Tiba-tiba aku terjaga dengan ringannya di pukul 05.15wib (kayaknya sih jam segitu). Ketika masuk toilet dan ternyata lampu udah menyala, aku menduga Rini pasti sholat tahajud tadi (tapi kok nggak bangunin aku yak? Atau dia udah berusaha tapi akunya masih keok?). Aku bertambah yakin ketika melihat power bank udah tercabut dari colokan dan berpindah ke atas tempat tidur.
"Rin, bangun. Subuuuhhh," bujukku. Tumben memang, aku bangun sepagi ini dan tanpa dibangunkan. Mungkin, hatiku sedang 'hidup'.
"Rin, woooyy, subuhhh loh. Sekali-kali kita sholat diawal waktu lah, jangan kesiangan terus," bujukku setelah sholat Fajar dan mulai membuka lembaran Al-Quran. Kaki Rini bergerak-gerak, aku tahu dia sudah terjaga, hanya raganya saja yang belum siaga.
"Rin, ayoook loh sholat," bujukku lagi ketika sudah sehalaman ku baca.
"Riiiin! Buruanlah Rin," bujukku yang terakhir.
Aku kembali kepada niat 'ingin sholat diawal waktu', akhirnya aku sholat duluan. Rasanya, selama 3 tahun kami sekamar, inilah yang pertama kalinya aku meninggalkannya sholat dengan sengaja. Jujur, agak gimana gitu rasanya. Tapi, langit pun mulai menyingkirkan gulita sementara aku takut didahului cericit burung gereja. Maka, maafkan aku Rin kali ini meninggalkanmu. Aku ingat semua kesabaranmu kok dalam membangunkan dan menungguiku selama ini, bener-bener ingat. Dan, aku men-terimakasihi dia untuk semua kesabarannya itu. Tapi, sebenarnya ini bukan tentang aku yang egois dan Rini yang super sabar, ini tentang ketepatan waktu memenuhi panggilan-Nya. Maka, setelah berbagai pertanyaan dan pernyataan seputar hal tersebut muncul, aku berkata di dalam hati: "Oke Rin, lain kali kalau aku lambat dan malas-malasan sholat, duluan aja sholatnya. Aku juga akan sholat duluan kalau Rini males-malesan. Kecuali, kalau minta tunggu karena suatu alasan, barulah kita saling menunggu."
"Rin, bangun. Subuuuhhh," bujukku. Tumben memang, aku bangun sepagi ini dan tanpa dibangunkan. Mungkin, hatiku sedang 'hidup'.
"Rin, woooyy, subuhhh loh. Sekali-kali kita sholat diawal waktu lah, jangan kesiangan terus," bujukku setelah sholat Fajar dan mulai membuka lembaran Al-Quran. Kaki Rini bergerak-gerak, aku tahu dia sudah terjaga, hanya raganya saja yang belum siaga.
"Rin, ayoook loh sholat," bujukku lagi ketika sudah sehalaman ku baca.
"Riiiin! Buruanlah Rin," bujukku yang terakhir.
Aku kembali kepada niat 'ingin sholat diawal waktu', akhirnya aku sholat duluan. Rasanya, selama 3 tahun kami sekamar, inilah yang pertama kalinya aku meninggalkannya sholat dengan sengaja. Jujur, agak gimana gitu rasanya. Tapi, langit pun mulai menyingkirkan gulita sementara aku takut didahului cericit burung gereja. Maka, maafkan aku Rin kali ini meninggalkanmu. Aku ingat semua kesabaranmu kok dalam membangunkan dan menungguiku selama ini, bener-bener ingat. Dan, aku men-terimakasihi dia untuk semua kesabarannya itu. Tapi, sebenarnya ini bukan tentang aku yang egois dan Rini yang super sabar, ini tentang ketepatan waktu memenuhi panggilan-Nya. Maka, setelah berbagai pertanyaan dan pernyataan seputar hal tersebut muncul, aku berkata di dalam hati: "Oke Rin, lain kali kalau aku lambat dan malas-malasan sholat, duluan aja sholatnya. Aku juga akan sholat duluan kalau Rini males-malesan. Kecuali, kalau minta tunggu karena suatu alasan, barulah kita saling menunggu."