Minggu, 04 September 2016

Day 2 English Camp; Love your Life


Pada akhirnya dan pada kenyataannya, kita tidak pernah mampu membahagiakan semua orang. Bak kata pepatah, Niat hati memeluk gunung, apalah daya tangan tak sampai. Kita hanya mampu melakukan apa yang sanggup kita lakukan. Dan memang hanya itu yang seharusnya kita lakukan. Ada orang yang menyukai atau tidak menyukai kita adalah bagian dari keniscayaan. Sekalipun setelah menjadi baik, ada juga yang tidak menyukai kita, tetaplah menjadi orang baik! Ya?
*Tetaplah baik – metamor(Prosa)
***

“Kak, bayangkanlah, masa mereka senam dengan baju ini langsung? Pasti gerah rasanya. Memangnya mereka nggak mandi dulu ya Kak?”
Suara Titin membangunkanku.
“Iya juga yaa. Tapi kalau mereka mandi dulu, ya ntar keringatan lagi donk. Gimana tu?”
Mataku tetap terpejam, tapi telingaku terus menyimak obrolan Titin dan Kak Leni. Tapi semakin lama kok aku semakin ingin bersuara ya?
“Udahlah, yang tadi malam udah fix tu nggak usah lagi diubah-ubah,” kataku, dengan suara parau.
“Iya juga sih. Kan tadi malam udah disepakati kalau mereka mandinya setelah senam,” kata kak Leni.
Aku lalu bangun dan kak Leni minta ditemani ke KUI. Baru kali ini sesubuh ini aku memasuki rektorat. Rasanya agak serem-serem gimanaaa gitu. Biasanya kan selalu ada orang-orang yang beraktivitas di sini. Yang ada hanya beberapa orang satpam saja yang menjaga di bawah.
“Kak, ada lipstick?” tanyaku, usai sholat.
“Ada. Tuh di dalam tas. Pakai aja Dek.”

Aku langsung memakainya. Bukan apa-apa, aku memakai lipstick bukan karena ingin berkaya atau apa, tapi karena memang membutuhkannya; Bibirku mudah kering, pecah-pecah dan berdarah jika kering apalagi kalau berada di ruangan ber AC seperti ini.
“Yuk Dek!” kak Leni sudah selesai sholat dan mengajakku kembali ke Camp.
“Kak, udah ada yang ndeketin Kakak apa belum sih sekarang? Maaf nih kalau boleh Elis tahu. Soalnya Elis lihat di Sticky notes itu Kakak menulis; Marry Soon.”
“Yang deket aja Dek, tapi ya deket sebagai teman aja. Kakak nggak mau terlalu ambil pusing Dek. Ya jodoh itu kan misteri dan nggak terduga kapan datangnya.”
“Iya Kak, itulah yang terbaik; berpasrah. Kalau memang sudah tiba masanya, dia pasti datang. Semoga Kakak tetap tenang ya dalam penantian ini. aamiin.”

Kami langsung bergabung dengan peserta dan panitia senam di lapangan. Kami senam Pinguin, senam Gemu Fa Mi re dan terakhir ntah senam apa namanya, yang jelas dipandu oleh kak Lady. Aku, Lia, Titin dan dek Nila senam di belakang peserta. Tiba-tiba Holmes dan Yohanes mengejek-ngejek aku dan Nila. Kata mereka, gaya tidurku ekstrem banget. Ketika Holmes memperagakannya, kok aku merasa itu gaya tidur kok mirip kayak monyet ya? hahaha. Sedangkan dek Nila diejek-ejek oleh Yohanes karena ngiler. *iyuuuh. Tapi dek Nila merasa mereka bohong, karena dek Nila tak tidur nyenyak dan sering terbangun. Aku tak bisa menyela sama sekali sebab aku memang tidur sangat lelap. Huahhhh.
“Iya loh, Mamake memang ngeri kali pose tidurnya,” kata Titin.
Nah, berbeda lagi kasusnya dengan Titin. Dia sengaja nggak tidur karena khawatir keanehannya kambuh. Dan meskipun sudah berusaha tidak tidur dengan menonton film Korea dan India, tapi pada akhirnya ia tertidur juga. 2 kali ia berjalan dalam tidurnya, yang pertama ia tersadar karena kakinya membentur tunggul di samping tenda dan yang kedua karena kakinya tersandung besi pemancang tenda. Dan 2 kali itu pula anak-anak Menwa membangunkannya; “Tini, bangun Tiiin!”

“Ih, orang ini kok nyebarin ceritaku semalam sih? Aku kan maluuu woy,” kata Titin.
Aku juga baru ingat, dulu sewaktu kami satu posko di KKN, Titin memang pernah bercerita tentang kebiasaannya berjalan ketika tidur setiap kali kemah. Anehnya, selama KKN dan sampai kami se-kontrakan sekarang, kebiasaan itu tidak pernah kambuh kecuali semalam. Yang mengherankan, kok Tubuhnya Titin bisa faham ya yang mana rumah dan yang mana kemah? Hahaa.
“Setiap kali kemah, aku pasti selalu jadi bahan cerita orang-orang loh Cin. Aku juga nggak sadar loh dengan kebiasaanku itu. Setahu aku ya aku nggak berjalan. Pokoknya, aku baru sadar kalau kena air atau kena benda yang dingin. Emak aku di rumah pun bilang kalau aku nggak jalan-jalan waktu tidur,” jelas Titin.
“Ini kalau mau dibikin novel, judulnya adalah; ‘Seorang perempuan yang berjalan dalam tidurnya’, hehe,” tambahku lagi.

Usai senam, pukul 06.40wib, aku pulang ke kontrakan bersama dek Nila. Barulah setelah kami sampai, Titin dan Lia juga pulang. Mereka membawakan sarapan juga untuk kami. Kami sarapan bersama di kontrakan.
“Tahu nggak Cin, semalam ada loh peserta yang sholat Tahajud dan ngaji. Ya ampuuun, kok sholeh banget ya Adek itu!” kata Titin. “Dia itulah yang waktu itu membaca doa sebelum makan siang. Mukhlis namanya kalau nggak salah.”
“Kita keep ya namanya sebagai calon peserta terbaik,” kataku. Senang sekali mendengar informasi semacam ini. Semoga adik itu selalu dijaga oleh Allah. Aamiin.
Kami kembali lagi ke Camp setelah selesai mandi dan beres-beres. Sesampainya di parkiran, aku dan Lia melihat 2 mahasiswa asing yang sedang berjalan meninggalkan camp. Wah, ternyata kami terlambat beberapa menit untuk bisa menyaksikan mereka! hiksss. Yang satunya dari USA dan yang satunya lagi dari Turkey. Maybe someday. Amiin.

Ketika masuk ke dalam tenda, aku melihat dek Hary sedang menceritakan pengalamannya menerima penghargaan dari LENOVO beberapa waktu lalu. Hari ini yang mengisi motivational sessionnya adalah dek Hary Hovar (Penerima penghargaan dari Lenovo Inspiring hunt, founder I-YES) dan Azhari Setiawan (Mawapres UR 2014 dan Mahasiswa Magister di UI). Temanya adalah; 'Love your life, Manage Your social Media!'. Aku sangat suka dengan kalimatnya dek Hary ini; “Kalau saya tidak mampu, saya tidak pernah malu untuk meminta tolong. Dan kalau saya tidak tahu, saya
tidak pernah malu untuk bertanya.” Sederhana, namun memukau! Dan betapa terharunya aku ketika ia menyebut-nyebut namaku..
“Saya belajar menulis dari Kak Elis. Beliaulah yang mengajari saya bagaimana caranya menulis dengan baik. Meskipun sampai sekarang juga masih musiman, kapan sempat aja. hehe. Saya hanya heran kepada Kak Elis, bagaimana sih tipsnya supaya rajin nulis sebab setiap saat saya selalu melihatnya update tulisan. Bagaimana ya dia bisa serajin itu?”  ungkap Hary.
Aku tersipu malu. Hiksss. Beberapa peserta menoleh ke arahku. Tapi aku pura-pura tidak tahu. Seolah berkata; “Siapa ya Elysa? Bukan aku.” Hehe.

Selanjutnya, ketika Azhari berbicara, ia juga menyebut-nyebut namaku. Bahwa aku pernah menantangnya menulis cerpen dan hingga hari ini ia belum juga bisa menuliskannya. Lalu ia memujiku bahwa banyak adik-adik yang sukses dalam bimbinganku. Aku hanya bertanya di dalam hati; “Apa yang sudah ku lakukan ya Allah?” Dan yang ku sukai dari apa yang disampaikan oleh Azhari adalah; “Kita yang butuh Medsos atau Medsos yang butuh kita? Coba analisa lagi. Gunakanlah medsos untuk berkontribusi, setidaknya kepada orang-orang yang membaca tulisan-tulisan kita.”
Setelah mereka berdua selesai, kami berfoto bersama di depan booth. Kali ini tidak bersama peserta sebab dek Alen sudah mengambil alih tugas sebagai instruktur games. Aku dan panitia lainnya ikut membantu Alen mengawasi peserta dalam games ‘How to negotiate’ ini. Dan setelah itu, seluruh peserta diminta untuk membongkar tenda di bawah pengawasan anggota Pramuka.

“Nggak terasa ya cepat banget Campnya berakhir?” kataku.
Selanjutnya, operasi semut. Seluruh peserta dibariskan dan serentak berpencar di seluruh penjuru Camp untuk memungut sampah. Usai operasi semut, seluruh peserta diberi snack dan berisitirahat sejenak sebelum closing ceremony. Penutupan kali ini ditutup secara resmi oleh kak Leni, lalu disusul dengan pengumuman peserta terbaik putra dan putri, the best committee, kelompok terbaik dan tenda terbaik. Acara ditutup dengan doa yang dipandu oleh dek Mukhlis. Ia memandu doa dengan menggunakan peci yang dipakainya untuk sholat Tahajud semalam. Masya Allah! Lalu kami bersalam-salaman serta berfoto bersama. See u on English Camp 2017, guysss!

Setelah seluruh peserta pulang, kami para pantia breafing di dalam tenda. Membicarakan tentang acara kebersamaan antar panitia. Disepakati nanti malam berkumpul di Koro-koro pukul 19.00wib. Semuanya sepakat, termasuk dek Alen dan dek Sora yang sebelumnya masih ragu-ragu. Breafing telah usai dan kini tiba saatnya kami membongkar tenda utama. Nampakanya panitia mulai kelelahan dan muncullah berbagai tingkah gila bin aneh kami. Mulai dari aku yang mengatakan bahwa sorot matanya dek Jo mirip dengan Agnes Monica. Sehingga aku menyapanya, dek Josh Mo. Hahaa.
“Sumpahlah Kak, itu pujian atau hinaan ya namanya? Masa aku kayak Agnes Monica, ntah darimana pula asalnya. Haha.”
Belum lagi Yohanes dan Holmes yang senang betul mengulang-ulang tentang pose tidurku dan dek Nila semalam.
“Woy, sampai hari ini, coba perhatikan kulit siapa yang masih kinclooong?”
Kami sontak menoleh semua ke arah kak Peni yang masih kinclong banget kulitnya.

“Ayo kita lempar Kak Peni kea pi unggun aja!!! Biar gosooong,” teriak yang lainnya.
Setelah tenda berhasil dirobohkan, kami para perempuan membantu menggulung tali dan mengumpulkan pasak yang kecil-kecil.
“Teh, ini gara-gara sandalku dibawa sama Teteh, kakiku jadi begini Teeeh,” kata dek Alen kepadaku.
Aku meringis, malu. “Maap ya Dek, Kakak pun tadi kok nggak ingat ya ngebawa lagi tuh sandal. Heheh. Nih, pakeklah sepatu pansus Kakak Dekkk..”
“Haha, nggak apa-apalah Teh,” lalu Alen berlalu lagi membantu yang lainnya.
Aku menilai Dek Alen sebagai orang yang inisiatif banget. Setiap ada kekosongan, ia selalu mengambil alihnya. Tentu saja ada perbedaan kerja antara orang panggung dengan orang lapangan. Tapi, puncak semua kerja di lapangan itu representatifnya  terletak pada orang panggung. Kelihatannya memang tak berat, tapi sesungguhnya, beban mental dan emosional itu tertumpu pada orang panggung. Keduanya harus sama-sama memaklumi dan mengisi peran. Aku ini ntah orang panggung atau orang lapangan ya pemirsaaa? hehee.

“Guysssssss! Ada yang lihat NUVO hand sanitizerku nggaaaaak?” aku tiba-tiba memekik ketika menyadari bahwa Nuvoku hilang.
“Tadi ku tarukkan di dalam kardus,” kata Holmes.
“Kardus yang mana tuuu?”
“Yang ada aqua gelasnya itu.”
“Arggghhh…jangan-jangan udah masuk ketumpukan sampah ndakkk?! Hikssss.”
Aku langsung mengaduk-ngaduk isi plastik sampah. Barangkali Holmes kasihan, dia langsung membantuku mencarinya. Alhamdulillah ketemuuuu. Aku lega dan kegirangan banget pemirsaaaa!
“Oh, masih penuh ya? Pantesan histeris kali kalau hilang, hahaa,” kata Holmes, meledekku.
Azan zhuhur sudah berkumandang dan kami pun pulang. Dek Nila ikut bersama kami ke kontrakan.
“Kak, Ciiin, itu ada sampah yang masih ketinggalan kayaknya!” kata dek Nila.
“Yang mana Dek?”
“Itu yang plastik putih di dekan kita minum es teh tadi.”
Aku melihat ke arah yang ditunjuknya. Tapi rasanya malas untuk kembali ke sana sebab aku sudah menyalakan motor. Biar saja ESU yang membereskannya, pikirku. Sesampainya di rumah, kami semua tewas seketika. Lelah sekali rasanya badan ini, mewajibkan untuk segera diistirahatkan.

***

Sekitar pukul 15.00wib dek Nila minta diantarkan ke Halte hotel Mona, ia akan pulang bersama temannya. Aku mulai hang lagi ternyata. Dalam fikiranku, Halte Hotel Mona itu adalah halte yang terletak di dekat Giant. Hahaa. Hampir saja aku salah berbelok pemirsaaa. Fatal!
“Mkasih Kak Ciiin. Sampai jumpa nanti malam yaaa!”
Aku kembali ke kontrakan. Sebenarnya masih ingin tidur, tapi melihat rumah yang kayak kapal pecah kena bom nuklir ini, akhirnya ku putuskan untuk membereskannya saja. Sedangkan Cin Lia membereskan kamar.

Sore, sekitar pukul 17.30wib Lia ngajar Privat. Katanya, ia langsung ke Awal Bros Panam untuk menjenguk temannya yang baru melahirkan. Selanjutnya, ia tidak pulang lagi ke kontrakan dan langsung ke koro-koro. Aku dan Titin malam ini sama-sama berkosum merah-hitam. Kami langsung ke lantai 2 koro-koro, ruangan 201. Sudah ada teman-teman yang lainnya di sana. Yang belum datang hanya Holmes dan dek Nila. Kami berfoto Riau dan bernyanyi. Berbeda denganku. Aku tidak menyentuh mic sama sekali, sekalipun aku tahu lagu India yang dipilih. Berbeda pula dengan Sora, Joshua dan Arif yang totalitas ngedance segila-gilanya. Hemmm…kalau tidak disatukan dalam kepanitiaan semacam ini, barangkali aku tidak pernah tahu seseseru apa mereka-mereka ini. Semoga kita tetap  keep in together ya guyss. Terutama dengan yang akan terbang ke Oxford. Yuhuuuu…

“Nikmatilah momennya, El!”
Aku jadi teringat dengan kalimat sakti itu. Milik seseorang yang luar biasa. Ia mengajariku untuk menikmati setiap momen yang dialami. Tapi kali ini, aku benar-benar tak bisa seluruhnya menikmati momennya, sebab aku tidak terlalu suka dengan suasana karoke seperti ini. Aku malah asyik sendiri dengan tulisan-tulisanku. Yap, kalau bersama tulisan-tulisan ini, aku selalu berhasil merasa ‘hidup’ di mana saja dan kapan saja. Maybe its caused writing is my everything ya?
“Kita udahan yuk? Udah jam setengah 10 nih. Kita ke tempat makan lagi sekarang!” ajak kak Leni dan kak Peni.
Kami sepakat untuk memilih bakso Boom Molika. Sempat berdebat memilih lokasi yang di jalan Delima atau Kualu. Dan akhirnya disepakatilah lokasi di jalan Delima. Kak Peni melaju duluan, disusul oleh Lia dan aku+Titin di belakangnya. Tapi, tiba-tiba…
“Mamakeeee… sweaternya masuk ke rantaaiiii! Berhenti mamakeeee!”
Aku masih agak bingung.

“Mamakee berhentiii! Eh, makin tergiling lah dia ni haaa.”
Akhirnya aku benar-benar mengerem motor. Memundurkannya sedikit demi sedikit sampai sweaternya sempurna terlepas dari rantai. Untung saja tidak koyak, hanya sudah berlumur oli saja.
“Huhhh, kapoklah aku nii nanti dimarah sama Liaaaa.. hiksss!” kata Titin.
Sesampainya kami di TKP, ternyata kak Peni malah bertanya; “Yang lainnya ke mana ya? Kok nggak nyampai-nyampai orang tu ke sini.”
Ternyata, setelah di check di grup WA, mereka malah udah nongkrong di Kualu. Kami yang hanya bertiga di sini akhirnya mengalah.
“Bang, maaf ya kami salah lokasi ternyata. Maaf ya Bang,” kata kak Peni.
“Nggak apa-apa Mbak. Tapi lain kali jangan lupa mampir ya Mbaaak,” kata si abang, ramah. Syukurlah, kirain ia bakal marah tadi. hikksss.
Sesampainya di Kulau, aku langsung memesan menu. Kak Peni terlihat sangat bĂȘte. Diam saja, tapi tidak juga menggerutu. Titin langsung duduk di sebelah Lia dan mengklarifikasi apa yang tadi terjadi kepada kami. Setelah hidangan tersaji, kami menikmatinya dengan lahap.

“Kak, bagi baksonya 1 yaa!” aku langsung mencomot bakso dari mangkoknya kak Peni. Hehe.
Usai makan, ku tunjukkan sebuah quotes yang pernah ku tulis, kepada dek Joshua..
Ketika seorang PENULIS jatuh cinta, yang jatuh cinta bukan hanya hatinya, tetapi juga tulisan-tulisannya.
Dek Jo tersenyum penuh kekaguman.
“Kak, aku mau tanya deh! Kakak tu berapa kali ngedit tulisan sih sebelum tulisan itu Kakak post? Aku tuh suka nulis, tapi pengennya sekali tulis dan langsung post aja. Nggak pengen ngedit-ngedit ulang, hehe. tapi past ku baca, ternyata tulisanku itu lompat-lompat, nggak nyambung dari paragraph 1 ke yang lain. Ahhaha,” tanya dek Jo.
“Jarang diedit sih Dek. Palingan kalau ada yang typo-typo aja. kecuali kalau itu tulisan ilmiah ya. Itu memang butuh diedit bener-bener sebelum dipost atau dikirim ke penyelenggara.”

“Sumpahlah Kak? Ya ampuuun, tapi kok bisa sebagus itu sih tulisan Kaka?”
“Emmm.. coba Adek terusin dan tekunin dulu nulis ala instan-mu itu Dek. Nanti lama-lama Adek pasti nyaman dan mulai nemuin ciri khas Adek. Siapa tahu aja memang gayamu lompat-lompat nulisnya Dek. Ahhaa.”
Pukul 22.35wib kami beranjak pulang setelah salam-salamaan dan berterimakasih kepada kak Leni dan kak Peni.
“Jangan lupa ya hari rabu ke KUI untuk ngambil sertifikat dan honor,” kata kak Leni.
“Wah, ada honornya juga ya Kak?” kataku.
“Alhamdulillah, akhirnya aku bisa beli mobil mewah berkat KUI.”
“Akhirnya aku bisa punya rumah baru berkat KUI.”
Dan aneka macam akhirnya-akhirnya yang lain yang lebih mustahil lagi. hahaa. Panitia English Camp 2016 emang ketceh-ketceh ya pemirsaaa.  Nice committee, nice participant and nice agenda! Love it much! Aku pasti akan merindukan kalian semua dan semua momen ini.

3 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Nice moment, we must miss its

Unknown mengatakan...

Nice moment, we must miss its