Kamis, 30 April 2015

Donor Darah: Menyehatkanmu, Menyelamatkannya

Tiba-tiba aku terjaga dengan ringannya di pukul 05.15wib (kayaknya sih jam segitu). Ketika masuk toilet dan ternyata lampu udah menyala, aku menduga Rini pasti sholat tahajud tadi (tapi kok nggak bangunin aku yak? Atau dia udah berusaha tapi akunya masih keok?). Aku bertambah yakin ketika melihat power bank udah tercabut dari colokan dan berpindah ke atas tempat tidur.
"Rin, bangun. Subuuuhhh," bujukku. Tumben memang, aku bangun sepagi ini dan tanpa dibangunkan. Mungkin, hatiku sedang 'hidup'.
"Rin, woooyy, subuhhh loh. Sekali-kali kita sholat diawal waktu lah, jangan kesiangan terus," bujukku setelah sholat Fajar dan mulai membuka lembaran Al-Quran. Kaki Rini bergerak-gerak, aku tahu dia sudah terjaga, hanya raganya saja yang belum siaga.
"Rin, ayoook loh sholat," bujukku lagi ketika sudah sehalaman ku baca.
"Riiiin! Buruanlah Rin," bujukku yang terakhir.

Aku kembali kepada niat 'ingin sholat diawal waktu', akhirnya aku sholat duluan. Rasanya, selama 3 tahun kami sekamar, inilah yang pertama kalinya aku meninggalkannya sholat dengan sengaja. Jujur, agak gimana gitu rasanya. Tapi, langit pun mulai menyingkirkan gulita sementara aku takut didahului cericit burung gereja. Maka, maafkan aku Rin kali ini meninggalkanmu. Aku ingat semua kesabaranmu kok dalam membangunkan dan menungguiku selama ini, bener-bener ingat. Dan, aku men-terimakasihi dia untuk semua kesabarannya itu. Tapi, sebenarnya ini bukan tentang aku yang egois dan Rini yang super sabar, ini tentang ketepatan waktu memenuhi panggilan-Nya. Maka, setelah berbagai pertanyaan dan pernyataan seputar hal tersebut muncul, aku berkata di dalam hati: "Oke Rin, lain kali kalau aku lambat dan malas-malasan sholat, duluan aja sholatnya. Aku juga akan sholat duluan kalau Rini males-malesan. Kecuali, kalau minta tunggu karena suatu alasan, barulah kita saling menunggu."

Mei Ber-Kemarau Dimulanya

Aku masih ingat dongeng celotehku tentang kewajibanku yang lalu-dulu. Tidakkah aku tak mengapa jika pun tak menampakkan raga? Demikian pernah ku tanya kepada sendiri. Benar kiranya bahwa segala tindak akan menanduki penindaknya. Benar pula kata-kata mami bahwa karma tak lagi berjalan, tapi kini berlarian sesuka-semaunya. Aku mendapati diriku kini dalam duluku. Di tempat baru ini, aku menjawab sendiri segala tanyaku yang dulu, bahka termasuk yang telah terlupa. Aku berhenti! Tidak ingin ter-karma selain di sini.
Mei sedang menjenguk April, 2015

Inspirasi: Menciptakan Trend

Aku pernah membaca koran on-line tentang kak Vivien dan aku sangat ingat apa yang tertulis di sana.
Kenapa orang-orang berbondong-bondong datang ke mall? Karena sudah terbentuk trend bahwa ke mall itu keren dan ketika orang beramai-ramai ke mall. Akhirnya menjadi trend dan orang banyak memilih ke sana untuk berlibur. Nah, jadi tugas kita adalah menciptakan trend agar orang-orang ramai berkunjung ke tempat pariwisata alam di Riau.

Kurang lebih begitulah kalimatnya, intinya adlaah tentang menciptakan TREND.
Hari ini, ketika aku donor darah, aku baru menyadari bahwa mendonorkan darah belum menjadi trend (terutama di kalangan mhs UR). Terbukti sejak pagi bus PMI udah mangkal di BEM FKIP UR sampai jam 12.00wib, tapi yang datang dan mendonorkan darahnya nggak sampai 30 orang.

Maka, tugas kita (untung aja tadi aku udah donor) adalah menciptakan TREND bahwa mendonorkan darah itu keren, menyehatkan, membuat tubuh lebih ringan dan jauh dari penyakit-penyakit berbahaya. Bismillah! *nggak salah deh tadi aku udah donorin darah, jadi ide ini bukan sekedar imajiner belaka. hehe. Tentu butuh waktu dan itu nggak sebentar, tapi setidaknya langkah perubahan telah dimulai sejak diimpikan. *azekkkkkk
#Inspirasi dari kak Vivie

Rabu, 29 April 2015

Kembali Berawal

Benarkah kita butuh alasan untuk bertemu?
Bukankah dahulunya kita tanpa begitu?
Kita hanya butuh kembali awal, di dalam baru

Lengah lelah, Mei 2015

Putihku Putihmu juga

Pagi ini ada ujian proposal dan hasil di Pendidikan Ekonomi dan aku yakin mereka adalah teman-teman se-angkatanku. Pengen banget rasanya hadir, minimal aku akan mengamati bagaimana proses yang kata mereka sulit itu berlangsung. Kalau tentang pertanyaan-pertanyaan wisuda itu aku udah kebal kok, tenang aja wahai diri! hehe. Tapi, penyakit lamaku kambuh; kecanduang ngeblog.hehe. Padahal tadi pagi niatnya bentar dan waktu lihat udah jam 07.00wib aja, aku udah ancang-ancang untuk berhenti. Tapi, ketika Rini pergi (gile nih bocah, akan bersibuk ria hari ini untuk Pemira) dan meninggalkan laptop plus modemnya, ya udah lanjut lagi coooyyyy.

Perut lama-lama teriakannya semakin kuat. Aku kelaparan, pemirsaaaa.
Mau pesan lauk, nyadar diri nggak punya uang dan Rini pun nggak ninggalin uang. hiksss, akhirnya aku nyeduh Quaker Oats. Widiiih! Kok lama-lama aku eneg ya? Aku maksain diri buat nggak mencampurinya denga susu *alasannya masih sama sih; menekan pengeluaran, hehe. Tapi, kali ini bener-bener nggak sanggup aku ngabisin porsi yang cuma sepiring kecil ini. Hueeekkk, ternyata makanan beresiko tinggi itu memang enak banget ya pemirsaaaa (kalau dibandingin dengan bubur nggak berasa ini, hiksss).

Inspirasi: Yang Membaca adalah HATI

Membaca tulisan seseorang itu membuat hati kita saling ber-JUJUR.
Siapa pun dia. Jahat atau baik, ketika kita membaca tulisannya, kita akan melihat sisi 'sebenarnya' dari dirinya. Begitu pun dengan kita, bukan lidah ataupun mata kita yang sedang bekerja, tapi HATI. Nah, kita sebagai pembaca atau dia sebagai penulis, sama-sama sedang menggunakan hati untuk berkomunikasi. So sweet kan?
This make me more desire in writing. hehe
Kita bisa membaca dengan jujur
Dia bisa mengungkap dengan jujur
itulah hikmahnya

Selasa, 28 April 2015

Titip Salam Untuk Negeri di Atas Awan

Sejak semalam, aku mengukuhkan tekad untuk ke prodi hari ini. Kemarin, lagi-lagi nggak jadi karena alasan psikologis. Sengaja memang, aku tidak menulis apapun pagi ini untuk menghindari kecanduan. Aku berencana untuk membaca file PENAPPUCINO yang udah direvisi dek Romi kemarin. Lah? Malah nggak bisa dibuka dilaptopku. Padahal di laptopnya Rini bisa. Aku mencurigai latopku yang sudah sangat full memorynya sehingga nggak bisa membuka file, termasuk foto juga nggak bisa. Hiksss.

Aku membuka satu per satu file di locak disk. Siapa tahu ada yang bisa ku eliminasi. Dan, yang paling banyak memberati memori itu adalah foto-fotoku dan videonya. Huaahhh, aku terpaksa harus menyeleksinya kembali. Setiap hari pasti ada foto-fotonya, memang udah kebiasaanku untuk keperluan pengupdetan di blog bro. Tapi, beberapa menit menyeleksi file-file itu sambil telungkup, kok rasanya ngantuk yak? Huahh, tidur bentar ah. Eh, pas bangun udah jam 08.00wib aja. Giliran kepala Barbie yang sakit pula, kayak sedang kelaperan gitu rasanya. Ah, apa mungkin aku nggak cocok makan gandum? Atau makan oatsnya tadi terlalu sedikit? Habisnya eneg sih kalau kebanyakan, soalnya aku nggak nyeduh pakai susu *alasan penghematan, lagi-lagi, ehhe.

Happy Birthday Azhari Setiawan

Hallo bro? Assalamualiakum.
Selamat Ulang Tahun ya, semoga segala yang telah berlalu mendapat keberkahan dan pengampunan dari Allah dan segala yang akan menghampiri dan dilalui mendapatkan petunjuk dan keridhoan pula..aamiin.

Jujur, aku baru kenal dengan Azhari lewat MAWAPRES kemarin. Nah sebentar lagi aku akan menghadiahimu dengan secuplik kisah tentang MAWAPRES setahun yang lalu. Stay Tune ya, bro. Eh, tapi sekaligus mau ngasih tahu nih, dirimu diundang (secara istimewa, karena langsung Ketapelnya yang ngundang hehe tapi undangannya nyusul ya, hehe) untuk menghadiri penganugerahan tanggal  2 Mei ini *wah, sama ya kayak kita kemarin, berarti udah genap setahun aja nih masa jabatan hehe.

Enjoy reading ya...
***
"El? FKIP gimana?" tanya Rini.
"Ah, nggak tahulah Rin. Masih sama dengan tahun kemarin ternyata: LELET. Tadi aja aku memangdai buat ikutan Teknikal Meeting. Ternyata, masih sama persis ya perjuanganku dengan tahun lalu, Rin? Tapi, semoga ajalah tahun ini aku diizinkan Allah mewakili FKIP ke Universitas."
"Tadi ada Azhari waktu TM?"
"Azhari?"
"Iya, dia dari FISIP, orangnya tinggi."
"Oh, ada-ada! Dia nomor urut 1 kalau nggak salah tuh."
"Dia tuh ngeri El. Bukan apa-apa ya El, bukannya aku mau menjatuhkan mental El atau gimana, kalau Azhari tahun ini nggak ikut, aku yakin El bakal menang, tapi waktu kemarin aku tahu dia ikutan, feeelingku kuat dia menang. Kami, di HI itu udah fahamlah siapa dia, El."
"Oh, gitu ya?"
Aku bisa membayangkan seperti apa sosok Azhari selama Rini mengoceh barusan. Tidak sulit rasanya mengaitkan sosok yang tadi ku lihat itu  dengan cerita luar biasa yang ke luar dari mulut Rini. Diam-diam, aku turut mengakuinya. Ntah pengakuan macam apa dan dari mana asalnya, tapi aku turut mengiyakan penjelasan Rini. Sedikit minder, tiba-tiba aku kembali bertamu pada ingatan setahun lalu:

DOA: Semoga

Semoga tak hanya dalam KATA kita bermulia CERITA
tapi juga dalam TINGKAH, kita bermulia TINDAK.
#dari diri, untuk diri

Senin, 27 April 2015

Nasehat: Meninggal dalam Damai

Tiba-tiba ngelihat postingannya bang Agus widodo di FB yang tulisannya:
Selamat jalan buat dek Lintang Alif Madani bersama ibundanya, semoga segala amalnya diterima Allah. Begitulah kira-kira.
Ku telusuri akun FB yang ditag oleh bang Agus itu. Hampir saja aku meng-addnya, tapi urung karena pemiliknya juga tidak akan mengkonfirm permintaanku itu,hiksss. Ukhti Lintang meninggal dalam kecelakaan tunggal ketika mau mengantarkan tugas kulihanya dan sang ibu yang shock mendengar kabar tersebut juga meninggal dunia (srangan jantung). Ia ditemani sang ibu di sana.

Subhanallah! Banyak banget ucapan yang ngumpul di FBnya, ada juga yang mengajaknya bercerita seolah-olah dia masih hidup dan membaca postingan itu. Ternyata, almarhum adalah aktivis di Dompet Dhuafa dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Aku terkagum, semoga dia ditempatkan Allah ditempat terindah di sisi Allah di sana dan dimudahkan Allah segala urusannya. Aku merenung: Indahnya meninggal dalam keadaan dicintai oleh banyak orang ya?, kira-kira kalau aku meninggal, apa yang akan dikatakan orang lain tentangku ya? Hal yang baik atau yang buruk?.

Ya Allah, bantu aku mengenyahkan segala amarah di dalam hati ini. Hamba hanya ingin bertemu denganmu dalam KETENANGAN. ^_^

Menegur Senja yang Telah Meramah

Pagiku seketika rusak. Sms tak diharapkan itu masuk lagi dan terbaca olehku ketika mata baru terbuka. Niat hati melihat jam di HP, malah disuguhi sesak tak terperi. Ku hempaskan HPku dan bergegas berwudhu. Subuh telah mengetuk pintu.

Setelah usai melunasi sedekah pagi oleh diri, aku mengadukan halku kepada Rini. Semalam, dia terlalu cepat terlelap. Padahal, saat itulah gejolak mulai menggelegak. Sempat sms-an dengan mami saat itu, tapi untuk bercerita tentang hal ini, rasanya butuh waktu yang lama. Mungkin mami sudah mengantuk di sana.

Quaker Oats siap menemani sarapan pagiku kali ini. Terngiang enaknya pecel dan gurihnya bakwan. Hiksss. Memang ya, yang namanya makanan sehat sering banget nggak disukai orang karena hambar. Sedangkan makanan beresiko, rasanya gurih, enak dan disukai semua orang. Semoga aku bisa bertahan dan bisa habis sebungkus ini, karena lumayan juga nih 800gr (kalau ngabisin kerupuk atau keripik pasti beda ceritanya ya). Sementara Rini, ngerebus mie dan makan pakai nasi. Dia nggak nawarin aku, karena tahu aku pasti bakalan minta. Tapi, aku pura-pura jual mahal donk. Rini sok cuek dan ngancem mau ngabisin mienya semuanya. Heh, padahal akhirnya nggak habis juga nyooo dan otomatis aku segera mengambil alih. Hehe.

Gugah Semangat

Jika tidak ada seorang pun yang menyediakan waktu untukmu, akankah tujuanmu berbalik arah?
Jika tidak ada keberpihakan ke arahmu, akankah percayamu memudar?
Jika tidak ada kata benar untukmu, akankan yakinmu kepada sesuatu berkurang? Bahkan usai?
Semoga tidak tetap menjadi milik tidak.

April berembun melembab, 2015

Minggu, 26 April 2015

Gelisah Meresah

Gelisah yang semalam belum jua mereda
Seolah tak hendak tahu atau mau tahu
Yang digelisahi pun mungkin tak menahu
Tersamarkan waktu dan jarak berhulu
Biarlah!
Biar gelisah sementara jadi resah yang didoakan
Sebab tak selalu butuh tanya untuk menuai jawab
Sebab tahu tak selalu penting untuk menengahi rindu

Minggu merindu, 27 April 2015

Minggu Bersamamu

Aku masih harus menyelesaikan postinganku yang belum kelar semalam. Dan, aku tahu Nilam suntuk. Daripada dia ngelihatin aku sedang nulis yang alaynya nggak ketulungan gini, mending ku suruh dia baca buku aja.
"Bukunya nggak ada yang bagus kok. Itu-itu aja," katanya.
"Ada yang bagus tuh, baru kemarin dibeli di Gramedia kok. Carilah di situ," pintaku.
Kemudian, Nilam mengorek-ngorek tumpukan kertas, buku, pipet, aqua dan ntah apa lagi itu. hehe
"Nilam ingat Nurdin M Top?" tanyaku.
"Ingat. Teman Abi kan?"
"Nurdin M Top, loh! Masa lupa?" tanyaku memastikan. Padahal waktu kasus itu marak dulu, Nilam masih TK dan udah ngerti gituan. Sekarang udah gede ditanya malah lupa. hhaa
"Iya om Nurdin kan? Teman papi yang sering ke rumah itu kan?" jawab Nilam dengan sok yakin. Sontak saja aku dan Rini terkekeh.
"Ya Allah, Laaaam. Itu teroris loh! Kok teman Abi pula?" kataku sambil tertawa disusul tawa Nilam.

Lalu, aku mengetik kembali dengan lincah.
Karena teringat tadi malam belum minum susu, aku segera menyeduhnya. *ayo tulang, cepat donk nambah tinggi lagi. heehe aaminn.
Kali ini, aku yang menawarkan diri untuk membeli sarapan. Seperti biasa, tempar biasanya, menu biasanya, hanya saja ada tambahan porsi untuk Nilam. Setelah sarapan, Rini nyuci baju, Nilam nonton, aku yang ketiduran hiksss. Setelah Rini nyuci, Nilam nyuci, giliran aku yang nonton huaaahhh. Setelah Nilam mandi, Rini pergi, giliran aku yang nonton hueekkkk (tapi sambil nulis kok)

IDE: Semakin Belajar, Semakin Tidak Tahu

Halooo sahabat semuanya, apakabar?
Ini hari minggu nan indah, bukan?
Semoga indah bagi kita semua ya..

Melihat judul postingan saya di atas, apa yang terlintas di benak sahabat?
-Sebuah ungkapan lama?
-Sebuah pernyataan bahwa ternyata kita masih sedikit belajar?
-Ketika belajar, kita nggak tahu apa-apa ternyata?
Nah, sahabat tentu pernah mendengar dan tahu kalimat ini : Semakin aku belajar, semakin aku tidak tahu apa-apa atau semakin aku belajar semakin aku sadar aku tidak tahu apa-apa.

Sepintas lalu, tidak ada yang aneh rasanya dari kalimat di atas kan?
Tapi, kalau saya pribadi, saya merasa kalimat itu perlu diperbaiki. Sebenarnya, saya sudah tahu maksud kalimat itu, yaitu pernyataan tentang pentingnya belajar dan barulah kita akan menyadari bahwa sebenarnya pengetahuan yang kita miliki selama ini masih sangat sedikit. Intinya kita mendapatkan ilmu baru ketika kita mau belajar. See?

Nah, seharusnya, kalimatnya adalah:
1. Semakin aku belajar, aku semakin sadar bahwa aku belum banyak tahu
2. Semakin aku belajar, aku semakin tahu banyak hal (yang ini sangat masuk akal)
3. Semakin aku belajar, aku semakin tersadar bahwa ilmuku masih sedikit.

Aku nggak menyalahkan kalimat yang udah ada. Tapi, aku menyajikan kalimat yang lebih tepat dan tidak salah tempat (sekali lagi, ini pendapat) ^_^. Have a nice holiday.

Sabtu, 25 April 2015

Melunasi Sesal dengan Maaf

"Cin, rompi ini cocoknya dipasangkan sama apa ya?"
"Sama kemeja putihmu, atau sama kaos putih juga bagus."
"Kemeja putih kayaknya ilang, Cin. Ntah kemana. Mungkin gara-gara lemariku berserak ini. Kalau kaos putih, kaos putih yang mana ya?"
"Yang dari Aceh itu loh, Cin."
Lia segera menyetrika kaos putih, rompi cokelat dan jilbab bludru yang berwarna cokelat lebih muda dengan semburat-semburat kuning dan hijau muda. Dia terlihat sangat berbeda hari ini. *lebih gaul coyyyy. Kayak koboy-koboy gitu gayanya, jadi dia istrinya si koboy haha.
"Mu kelihatan lebih keren hari ini, Cin."
"Iya. Aku memang merasa keren hari ini," jawab Lia dengan narsis.
Kami segera melaju menuju panam pada pukul 07.20wib. Ternyata dia ada kuliah pagi ini pukul 07.50wib. Pantesan aja buru-buru banget. Setelah berhenti di depan kelas bahasa Inggris, aku melaju dengan motornya ke kosan. *tadi belum sempat mandi di asrama tadi. hiii jorkiiii. Aku mendapati kamar yang kayak kapal pecah kena bom nuklir dan kosong. Barangkali Rini sedang 'ganti poto profil di sana' (kalimat ini hanya aku, kak Dila dan Rini yang tahu apa maksudnya hehe). Kali ini, aku yang merengek ke Rini untuk segera sarapan. *Biasa... ke tempat langganan dengan menu yang nggak pernah ganti hehe. Paling-paling yang ganti cuma gorengannya.

Inspirasi: Life of Pi Movie

Dalam sebuah momen makan malam keluarga (di film itu),
Ayah : Kalau kau masuk ke dalam semua agama, maka hidupmu akan berlibur selamanya
Pi : (Masih terdiam sambil menyuap nasi berlauk Domba ke mulutnya)
Abang : Kamu mau ke Mekah atau Roma untuk menjadi Paulus?
Ibu: Jaga ucapanmu, Nak. Sama seperti kamu suka kriket dan Pi punya kesukaannya sendiri.
Ayah : Kau tidak bisa menganut 3 agama secara bersamaan
Pi : Kenapa tidak?
Ayah : Sebab, percaya kepada sesesuatu secara bersamaan sama dengan tidak percaya sama sekali
Ibu : Dia masih muda. Dia masih mencari jalan (ekspresi iba seorang ibu)
Ayah : Bagaimana dia menemukan jalan jika dia tidak memilih? Dengar, bukan hanya berpindah dari 1 agama ke agama lain, kenapa kau tidak memulainya dengan suatu alasan?Beratus-ratus tahun pengetahuan membuat kita memahami semesta dibandingkan agama yang sudah ada 10.00tahun
Ibu : Itu benar. Ilmu bisa mnegajarkan lebih dari apa yang ada di luar sana. Tapi, bukan yang ada di sini (sambil menunjuk dada)
Ayah  : Aku tak mau kita setuju dengan segala sesuatu. Tapi, aku lebih setuju kau percaya pada hal yang bertentang denganku daripada menerima semuanya secara buta. Dan, itu dimulai dengan bergikir rasional. Faham?

Dalam suatu obrolan di waktu yang terdampat jauh di masa depan,
Sahabat Pi :  ...katanya, kau punya cerita yang akan membuatku percaya kepada Tuhan.
Pi : Dia seperti bicara makanan lezat. Tentang Tuhan, aku hanya bisa menceritakan kisahku. Kaulah yang memutuskan untuk percaya. Cukup adil bukan? Kita tak akan mengenal Tuhan sebelum ada yang mengenalkannya.
Sahabat Pi : Jadi, kau muslim dan Kristem. Juga Hindu?
Pi:  Ku rasa Yahudi juga. Kenapa? Iman adalah rumah dengan banyak kamar.
Sahabat Pi : Tapi, tak ada kamar untuk sebuah keraguan?
Pi : Keraguan itu berguna untuk membuat hidup menjadi lebih hidup. Selain itu, kau tak kan tahu kekuatan imanmu sampai imanmu diuji.

Benarkah Dia?

Benarkah dia berubah?
Atau justru kita yang tak terarah?
Benarkah dia tak peduli?
Atau justru kita yang tak terkendali?
Benarkah dia tak ramah?
Atau justru kita yang tak meramah?
Benarkah dia tak sayang?
Atau justru kita yang tak mengenang?
Benarkah dia benci?
Atau justru kita yang mencaci?

April 2015, dalam renung Pagi

Jumat, 24 April 2015

Mengurung Diri, Menikmati Sendiri

Selamat pagi dunia ^_^
Alhamdulillah Allah kembali memberikan kita kesempatan untuk memperbaik diri dan lingkungan kita. Jangan lupa ngaji ya. Sesungguhnya 2 waktu yang harus di jaga kekeramatannya (sereeemm) adalah waktu pagi dan petang. Makanya ada doa pagi dan petang. Karena inilah saat yang penting untuk mengaji untuk menjaga diri kita seharian. Cuma sedikit yang aku tahu dan inilah yang aku sebarkan. yuhuuuu coyyy.

Lia akan pergi jam 08.00wib ini untul **qo. Aku tersenyum mendengarnya dan aku mengingatkannya ketika sudah pukul 07.40wib. Bak mandi sudah terisi separuh ketika anak-anak sudah masuk ke kelas. Aku bergegas nyemplung sementara Lia bersiap-siap untuk pergi. Aku ngerasa serem dengan keheningan ini. Kecipak air membuatku merasa sedang tidak sendirian di sini. hiiii. Tiap habis nyelam, aku melongokkan kepala ke arah TV dan ke tempat jemuran atau ke plafon yang sebagiannya hitam dan bolong membentk lingkaran. Aku perhatikan ada apa di atas sana, ah rasanya tidak ada apa-apa, daripada aku berkhayal ada rambut ke luar dari sana kayak di TV-TV kan? hehe Sesekali aku berteriak memanggil Lia, setelah Lia menyahut, aku lega. Kira-kira 10 menit aku harus belajar menyesuaikan dan menenangkan diri. Lama-kelamaan aku enjoy juga. Kan aku niat banget mau nambah tinggi, ya makanya harus seirus maksimalkan berenang kali ini siapa tahu besok nggak sempat lagi. Thx banget cin

Inspirasi: Kran Menyala, Airnya Tumpah!

"Muslim yang baik itu banyak banget jumlahnya, Cin. Tapi, baik aja nggak cukup ternyata, sangat dibutuhkan muslim yang cerdas dan peduli. Kayak yang satu ini nih! (aku menunjuk ke dalam toilet yang krannya menyala dan arinya tumpah-tumpah). Pastinya ada juga yang nggak peka dengan kejadian tadi (aku sudah mematikan kran), walaupun terlihat. Sepele kan? Tapi itu fatal," jelasku kepada Lia ketika singgah di suatu masjid di jalan Hang Tuah.
"Iya ya, Cin. Bener juga. Karena, kepekaan itu adalah masalah hati," tambah Lia.

Jika Memang Benar Sudah

Benarkah hati sudah menjaga hati?
Benarkah ia telah menjadi semurni ikhlas?
Lalu, kenapa kau masih mewajibkanku akan milikmu?

Sebuah Tanya, April 2015

Kamis, 23 April 2015

Karena Kamu Rumahku

"El, lapeeerrr," keluh Rini pada pukul 08.00wib.
Biasanya dia akan merengek lebih cepat daripada ini.
"Sejak tadi malam belum makan, makanya perih banget nih," lanjutnya lagi.
Aku juga. Semalam, kami sama-sama nggak makan malam. Kenyang dari ayam penyet yang dibawakan Lia sorenya untungnya masih bisa bertahan hingga jam 12.35wib, menjelang aku tidur. Pagi ini, aku pun merasakan lapar yang sama dengan Rini.
"Uangku ada nih Rp 4000 Rin. Kita makan apa dengan uang segini? Ngerebus mie aja?"
"Terserah kalau El mau. Aku nggak deh, takut sakit perut karena kemarin kan udah makan mie juga."

Akhirnya, kami putuskan untuk membeli 5 buah gorengan di tempat biasa.
3 bakwan + 1 risol +1 tempe goreng. Lumayan deh buat ganjal perut. Semoga nanti siang bisa makan dengan layak ya Allah.
"Aku singgahin di perpus dulu ntar baru ku jemput, gimana?"
"Aku ikut ke FMIPA ajalah. Lagian aku belum pernah maen ke sana. Sekalian lihat-lihat suasana di FMIPA juga."
Sesampainya di FMIPA, aku meninggalkan Rini di bawah dan aku segera naik ke lantai 2 di DEKANAT FMIPA ini. Tapi, kok ngga ada orang sih? Ah, tapi lantai 2 yang mana lagi kalau bukan yang ini? Aku sms bang Rokhim dan tak lama kemudian dia muncul dengan langkah gesit.
"Di mana ni ruangannya, Bang?"
"Di sini, sebelah kiri."

Ingin Menyudahi

Rasa ingin menyudahi terkadang hanya terbalut kabut enggan sebut. Sebab, mengulang yang sudah di awal bukanlah semudah menelan lembut rasa tebu. Atau luka lama yang lama tak ada harus kembali berdarah? Sudahkah kita saling berkaca pada bening hening semesta?

Akhir Tunggu, April 2015

IDE: Bakti atau Pagelaran?

"Cin! Ada ngerasa aneh nggak dengan istilah BPAD (Bakti Pemuda Antar Daerah)?" tanyaku kepada Lia menjelang sholat Isya.
"Hemmm... ndak tahu yaa. Kayaknya nggak ada yang aneh.." gumamnya.
"Ada. Ini menurut aku ya, mungkin sedikit berbeda cara pandang. Kalau judulnya adalah 'Bakti' maka seharusnya seleksinya bukan seleksi kesenian donk. Aku lebih setuju seperti Program Pemuda Pelopo dari Kemenpora. Carilah pemuda yang punya kepekaan sosial yang tinggi, atau yang punya komunitas sosial atau yang pernah terlibat di kegiatan sosial. Gitu baru cocok. Ini kok malah yang diseleksi adalah pemahaman budaya dan penguasaan seni-nya toh? Kalau gitu, Bakti itu nggak cocok jadi nama programnya, aku lebih setuju kalau dinamai Pertukaran seni-budaya Antar derah atau sekaligus Pagelaran antar Daerah. Dulu kan namanya PPAD (Pertukaran Pemuda Antar Daerah), itu lebih cocok menurutku."
"Tapi kayaknya mereka memang ada program pengabdian, Cin di suatu daerah, Barulah pas penutupannya mereka menampilkan keseniannya. Gitu."
"Oke kalau pun memang begitu, intinya kan penampilan seni itu hanya dipenghujung acara kan? Nah, kenapa justru itu yang dijadikan poin penyeleksiannya? Lihat aja dibrosur tadi: menguasai dan memahami kebudayaan daerah. Gitu kan? Seharusnya jangan seperti itu. Ini menurutku ya..."
"Iya juga sih, Cin. Siapakah ketua pelaksananya? (gaya sok seram)."

Tuhan Ingin Kita Merindu Lewat Doa

"El! Kak Dila nanya lagi ni haa, kapan mau dilegalisir sertifikatnya?" tanya Rini sambil mematut Androidnya.
"Bilang: hari ini!. Berapa lembar sih legalisirnya?"
"15 lembar katanya."
Lalu aku kembali kepada kata-kataku yang hampir selesai ku rias. Sebenarnya sudah ingin beranjak, tapi ketika menyadari bahwa cerita Februariku belum terupdate, aku urung. Jadilah aku membulatkan tekad untuk menghabiskan hari di depan kalender dan laptop.

Pagi-pagi banget, sekitar jam 07.00wib Rini udah berangkat.
Jangan tanya, dia nggak nanggung sibuknya sekarang. Udah jadi sibkers semenjak terjun ke PPRU. Jangan peduliin kalau ada yang menduga dirimu stress menghadapi skripsi dan memilih PPRU sebagai pelarian, ya Rin? Keep going on aja. Wolesss meenn.

Rabu, 22 April 2015

Selamat Ulang Tahun Bang Zul Kariman

"Cin, hari ini bang Zul ulang tahun loh! Mu nggak ngucapin?" tanya Lia usai kami menunaikan sholat Ashar bersama.
"Seriusan? Hari ini?" tanyaku heran.
"Iya. 22 April kan? Hayooo, mu belum lihat facebook ya?" tanya Lia lagi.
Aku terdiam sejenak dan terlintas sesuatu di ingatan.
"Ah, ngapain ngucapin sama dia? Ulang tahunku aja nggak pernah diucapinnya, kok!" tutupku. Lia hanya tertawa melihat tingkahku yang sok cuek.
"Eh, boleh juga lah ngucapin. Ntar aku tulis di blog dan aku kirimkan alamatnya ke Bang Zul. Lumayan juga buat nambah-nambah daftar pengunjung blogku. hehe" *otak bisnis. ahaa

So, this time is coming. Happy reading ya Bang ^_^

Inspirasi: Kepada atau Pada?

Pada suatu obrolan yang gurih, selegit kue lapis legit,
"Kak, menurut Kakak mana yang benar: Pena ini ku berikan pada Elysa atau Pena ini ku berikan kepada Elysa?" tanya Okta kepadaku.
"Emmm... ragu nih! Soalnya 2 2nya sering Kakak dengar. Yang kedua deh, kayaknya."
"Benar Kak. Tapi, selama ini orang sering kali salah. Kecuali kalau gini kalimatnya: Pena ini ku berikan pada tanggal 2 Mei," jelas Okta.
"Ooooohhh... Iya yaaa..." gumamku panjang.
"Nah, itu dia Kak kuncinya. Kalau untuk orang, pakai "Kepada" tapi kalau untuk tempat atau yang selain orang, barulah pakai "Pada" Kak," penjelasan Okta ini cukup membuatku merenung panjang. Ternyata, setelah aku tahu ilmu ini dan aku membaca banyak karya orang, kesalahan fatal ini sering terjadi ternyata. Bahkan, termasuk juga di tangan penulis yang mumpuni.

Terimakasih Dek ^_^

Pembawa Acara di SMP IT Madani

Nama Acara : Donatur Award, Pentas Seni dan Perpisahan
Penyelenggara : SMP IT Madani
Waktu : 22 April 2015
Judul Karya : -

Tentang pencapaian :
Aku sempat bertanya di dalam hati, “Bang Hendra nggak salah milih aku untuk ngeMC di acara sekolahnya?” Tapi, cukup hatiku saja yang tahu hal itu. Aku dipilih karena pemilihku yakin bahwa aku bisa. Dan, aku pasti bisa. Kalau nggak bisa, bukan Elysa namanya. Bang Hendra banyak mengajari dan membantuku untuk menjadi MC. Ini adalah pertama kalinya aku menjadi MC di luar kampus. Sebuah kesempatan berharga buatku mengucapkan selamat datang kepada Wakil Wali Kota Pekanbaru; Bapak Ayat Cahyadi. Sebelumnya, aku pun udah pernah memanggil namanya ketika acara ALOHA Disaster and Environment Club setahun yang lalu. Alhamdulillah, terimakasih atas pengajaran ini ya Allah. 

___Segala sesuatunya terlihat sulit sebelum ia menjadi mudah (Truly Elysa)

Selasa, 21 April 2015

Hargailah Orang yang Mengerjaimu (Colek Rini)

"Aku mau ke Prodi pagi-pagi besok, Cin. Doakan lancar ya dan langsung di acc. Aku pengennya jam 7.30wib udah nunggu di depan Prodi Cin. Jadi, begitu bapaknya datang langsung ku serang. Kalau udah jam 09.00wib itu malas lagi, resiko ketemu teman-teman tu besar. hehe."
Dan pagi ini, ketika aku membaca sms Lia yang berbunyi:
Cin, udah jadi mu nemuin bapakmu tadi?
Aku hanya tersenyum dan menekan tombol back. 

Lagi-lagi, aku kecanduan nulis. Udah 3 hari blogku nggak terupdate dan pagi ini aku pengen jor-joran menggenapinya. Nulis 1 cerita dalam 1 hari biasanya aku akan menghabiskan waktu setengah jam. Ini mending cuy, waktu pertama-tama belajar ngeblog dulu aku butuh waktu 3 jam. hahaa. Dan saat itu aku mikir: Sanggupkah aku konsisten nulis setiap hari dengan waktu 3 jam yang harus ku alokasikan per hari? hahha. Pagi ini, aku menyelesaikan 3 cerita dan 3 seni dalam waktu 2 jam. Tapi, ya itu penyakitnya, susah beranjak kalau udah keasyikan nulis. Ketika ku lihat jam di HP udah menunjukkan pukul 08.35wib, niat untuk ke Prodi udah ku blacklist. huft! *apalah yang akan dikatakan Mami atas kelakuan anaknya yang 1 ini ya?

Kakak Rindu Kepadamu, Bang

Saat melihat wajahnya, aku sadar bahwa ia semakin menua. Ntah apa sebabnya, padahal setahun yang lalu ketika baru mengenalnya, wajahnya jauh lebih muda daripada yang saat ini ku lihat. Kenapa? Mungkinkah karena ia sering mengulur bahkan menghujungkan waktu sholat? Atau karena kesibukannya ber-betu akik ria? Atau karena kebiasaannya bergadang dan tidur dipagi hari. Kadang, ketika mata hari hampir tepat berada di ubun-ubun, aku mendapatinya belum juga mandi.

Bagaimana caraku mengomentarinya? Menasehatinya? Atau bahkan sekedar mengingatkan tentang cerita istrinya berikut ini:
"Dulu pernah. Waktu pertama-tama kami menikah, El. Tapi, sekarang nggak pernah lagi. heemmmm," ia mendengus panjang. Pertanda harapan yang ntah masih diharapkan atau terpaksa ditiadakan.

Bang, Kakak sangat ingin Abang kembali seperti dulu. Sholat Maghrib berjamaah dan Abang menjadi imamnya. Usai maghrib, membimbing anak-anak dan Kakak mengaji bersama.  Kakak rindu hal itu Bang. Mungkin dia hanya kehilangan kata-kata untuk berkata kepada Abang.

Ah, seandainya saja kalimat itu bisa ku utarakan. Betapa indah dan mudah, bukan?
Semoga.

IDE: Aku Berfikir Berbeda

Baru membuka mata, aku sudah disajikan kembali dengan pembahasan semalam. Grrrr! Niat hati ingin melihat sudah jam berapa sekarang, malah sesak di dada kembali membuncah!. Dia telah merusak pagiku.

Aku punya pemikiran yang jauh berbeda dengan yang telah menjadi kelaziman selama ini. Mungkin, ini baru menjadi kegelisahan yang serius ketika aku telah bersinggungan langsung dengan keadaan tersebut. Idealisme-ku tetap bermain. Kenapa mesti membuat kebijakan semacam itu jika bisa berlaku normal? Kita berfikir untuk memancing dengan umpan besar supaya hasil yang diperoleh juga besar. Tidak sadarkah kita, bahwa mereka yang berwenang itu juga mencurigai kita? Mungkin, tidak akan jadi seperti ini jika kejujuran menjadi jalan tengah bagi kedua pengguna.

Dalam kondisi kerja kepanitian, sebaiknya kita bisa memisahkan hal-hal mengatas-namakan 'kebersamaan' dengan profesionalisme kerja. Harus ditransparansikan sejak awal, akan ke mana arah roda ini, bagaimana prosesnya hingga urusan-urusan terkecil sekali pun. Agar jangan sampai di ujung-ujung timbul salah-faham yang fatal jenisnya. Jika ternyata ada yang tidak sepakat dengan rencana, maka ia berhak mengajukan keberatannya. Dan, jika ternyata keberatannya itu adalah hal yang lebih 'menenangkan hati' apa salahnya untuk diikuti? Yang telah lumrah, belum tentu mutlak kebenarannya. Kita masih bisa memilih 'cara' yang berbeda, bukan? Mungkin, kita perlu melakukan kunjungan silaturahmi kepada kelembagaan lain yang berwarna 'putih'. Kita akan mendengar tentang mereka pula. Samakah dengan kita? Kalau berbeda, bagaimana mereka melakukannya? Siapa tahu kita bisa mengambil saran mulia dari mereka. Sebab, dulu pun aku terkagum dengan mereka karena kerjanya dipenuhi tangan-tangan ajaib: tanpa dana, acara tetap lancara adanya. Bisakah kita curi saja ide semacam itu untuk kita gunakan? Bukankah kita dan mereka tiada beda?

Dana, sebenarnya bukan hanya tentang penggunaan dan penyimpanan. Tetapi juga tentang kejujuran. Mungkin, kita berfikir telah menyelamatkan dana yang berhasil kita tarik dari 'penyimpan'nya. Namun, secara natural mungkin saja kita telah mendidik diri untuk menjadi makhluk-makhluk konsumtif dengan cara dan alasan yang lebih 'berdasi'. Aku masih ingat, salah satu bunyi ikrar dalam pelantikan sore itu:
"...tidak mengharapkan imbalan apapun atas pekerjaan ini, sekali pun ucapan terimakasih."
LUAR BIASA! Fikirku. Ternata, itulah nyawa yang melingkupi gerak mereka. Sebuah komitmen untuk mengedepankan bakti daripada pamrih. Seharusnya, kita pun bisa seperti itu. Jangan selalu mengkhawatirkan 'kita tidak mendapatkan apa-apa dari kerja ini, kecuali ini dan itu." Loh? Bukankah ini dan itu pun adalah pamrih?

Intinya, jika memang kita mendapatkan hak untuk sesuatu, maka ambillah itu. Tapi, jika tidak, maka tidak sepantasnya juga kita mengurangi hak-hak lain, untuk mencukupi apa yang kita anggap hak kita. Itu saja!

Senin, 20 April 2015

Inspirasi: Dibandingkan atau Daripada?

"Kak, menurut Kakak kalimat ini benar atau salah: Elysa lebih menyukai daging sapi daripada  ayam. Ada yang salah nggak kira-kira, Kak?" tanya Okta pada suatu pagi nan indah.
"Dagingnya kurang?" tebakku.
"Salah! Bukan masalah dagingnya, Kak. Coba perhatikan lagi ya: Elysa lebih menyukai daging sapi daripada ayam."
"Oooh...lebihnya yang salah?" tebakku lagi.
"Salah, Kak. Gini loh, memangnya Ayam suka daging?"
"Maksudnya, Dek?"
"Memangnya Ayam suka makan daging?"
"Emangnya siapa yang bilang Ayam suka makan daging, Dek?" tanyaku masih tak mengerti.
Lalu, aku merenungi kalimat tadi lagi. Dan, sesaat kemudian barulah aku terkekeh-kekeh.
"Aneh kan, Kak?ahhaaha. Seharunya, Elysa lebih menyukai daging dibandingkan ayam. Karena, "dibandingkan" itu adalah untuk membandingkan 2 objek yang setara kedudukannya, Kak. Sedangkan kalau "daripada" itu artinya membandingkan 2 subjeknya."
"Hemmm....masuk akal, Dek! Wah, ngeri nih kalau ngomong sama orang Bahasa. Banyak kena kritik kita bah! haha."

Body Taller Program

Membuka mata di sisi Lia. ^_^
Setelah sholat Subuh dan menggemakan ayat-ayat agung, aku melanjutkan film New York yang baru semalam ku tonton. Takjub! Luar biasa banget. Film ini mengisahkan tentang FBI yang salah kaprah menyiksa muslim dari berbagai negara yang tinggal di New York dan menuduh mereka sebagai pelaku pemboman gedung WTC, 11 September 2003. Ah, aku miris. Samir terpaksa menjadi teroris untuk membalaskan dendamnya, sakit hatinya dan memperjuangkan hak-hak saudara muslimnya untuk melawan penindasan. Omar, sahabat lamanya terpaksa harus menyelidiki kebenaran sahabatnya yang dicurigai FBI memiliki jaringan teroris. Maya, istrinya yang ternyata tahu pekerjaan suaminya itu sangat ingin suaminya berhenti. Tapi, bagaimana caranya ia menghentikan sementara suaminya tidak pernah bercerita dan dirinya pun harus tetap seperti tidak tahu apa-apa. Akhirnya, FBI kembali melakukan kesalahan dengan menembak Samir dan Maya ketika Samir telah menyerahkan diri. Intinya, membalas kejahatan dengan kejahatan juga hanya akan melahirkan kejahatan-kejahatan selanjutnya. Ah, islam demikian damainya maka kita seharusnya mampu menjadi agen muslim yang baik (kutipan kalimat di film 99 cahaya di Langit Eropa).

Siasat tanpa sesat

Rencana dirancang bukan sembarang. Adalah bahagia yang selalu dituju. Adalah sedih sakit senantiada ditepis. Adakah Tuhan demikian iya kepada pinta kita? Tidak! Ia akan berikan 2 2nya. Hanya hati tak buta yang pandai meretas makna. Sebab, tiadalah tersia kecuali rencana kita.

April 20th 2015, di Kamar Ungu

Minggu, 19 April 2015

Inspirasi: Perlukah Berterimakasih Ketika Ditanyai oleh Juri?

Dalam suatu obrolan indah lainnya,
"Kak, Okta selama ini memperhatikan loh acara-acara di Balai Bahasa. Nah, kebanyak orang dan lazimnya ketika juri memberikan pertanyaan kepada peserta, mereka akan menjawab begini: "Terimakasih atas pertanyaan yang telah diberikan oleh dewan juri, izinkan saya untuk menjawabnya bla bla bla" nah, begitulah kebanyakan," kata dek Okta.
"Benar, Dek (aku memikirkan fakta ini). Terus, Dek?"
"Nah, seharusnya mereka nggak perlu berkata seperti itu, Kak. Kita kan sedang ditanya nih, anggap aja kita sedang dihakimi posisinya, mana ada orang yang berterimakasih dalam posisi seperti itu kan? (Okta terdiam, memberiku kesempatan untuk mencerna kalimatnya). Masuk akal nggak, Kak?"
"Masuk akal bangeeet, Dek. Lalu, sebaiknya gimana?" kejarku, tak sabar.
"Seharusnya seperti ini: "Menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh dewan juri, maka saya akan menjelaskan bahwa bla bla bla," gitulah Kak kurang lebihnya."
Aku manggut-manggut. Nggak nyangka, setiap ngobrol dengan dek Okta selalu ada aja ilmu baru yang aku terima. Makasih ya, Dek. Semoga Kakak bisa mengabulkan mimpi Duta Bahasa-mu itu. aamiin.

Hanya Mencintai Diri

Jika aku tidak menerima rasa sakit dari mencintai seseorang, artinya aku belum bisa mencintai. Cinta adalah MAAF. Seharusnya tidak ada yang tersakiti dalam cinta. Maka, belajarlah mencintai dia dengan sesempurna cinta. Bukan cinta untuk mencintai hati kita sendiri.

Ranum Pagi, di 19 April 2015

Happy Competer: Aku Terlanjur Cinta

Penyakitku adalah: kalau udah terlanjur nulis, nggak mau gerak dan beranjak. hiksss. Lihat ke luar jendela, udah terang ya ternyata? Lihat HP, oh sudah jam setengah 7 rupanya. Bimbang, pergi atau nggak ya?
"Cuy! CFD-an yuksss?"
"Kalau mau CFD-an, perginya jam 6, El. Bukan jam segindrang," jawab Rini sok cuek. Lagian, dia jam 9 mau ke BEM UR juga ngurusin PPRU-nya sementara aku mau lanjut sampek siang di COMPETER. Dengan bismillah, aku beringsut dari tempat tidur dan bergegas pergi. Lihat jam lagi, eh udah jam 7.30wib aja. Nggak apa-apa deh, kan sampek sana udah mulai acaranya, nggak pake nunggu-nunggu lagi.

Rencananya mau lewat UR aj. Tapi karena KTM-ku belum juga ketemu dan males ditanya-tanyain satpam, akhirnya ku putuskan lewat Subrantas dan berbelok ke Arengka 2. Udah ada firasat nggak enak dengan gas yang stabil. Ah, aku berusaha cuek, selama ini juga sering mendadak rendah gasnya. Tapi, aku nggak bisa mengelak lagi ketika motorku semakin nyaris berhenti. Aku melaju dengan kecepatan tinggi, kalau pun mogok di dekat stadion utama aja jadi gampang kalau minta pertolongan. *fikiran jenis apa ini?. Daaan... niatku terjadi, mogok di samping stadion utama, di depan halte TMP.

Sabtu, 18 April 2015

Usah Malu

Bukanlah agungmu terletak di tampilmu. Bukan. Mereka-reka mutiara dalam diri tapi tak bertelusur hingga ke tempat yang jauh dalam. Hati. Hati-hati meletakkan tanduk dari niatan hati. Di sanalah agung berlumbung

April beku,  2015 baru

Aku yang Pelupa

Warung kecil di pangkal simpang Bina Bangsa udah beberapa waktu ini jadi tempat sarapan favoritku dan Rincek. Biasanya, Rincek akan makan lontong dan tempe goreng, sedagnkan aku pecel plus 2 bakwan dan 1 perkedel jagung. Kadang-kadang, tempenya Rini masih juga ku bajak. hhaha. *Sorry tante. Dan biasanya, aku nggak pernah lupa buat minta difotoin pake kamera B12nya itu.

Setelah sarapan, dia minta diantarkan ke BEM UR.
Biasalah, ngurusin PPRUnya itu. Aku bahagia banget melihatnya sibuk dalam kejelasan seperti sekarang. Baru terlihat bahwa Rini adalah orang yang penuh dedikasi dan tanggungjawab. Aku nggak nyangka juga dia segitunya. Bener-bener peduli dengan tugas dan program yang akan dijalankan. Doi termasuk ke dalam tim Kampanye dan Co acaranya. *widiihh, kereen ciin. hehe. Kenapa nggak sejak dulu ya Rin? hehe, tapi better late than never kan?

Setelah nganterin Rini, aku mampir ke BEM FKIP.
mau ngupdate blog tapi jaringannya naudzubillah. Akhirnya aku cuma baca-baca tabloid sambil nunggu respon Romcek. Aku mau ketemu PENAPPUCINO rangers hari ini buat ngomongin masalah biaya cetak buku dan beberapa data yang belum kelar. Ah, tapi Romcek nggak merespon dan aku kepalang bete diem-diem aja di BEM FKIP. hiksss. Akhirnya aku pulang, nonton film India ditemani tela-tela ubi rambat dan minuman Yakult. hehe. nyummiiii.

IDE: 2 Cara Mengukur Keberhasilan Menjaga Hati

"Dek, persoalan menjaga hati ini adalah persoalan yang MENGECOH. Dia nggak terlihat oleh mata, nggak terdengar oleh telinga orang lain karena ini adalah pekerjaan hari dan perkara rasa. Cuma ada 2 cara untuk mengukur keikhlasan kita dalam proses menjaga hati :

1. Seandainya detik ini, dia menikah dengan wanita lain, bagaimana perasaanmu?
Ikhlas? Biasa aja? Bagus! Kalau masih ada rasa tidak rela atau sakit hati, artinya kamu belum bisa ikhlas. Dek, orang di luar saja bisa saja mengira kita adalah orang alim dari penampilan kita. Tapi, sesungguhnya ada hal yang lebih tersembunyi tapi dialah hal dasar yang harus selesai kita kendalikan; PERASAAN. Kalau hal dasar ini saja masih amburadul, bagaimana mungkin kita bisa bicara hal yang lebih besar?

2. Seandainya detik ini, kamu dilamar oleh orang lain (bukan dirinya yang kamu ukir di hati), bagaimana perasaanmu?
Ikhlas? Akan fokus menilai bagaiman calonmu itu? Bagus!
Tapi, kalau hatimu masih memanggil-manggil namanya dan berharap agar kamu bisa menolak kedatangan laki-laki ini, artinya hatimu belum ikhlas. Ikhlas memang bukan perkara instan dan langsung jadi, bukan! Itu adalah proses panjang dan berkelanjutan. Setiap orang punya strategi dan cara untuk sampai di titik itu. Maka, bagaimana dengan stretegimu?"

Semoga Allah meneguhkan hati kita atas pilihan ini. Semoga Allah ridho. Semoga kita teguh, hingga Ia berkata; Sudah! *azekkkkkk.
Semoga bermanfaat ya ^_^

Jumat, 17 April 2015

Gubahan Lagu

Menggubah puisi menjadi lagu
Melagukan pilu menjadi lagu sendu
Tiada duanya bagi sesiapa yang merasa hatinya tak bertemu hulu
Sunyi adalah tamu
Tangisnya adalah tanda tiada bahu
Hadirlah ragu dalam ramu

Aku dan Rasaku, April 2015

Inspirasi: Yang Manakah Tipe Jodoh Idamanmu?

Teringat lagu Kang Abay yang judulnya Halaqoh Cinta. Teman-teman bisa search di Youtube kalau mau tahu gimana video clipnya. Tapi, bukan lagunya yang akan ku bahas, melainkan captionnya Kak Abang di FB tentang lagu itu:
Semoga kelak, kita dipertemukan oleh Allah dengan dia yang mencitai Allah dan mencintai Rosulullah.
Kira-kira begitulah kalimatnya dan aku pun langsung menambahkan 1 kriteria lewat kolom komentar:
Dan dia yang belum tahu bahwa kita mencintainya.
Barulah itu sempurna lengkapnya, menurutku.
Dulu, aku pernah berdalih bahwa orang yang udah saling mengenal sebelum menikah belum tentu tidak bahagia dan mereka yang belum saling mengenal sebelum menikah belum tentu juga lebih bahagia. Tapi, ternyata esensinya bukan tentang udah mengenal atau belum mengenalnya. Tapi, tentang perasaan yang lebih dari sekedar perkenalan biasa. Betapa bodohnya aku dulu.

Tapi, saat ini, aku justru berkata; akan tetap lebih indah rasanya ketika PERNIKAHAN adalah PEMBUKA segala perkenalan. ^_^ Simple thougt but amazing prove! Insya Allah.

Kamis, 16 April 2015

MAWAPRES Hari ke-3: Presentase ke-2

Masih seperti hari-hari sebelumnya. Meja registrasi kosong. Cuma Joni, Yana dan Okta yang udah menyibuk pagi-pagi. Dan Juri udah datang lebih awal. hiksss. Aku juga salah, kenapa nggak fotokopi-in lembar penilaiannya tadi malam? Padahal tadi malam ke luar dan bolak-balik Bina Krida. hiksss. Kali ini, Rincuy nggak ikut karena jam 07.00wib tadi doi udah dijemput temannya. Sok sibuk banget dia sekarang ciin, mentang-mentang jadi tim kampanye tuuuhh. upsss!

Aku membantu mengedarkan absen dan persiapan infokus. Acara dibukan oleh Key pada pukul 08.30wib. Ah, ternyata pukul 08.00wib tidak mampu juga tergenapi. Betapa sulitkah? *tanya diri sendiri. Yaumil yang hari ini bisa menjelma sebagai panitia dan bersedia untuk aku repotkan, ehhe. Alhamdulillah, konsumsi sudah terhidang di meja juri sebelum acara dimulai. Joni kemudian diantarkan oleh Okta karena ada kuliah. Aku menitipi Okta nasi goreng. Capcusss, kami sarapan di sudut ruangan sambil menyaksikan presentase berlangsung.

Hujung Kumpul Sua Jumpa

Jelang petang. Bola mata hanya berkedip-kedip kosong menyapu dedaun di luar jendela. Aku sudah pulang. Lebih dini dari kemarin. Memang, lebih cepat pula hati me-lega. Sekaligus lengang mengenang tadi yang riuh seketika tak lagi kini. Esok apalagi. Mungkin, aku harus menjenguk canda itu di tempat terdahulu, sebelum tadi. Jangankan menunggu esok, kini-ku pun telah berteriak menagih-nagih jumpa. Semoga jumpa yang esok jauh lebih bermakna lagi ber-berkah. aamiin

Seusai lambai sapa
Truly Elysa, 16 Maret 2015

Inspirasi: Kriteria Calon Jodohku

 Di sela-sela seleksi MAWAPRES kemarin, setelah Romi tampil, ia duduk di sebelahku...
"Dek, menurutmu calon jodoh buat Mbak cocoknya yang tipenya gimana?" tanyaku iseng.
"Sabar."
"Kok sabar?"
"Iya, intinya dia itu harus orang yang sabar dan mengerti keras kepalanya Mbak, ehehe."
Mulutku manyun, "Adek tahu dari mana emangnya Mbak keras kepala?" tanyaku sok polos.
"Dari cara Mbak memaksaku, hehee."
Aku terkekeh mengingat trauma yang dialami Romi dari cerpennya. Jujur, aku nggak tahu kalau selama bertahun-tahun ini dia terlalu takut ketemu aku karena khawatir bakal ditagih karyanya dan dipaksa bikin karya kalau dia nyebutkan alasan. haha. Intinya, beralasan pun nggak guna ya? haha
"Kira-kira siapa orangnya? Bang *ir*a?"
"Hihhh, apaan pula dia? Sok cool dia, Mbak."

Rabu, 15 April 2015

Aku Bangga Kepamu, Diriku

Sekali-kali tapi berulang-kali mereka mewajari ke-hebatan mereka (yang lainnya)
Puji ditabuh di muka mataku
Pun aku turut terpatri hati
Mengiyakan apa yang mereka kirakan itu
lalu kembali aku menjenguk lubuk-ku
tak ku temui yang sama untuk hari yang kini
beda. Aku beda. Berbeda dengan mereka
Tidak serupa lagi sama
Biasa saja adalah ke-aku-anku dulu
Tiada sempat ada yang dibangga untuk berbangga
tidak pula cerita luar biasa yang tak tak biasa
tidak! Aku biasa
Tapi, apa pun aku yang dulu, aku Bangga kepadaku ^_^
Aku bangga kepadaku
April 15, 2015

Hari 2 MAWAPRES: Memang Kayak Gitu atau Baru Kayak Gini?

Dengan nafas terengah-engah, ku angkat telpon yang sejak tadi bergetar.
"Udah di lantai 3 ni haa!"
Aku kembali melangkah, menaiki tangga hingga lantai 4 rektorat. Tadi, di tengah motor yang sedang melaju, aku teringat pada sesuatu,
"Dek! Kakak jadi teringat dengan yang dibilang Dek Okta waktu kita makan tadi."
"Yang mana, Kak?" tanya Novi.
"Waktu dia bilang gini: Eh, Kak Vivin itu memang juara umum terus loh waktu SMA. Ingat, Dek?"
"Ingat, Kak. Memangnya kenapa?"
"Nggaak. Kakak cuma berfikir, kalimat seperti itu sering banget Kakak dengar dari orang-orang luar biasa di sekitar Kakak. Contohnya ya apa yang dibilang oleh Dek Okta tadi itu. Setiap kali masa lalu mereka diceritakan, pasti komentar orang lain adalah: memang kayak gitu sejak dulu. See? Begitu pun dengan Bang Azhari, Bang Hendra, Kak Taufanni. Kalau Kakak beda banget. Nggak ada cerita masa lalu yang luar biasa yang bisa Kakak bagikan. Mungkin kalimat untuk Kakak itu bukan memang kayak gitu, Dek..."
"Tapi.... baru kayak gini," sela dek Novi.
"Hhaahaa.... Bener-bener tuh!," aku tertawa menyambutnya.
"Tapi Kakak hebat loh! Baru sejak kuliah aja, tapi udah bisa kayak gini."
"Kayak gini, apanya hayooo hehe?"

IDE: 2 level Nasihat Pacaran

Dari hasil mengamati, mendengar dan pernah merasakan, aku menyimpulkan 2 level nasihat tentang pacaran. Berikut ini:
1. "Kamu kenapa sih mau pacaran sama cowok jahat kayak dia? Kamu itu cantik, baik, pintar lagi. Bego banget sih kamu mau pacaran sama dia?"
Ini adalah level bawah. Biasanya nasehat ini sering ditujukan untuk mereka yang udah berhubungan lama, tapi salah satu pihak lebih sering terzalimi dan rela menerima segala kezaliman itu karena alasan-alasan perasaan. Aku setuju sih, itu bego namanya. hhehe, Logikanya udah nggak bermain lagi intinya. Ya, emang gitu resikonya kalau pacaran.

2. "Kamu kenapa sih mau pacaran? Rugi banget tauk! Waktumu habis percuma, belum tentu dia jodohmu, kalau pun dia jodohmu tetap aja rugi karena kalian udah saling tahu (saling mengenal jauh sebelum saatnya), dan kalau dia bukan jodohmu ruginya bakal 2x lipat (ibarat barang yang udah dipegang, udah dicoba dipakai tapi nggak jadi dibeli)."
Ini level tinggi. Artinya, ini bukan hanya tentang bagimana terbebas dari 1 cowok yang tidak baik dan mencari cowok yang lebih baik. Tapi, tentang penutupan segala akses ke jalan yang tidak diridhoi Illahi. Itu aja. Aku adalah buktinya, pialaku tidak akan pernah menggunung seperti saat ini jika aku nggak pernah menyudahi sebuah 'kedekatan'.

So, kamu memilih yang mana wahai anak muda?

Selasa, 14 April 2015

Jauh Lebih Muda

Aku merasa jauh lebih muda. Jauh. Sangat. Dibanding dulu-ku beberapa tahun lalu. Karena, kini aku  lebih ramah kepada hidup. Hidup ini ternyata begitu indah dan ramah. Ia hanya menunggu untuk disenyumi senyum. Senyum itu akan sekaligus membuatku, kau dan kita tinggal ber-muda saja. Usahlah terlalu serius dan memaksakan hidup selalu menjadi maunya diri. Tapi, coba ikuti iramanya dengan lagu kita sendiri. Indah bukan?

April Spesial, 2015

Inspirasi: Nothing Small in the World

Pada suatu sore yang syahdu, aku bersama Lia bertandang ke rumah pak Syarfi untuk menyerahkan berkas-berkas KTI. Tanpa diduga, ternyata obrolan kami bukan hanya obrolan biasa.
"Saya perhatikan, saat pembukaan tadi banyak sekali yang saya garis bawahi. Masa puji syukur dipanjatkan? Kan aneh tuh! Ada lagi yang mengatakan: Yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang. Alam kegelapan itu dijelaskan di Alquran adalah Rahim ibu. Banyak yang harus diperbaiki lagi lah pokoknya. Kita butuh waktu untuk memperbaiki kesalahan-kesalan umum yang lumrah terjadi."

Di perjalanan,
"... tapi kayaknya aku bukan salah satu orang yang dimaksud bapak deh Cin. Soalnya tadi aku pake kalimat baru. Aku bilang gini: Atas segala nikmat, anugerah dan fasilitas hidup yang telah kita nikmati, mari kita ucapkan Hamdalah, Alhamdulillahirobbil'Alamin. Gitu deh pokoknya. Dan, ternyata yang udah umum dipakai pun banyak salahnya ya? Ya, jadi lebih baik baru sekalian aja."

Hari 1 MAWAPRES: Pembukaan dan Psikotes

Terbangun dari tidur semalam dan mendapati tumpukan map-map disekelilingku itu rasanya ruarrrrr biasaa pemirsa. Pukul 08.30wib pagi ini akan dilangsungkan Pembukaan Seleksi MAWAPRES UR 2015 di ruang PHD, Rektorat UR lantai 4. Ah, tempat baru untuk segala suasana baru dari tahun lalu. Duh! Eke belum nyiapin teks untuk ngasih kata sambutan nanti loh ciinn,, gimana ini?

Untuk menyatukan hati dan cinta di antara panitia, aku mengirimi kalimat ini subuh tadi : 
Assalamualaikum
Selamat Subuh wahai rekan-rekanku ^_^
Mari kita sambut pagi ini dengan Bismillah
Semoga lancar dan penuh berkah. aamiin.
Dalam beberapa kondisi, mungkin kita pernah merasa berhak marah kepada yang lain dan yang lain pun mungkin berhak marak kepada kita.
Tapi, apakah hak-hak seperti itu yang pantas kita tunaikan?
Diawala pagi ini, marilah kita saling memaafkan.
Saya pun demikian, dengan segala kekurangan dan kerendahan. ^_^

Senin, 13 April 2015

Inspirasi: Penerbit

Setelah sejauh ini (emang seberapa jauh cuy?), aku tersadar bahwa mendapatkan penerbit dengan tarif murah aja belum cukup, kita butuh penerbit yang pandai mempromosikan buku kita juga supaya dikenal dan kemudian dikejar orang.

Anakmu Merindu

Mami, anakmu merindumu
Bisakah kita berkunjung lagi pada tempo kecilku?
Aku rindu dibujuk olehmu ketika marahku meraja
Aku rindu dipanggil oleh suara lembutmu
Di sini, terkadang hidup tak menghidupiku
Sahabat sering tak mensahabatiku, Mi...
Bolehkah jika aku berpulang kepada rumah kita?

April menggugu, dalam 2015

Minggu, 12 April 2015

Inspirasi: Dia Itu Luar Biasa loh!

Ketika aku sedang sibuk mencari tahu ambekannya, tiba-tiba dia berkata:
"Kak! Dia itu luar biasa loh, Kak!" kata Okta sambil memandangi perempuan bergamis hitam yang melintas di depan kami.
"Apa luar biasanya, Dek?"
"Kak! Dia itu jualan es dan kerupuk loh setiap sore. Itu dia pasti mau jemput dagangannya tuh, Kak! Ditentengnya termos es tuh, Kak dan jalanlah dia sejauh-jauh tidak ni."

Untuk tanggal 12 April

Aku lalai menyangkutkan baut sekecil semut pun di sini. Berulah luput melumut di sudut sebut. Lagi-lagi berurai berderai sesal menyesaki panggung singgung sendiri. Meski terlambat beberapa jengkal ke depan, tetap ku upaya lunasi segala cara demi cita.

April melunak 2015

FLP, Paragraf, Rumah Kayu, Pena Terbang, Ketuk Pintu, Pena Mas, Penappucino

Aku memahami diriku sedikit demi sedikit.
Kita sering kali belajar mengenal dan memahami orang lain, tapi banyak dari kita yang ternyata belum sepenuhnya mengenali dirinya sendiri. Aku termasuk salah satunya. Nah, kefahaman hari ini adalah tentang kebiasaanku mematuti sesuatu yang aku gemari. Nih, tadi pagi aku lagi pengen lihat foto-foto kreatif di Pinterest. Bagi yang udah sering nongkrongin pinterest pasti tahu gimana kecenya gambar-gambar di sana. Aku kecanduan, dari lihat foto-foto close up sampai foto-foto pra wedding, ehhe. Lama-kelamaan, mataku mengantuk karena posisiku sambil telungkup. Sempat  tertidur beberapa menit juga. Sifatku selanjutnya adalah nggak bisa di titik 50% (sebenarnya kalau yang ini udah lama sih ku fahami). Misalnya, kalau aku sedang niat baca buku, ya dibaca bener-bener, sampil duduk dan konsentrasi. Jangan sambil tiduran apalagi setengah hati. Demikian juga kalau ngetik. Kalau sambil tiduran, dijamin deh aku akan mendapati diriku tertidru ntah udah sejak kapan. Gara-gara 2 kebiasaan itu di pagi ini, alhasil nggak satu kalimat pun terketik. hiksss.

Yudi yang Tak Diundi

Oke, ini udah jam 23.58wib.
Aku masih berkutat dengan social service hingga pukul segini.
Aku mau cerita tentang seleksi MAWAPRES yang kacau di FISIP.
Jadi gini, beberapa hari yang lalu: Rabu, 8 April 2015 pukul 13.30wib FISIP mengadakan seleksi MAWAPRES tingkat fakultas. Sejak jam 10.00wib, aku dan Teguh udah membersamai Yudi di perpus mempersiapkan segala sesuatunya. Meskipun kabarnya KTInya nggak diseleksi, tapi Yudi tetap berusaha mendekasi kesempurnaan. Dari sistem seleksinya aja udah melenceng jauh dari ketentuan mana pun. Isu yang merebak adalah akan digunakannya sistem FGD (Forum Group Discussion) untuk penyeleksian. Aku udah minta Yudi melobi panitia yang kali ini bukan dari mahasiswa. Tapi nihil. Azhari, sebagai sang Juara pun tidak bisa berperan serta. Ah, jam semakin mendekati deadline dan aku tahu Yudi nggak sempat makan siang.

Mak, buruan. Udah mau dimulai nih
Kata dek Teguh yang masih di samping Yudi.
Saat itu, aku di sisi Lia sedang membantunya pula mengoreksi KTInya untuk seleksi besok pagi. Benar-benar gagal melihat Yudi ternyata kali ini. Aku nggak bisa meninggalkan Lia dalam keadaan semrawut seperti ini. Tapi, leganya adalah ketika Yudi cerita bahwa sistem seleksinya nggak seperti yang diduga dan dia tahu sebelumnya. Dan, kalau pun aku ikut, aku nggak bisa melihat dia. Emangnya seperti apa seleksinya?

Sabtu, 11 April 2015

Pengendapan Ide

Ceritamu tentang proses pengendapan ide merenungi buru-buruku pada lalu. Ini tentang pengilhaman perasaan dan penolakan wadah penampungnya. Nama-nama luar biasa kau sebutkan detik sempat ini. Aku tergugu. Tiada karya yang tanpa pemula yang terkagum. Maka, bolehkan aku melirik masa kinimu ini?

Balai Bahasa, 11 April 2015
Ketik Gelisah Resah

Inspirasi: Dia Menyebut Semua Orang Luar BIASA

Rencananya, aku ingin menceritakan ini dalam bentuk cerpen buat dek Okta. Tapi, demi mengikat ide supaya nggak berceceran di mana-mana, maka ku putuskan untuk menuliskan hikmah ini sekarang.
"Kak, dia itu luar biasa loh, Kak! Novi itu punya 'ruh'nya puisi yang dia baca. Itulah yang memenangkannya dari saingannya, Kak."
"Kak, dia itu luar baisa! Dia jualan es loh, Kak. Setiap hari dia nenteng-nenteng termos keliling kampus. Nggak capek apa dia itu ya, Kak?"
"Kak, dia itu sahabat Okta yang dulunya Okta pun jijik kalau ngelihat dia. Dia penyayang kali orangnya loh Kak. Manja banget sama Okta."
"Kak, Kak Vivien itu luar biasa banget. Bersama dia, udah disertai garis keberuntungan selalu Kak. Dia itulah artis yang nggak pernah merasa artis, tetap aja kayak yang dulu, ramah, ceria dan supel. Itulah bekal yang mengantarkan dia jadi seperit sekarang ini. Nasehat kak Vivin dari temannya di PPI kemarin selalu Okta ingat: Jangan pernah menyerah untuk mencoba dan jangan pernah mencoba untuk menyerah."
"Kak, kak Obi itu Kakak Okta banget. Asal ada masalah, Okta selalu cerita sama dia. Mana ada Okta mau cerita sama yang lainnya, Kak. Kak Obi itu luar biasalah pokoknya."
Masih banyak lagi luar biasa-luar biasa lainnya yang aku sampai lupa apa aja. Okta memang seperti itu. Aku juga yakin, tentangku dan Lia pun, dia pasti pernah mengatakan luar biasanya yang tadi itu. Semoga Allah senantiasa melindungimu dan menunjukimu ke cahaya-Nya ya dek...

Gerakan Indonesia Menulis

Ku lirik jam di sudut kanan layar laptop. 01.06wib.
Ah, syudah larut ternyata. Aku baru selesai mengkonsep naskah buku selanjutnya. Doakan segera kelar yah, pengemar setia. hehe.
Sudah beberapa kali aku mendengar beberapa orang dari mereka bertanya, "Kak? Buku kita gimana?" dan aku selalu menjawab, "Sabar ya, Dek! Kakak belum bisa fokus ke sana. hikss." Aku tahu mereka sangat berharap bisa menggenggam buku ini. Demikian pun aku. Maka, malam ini aku memula. Tadi sempat tertidur beberapa menit dan terjaga setelah Reni minta tolong bukain pintu. Waaah, makasih banget deh buat Dia karena kalau nggak, tentu aku udah tertidur sampai pagi. Akhir-akhir ini lelah memang selalu berkuasa di pelupuk mata. Berkat tidur yang sejenak tadi ditambah semangat menyelesaikan naskah, aku bertahan hingga detik ini. Waktu tidak pernah mau menunggu untuk kita gunakan dengan sebaik-baiknya. Maka, aku nggak rela melewatkan waktu begitu saja jika tubuhku sedang mampu siaga.

Tadi sudah mantap dengan penerbit dan percetakannya dan insya Allah akan on process sama beliau. Sejauh ini, aku menyadari bahwa mencari penerbit yang menawarkan harga murah saja tidak cukup. Pada akhirnya, kita pasti akan berharap karya kita dibaca oleh banyak orang. Maka, PR selanjutnya adalah menemukan penerbit yang murah + mahir promo. Nah, baru deh KOMPLIT. Percuma kan punya buku kalau nggak ada yang baca? Kan niatnya ingin menginspirasi banyak orang, toh?

Jumat, 10 April 2015

Merindui Rindu

Hari menepi berpetang remang
aku mengeja langkah menapaki kaki-kaki pulang
menebas semak dan becek tanah tak terjamah
sebab kali ini aku mengistirahatkan kendaraan
mengganti tapak roda dengan dua tapak kaki
pelan-pelan mengais bobot tubuh yang kian menyubur
aku membawa pulang berita penuh suka
berharap cepat sampai di atas rehat tuts-tuts alfabet
ingin berbagi ceria dengannya yang ada di dalam cerita
tapi waktu belum izinkan kami berpanjang cerita
pulang jadi tujuan
rehat jadi rinduan
sebab, hari ini kita telah lelah berbagi lelah
sama-sama terlelah dalam peluh yang harum berseduh
selamat kepada sang juara di antara segala juara
kapan kita menggebrak waktu dalam saling genggam tangan?

Tuai tanam perjuangan, 10 April 2015

Selamat Datang Sang Juara!

Hai hai hai? Selamat hari Jumat penuh barokah ya ^_^
Semoga segala apa yang didoa menjadi nyata dan semoga segala upaya berakhir bahagia. Aamiin.
Pernahkah anda merindukan masa-masa yang sebelumnya paling anda takuti?
Atau pernahkah anda tiba-tiba merindukan kenangan lama pada masa yang baru? Aku pernah!

Sesuai rencana, hari ini telah dilangsungkan acara PEMILIHAN MAWAPRES (Mahasiswa Berpretasi) tingkat Fakultas di Dekanat FKIP UR. Dihadiri oleh 4 orang dewan juri yang sangat luar biasa, yaitu:
1. Pak Dahniel (Pend.Bhs Inggris)
2. Bu Rina (Pend. Ekonomi)
3. Pak Jasmi (Pend.Bhs Inggris)
4. Pak Gusnardi (Pend.Ekonomi
Acara dibuka secara resmi oleh WD III FKIP UR, Pak Rahmadi dan diikuti oleh 8 orang peserta dan nggak ketinggalan beberapa orang supporter. Kedelapan peserta yang luar biasa itu adalah:
1. Nurjamaliah (Pend.Bhs Inggris 2011)
2. Romi Kurniadi (Romi Kurniadi 2012)
3. Harnila (Pend.Bhs Inggris 2012)
4. Tengku Novenia Yahya (Pendidikan Fisika 2013)
5. Yuni Permata Sari (Pendidikan Kimia 2011)
6. Joni Iskandar (Pend.Bhs Inggris 2013)
7. Anggi Syaputra (Pend.Bhs Inggris 2011)
8. Guswiyati (Pendidikan Fisika 2012)

Peserta Gerakan Indonesia Menulis Se-kota Pekanbaru

Nama Acara : Gerakan Indonesia Menulis
Penyelenggara : Balai Bahasa Provinsi Riau
Waktu : 10-12 April 2015
Judul Karya : -

Tentang pencapaian :
Aku dan beberapa orang teman FLP diutus untuk mengikuti pelatihan sastra yang diadakan oleh Balai Bahasa. Di hari pertama, aku benar-benar nggak bisa datang karena ngurusin pemilihan MAWAPRES di FKIP. Hari kedua barulah aku bisa datang. Sebenarnya agak males juga pergi karena ada Nilam di kosan. Cuma 2 minggu sekali dia bisa libur ke sini, masa aku masih juga nggak punya waktu untuk dia?
Peserta pelatihan ini adalah orang-orang luar biasa bahkan boleh dibilang hampir menyamai kualitas pembicaranya. Aku baru sadar bahwa aku belum siapa-siapa di sini. Tanya jawab dan perdebatan yang sesekali terjadi diantara mereka hanya membuatku semakin takzim memperhatikan. Ternyata, sastra itu nggak sebatas bisa berbahasa puitis saja. Sastra lebih luas dan dalam daripada itu semua. Seni belum tentu disebut sastra tetap sastra sudah pasti adalah seni.

___Tanpa seni, hidupmu akan kaku dan itu-itu melulu (Truly Elysa)

Inspirasi: Essaffah (si penyambut)

Rosulullah SAW juga dikenal selalu menyambut ramah para tamunya. Beliau pun tak segan-segan untuk menjamu para tamunya itu meskipun ia sendiri sedang kekurangan. Ia pernah kedatangan tamu dari jauh dan ia tahu  tamunya itu kelelahan dan kelaparan. Setelah ia mempersilahkan tamunya bersistirahat, ia meminta budaknya untuk berhutang gandum kepada Yahudi di pasar dan akan membayarnya pada bulan Rajab. Namun, Yahudi itu tidak mau jika tidak aada jaminan. Maka budak Rosulullah SAW itu pulang dan mengadukan hal tersebut. Rosulullah lalu memerikan baju besinya sebagai jaminan. Konon, baju besi itu belum sempat beliau tebus karena beliau telah wafat pada bulan Rabi'ul Awal, empat bulan sebelum jatuh tempo. Subhanallah.

(Buku Syurga bagi Si Ahli Maksiat)

Kamis, 09 April 2015

IDE: Latihan PS Terbaik

Latihan Public Speaking TERBAIK adalah di hadapan murid-murid yang bandel+nakal+susah diatur. Jika hanya berlatih di acara training atau forum lainnya, itu masih belum seberapa. Karena, audiensnya sudah pasti adalah orang-orang dewasa yang mudah sekali dikendalikan. Tapi, cobalah untuk terjun ke kelas terbandel di suatu sekolah (aku udah coba) dan lihatlah seberapa banyak ide yang akan kamu kuras untuk mengatasinya. Jika, kamu berhasil, barulah Kemampuang PSmu diajungi 5 jempol. *tambah 1 jempol kaki kucing, hehe

Penundaan yang Disyukuri

Adakah pernah dirimu tidak merasa lelah padahal keadaan pantas untuk dilelahi? Jawabannya pasti: PERNAH. Terutama ketika deadline, apa pun pasti akan kamu lakukan demi memenuhi target. Biarpun tidur sehari semalam hanya 3 jam. Everything is going to be alright. Lelah dirasa tak singgah, padahal kalau boleh jujur tubuh pasti ingin menyerah. Haha, itulah yang disebut The Power of Deadline!

Pagi ini, aku Lia dan Yuni kembali menggesa KTI dan berkas-berkas lain yang belum selesai. Aku baru tahu bahwa mereka tidur jam 03.30-an semalam. hiksss, kacihaann. Tapi, semoga maksimal. Menyentuh sarapan pun Lia tak sempat, aku menyuapinya ditengah kekalutannya. Yuni sudah beranjak dari Asrama sekita pukul 07.40wib setelah semua KTInya fix dan sudah diprint di printernya Lia.
"Ciinnn. Udah jam 08.00wib ternyata. Gimana ini?" tanya Lia.
Aku membathin: mungkin kalau aku tidak di sini bersama Lia pasti aku sudah bisa stay di Dekanat FKIP untuk bantu pak Agus dan teman-teman BEM dalam persiapan seleksi. Ah, tapi apakah pantas aku meninggalkan Lia yang sedang kalang kabut begini? Aku hanya ingin membantunya menyempurnakan persiapan.

Telvon berkali-kali berdering.
Ada Putri, ada Anggi, ada Romi, ada Iza dan yang terakhir adalah telvon dari Putri lagi.
"Kak, kata pak Agus seleksinya nggak jadi hari ini karena berkasnya baru 4 orang yang ngumpulkan dan harus didata dulu untuk diserahkan sama juri. Jadi, besok pagi sampai jam 12.00 wib aja seleksinya dan hari ini paling lambat jam 12.00wib pengumpulan berkas langsung kepada pak Agus, Kak," demikian penjelasan dek Putri dan seketika Lia menangis terharu.