanya dan Maha berkehendak memberikan karunianya kepada siapa saja. Siapalah kita tanpaNya?”
Dari salah satu slide, aku sangat suka dengan kutipan hadist ini; Tidak akan menyesal orang yang berisikharah, tidak akan rugi orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang berhemat. Insya Allah, hingga hari ini, istikharahku masih terus ku dirikan, dalam rangka menjemput jodoh, menjemput rezeki dan menjempu berkah.

Usai sesi tanya jawab, dek Fauzi menayangkan sebuah Video motivasi tentang Mimpi Selembar Daun Maple. Mataku sampai berkaca-kaca menyaksikannya. Ya Allah, sudah lama sekali ternyata aku tak menonton video semacam ini. Seperti biasa, seiring butir air mata haru yang jatuh, aku berdoa untuk semua impian-impianku semoga dipelukNya erat-erat dan suatu saat nanti akan ku buat pula video jejak hidupku. Aamin. Hari ini, dek Fauzi dengan segala cerita, materi dan videonya telah membuka mataku tentang siapa diri ini dan bagaimana seharusnya.
“Pray for my flight tomorrow ya guys!” kata Fauzi ketika berfoto bersama para peserta English Camp.
“Dek Fauzi itu waktu KPN, larinya paling kenceng loh Cin dan berenangnya juga, meskipun nggak menjadi yang terbaik, tapi aku akui dia sangat totalitas dalam seleksi itu. Dia berimbang banget ya; Hardskil, softskill dan olahraga.” Kataku kepada Lia.
“Luar biasa Ciiin! Tolong ingatkan aku terus ya Cin, supaya aku nggak lalai.”

Seluruh peserta dipersilahkan untuk sholat Ashar dan bersiap-siap untuk agenda selanjutnya; Mission Posible. Aku, dek Nila dan Holmes menjaga pos 5 di Kawah Biru. Ada 5 pos dalam misi ini dan masing-masing kelompok harus menyelesaikan misi di setiap pos. Sambil menunggu peserta tiba di pos 5, kami bercerita ngalor ngidul sambil memandang kawah biru. Tercetuslah ide dariku dan Holmes, semoga UR kelak menjadi Tourism Campus mengingat lansekap alamnya sangat mendukung dan kawah biru adalah salah satu eye chatchingnya. Beberapa minggu ini sudah menjadi tranding topic di dunia maya dan dunia nyata.
“Bang, Nila mau nanya nih, tapi agak ekstrim sih ini! hehe. Abang mau nggak dengan cewek yang beda keyakinan dengan abang?”
“Ya kalau memang Abang suka ya nggak masalah.”
“Kalau kami sebagai perempuan, nggak mau Bang. Karena kecenderungannya kami pengen yang yang se-keyakinan. Dalam islam juga nggak diperbolehkan kalau laki-lakinya bukan seorang muslim Bang. Tapi kalau perempuannya yang non muslim, diperbolehkan. Ada ayatnya kan Kak Cin?”
Aku mengangguk.

“Ya kan bisa dibicarakan tu, apakah Abang yang mengikuti dia atau dia yang mengikuti Abang atau di dalam 1 rumah ada 2 keyakinan. Soalnya, agama itu kan tergantung keyakinan masing-masing orang kan Dek,” jawab Holmes.
Aku hanya tersenyum saja bersama jawaban yang sudah ku pegang teguh di dalam hati. Obrolan pun berpindah ke topik lain hingga terlihat oleh kami kedatangan para peserta. Kelompok yang tiba pertama adalah kelompok 2. Awalnya kami takjub, tapi setelah tahu bahwa mereka tidak hadir di posko 2 dan 3, kami sedikit menyayangkan.
“This games is called; ‘Things to do’. You may use this stuff’s to make anything you want. Please use all this thing and make ke craziest as possible.”

Kami memberikan 2 buah botoh, beberapa lembar kertas, daun-daun kering dan spidol warna kepada mereka. Lalu kami beralih kepada kelompok lain dan meminta mereka menyebutkan nama kami satu per satu terlebih dulu. Alhamdulillah, mereka mengenalku meskipun agak lupa-lupa sedikit. Hehe. Setelah semua kelompok diberikan benda-benda yang harus mereka kreasikan, mereka diminta untuk mempostnya ke Instagram dengan mentag akun kami bertiga dan hastag EnglishCamp2016 lalu mensharenya ke Facebook dengan mention KUI UR. Lumayan , nambah follower, ciiin! Hehe.
Maghrib hampir tiba. Para peserta diminta untuk mandi dan sholat maghrib. Aku dan Dek Nila bergegas pulang. Dek Nila rewel, ia pernah membaca hadist yang mengatakan bahwa jika telah terlihat bintang, maka sholat maghribnya tidak sah lagi sebab waktunya sangat singkat. Kami harus mandi dan sholat dalam gelapnya kontrakan sebab pulsa tokennya sudah habis dan belum sempat mengisinya.

“Lia ngilang ntah ke mana loh Mamakeee, Tin ditinggalkannya sendirian di sana sebagai cewek!” Titin ngomel-ngomel ketika baru tiba di kontrakan. Untung dek Nila nggak ikutan panik mendengar keluhan Titin. Selanjutnya Titin gelisah tentang token yang belum sempat dibeli dan rumah yang berantakan hari ini. Belum lagi ditambah dengan parnonya yang kambuh, huahhhh! Setelah sholat Isya, kami berboncengan bertiga ke kampus karena ternyata tadi Titin minta diantar oleh Menwa.
“Berjasa banget loh motormu ini Ciiin!” kata Titin. “Sejak KKN loh Dek kemarin kami pakai motor ini dan belum lagi jasanya Kakak pakai waktu cari-cari kerja.”
Malam ini adalah acara Group performance dan bakar api unggun. Sebelum dimulai, Kak Leni menyampaikan nasehat bak kalimat resonansi. Nggak nyangka kak Leni bisa se-indah ini kata-katanya. Nyesal banget, kenapa nggak ku rekam aja ya? Meminta kak Leni mengulangnya sudah pasti tidak mungkin, sebab ia pun dengan metode impromptu (serta merta). Setelah api unggun menyala, penampilan yel-yel dan bakat dari masing-masing kelompok pun dimulai!

“Ah, indahnya memandang langit seperti ini,” aku merebahkan tubuh di belakang Titin, memandang langit. Sejenak beralih dari euphoria camp. Lagi-lagi khayalanku teraktivasi;  Semoga jodohku kelak adalah seseorang  yang juga mencintai langit  malam sepertiku aamiin.
Usai pensi dan berbagai aksi gila-gilaan, saatnya pop mie party. Aku dan panitia lainnya duduk merumput. Sambil menikmati pop mie, lagi-lagi aku memandang langit dan mendengarkan lagu-lagu dari speaker.
“…Kalau ibu udah merestui, hemmm… beruntunglah hidup kita! Lancarlah semua urusan kita. Aku percaya itu!”
Ntah bagaimana mulanya, dek Joshua akhirnya berkata seperti itu. Mendadak, aku jadi kangeeeeen banget sama mami. Segera ku keluarkan HPku yang ternyata sudah lowbat, dan segera ku ketik sebuah pesan untuk mami;
Mamiku tersayang…sambil memandang langit malam ini, El ingin bilang; “Restui pilihan El ya. Jodoh, karir dan pertemanan El.”
Loving u as always.
Pesanku tak dibalas, barangkali mami sudah tidur. Setelah makan pop mie, tak lama kemudian aku dan panitia cewek bersiap untuk tidur. Aku tidur di sebelah kak Leni dan di dekat Titin yang ntah apa alasannya justru memilih nonton Mohabbatein. Sudah ku ajak tidur, tapi ia tak bergeming. Ah sudahlah!
Ketika mataku hampir terpejam, ku dengar suara anak Menwa melaporkan tentang 3 orang laki-laki yang datang dan mendirikan tenda untuk ikut bercamping di sini. Kak Leni ke luar dan menegaskan kepada mereka bahwa mereka tidak bisa sesuka hati bergabung di camp ini. Mereka pun akhirnya pergi. Setelah itu, aku tidak tahu lagi apa yang terjadi. Dan mulai tertidur hingga suara azan Subuh membangunkanku.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantap kak Elysa
Tp ada satu yang tertinggal kak, cerita pas tidur kok gak ada?
Kan ada cerita lucu yg buat tertawa kita terbahak bahak...